Oleh : Tuti Rahmayani,dr (Praktisi kesehatan Surabaya)
Pada 3 September 2022, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM. Berbagai unjuk rasa baik dari kalangan buruh hingga mahasiswa marak di berbagai kota. Ini karena naiknya harga BBM berdampak pada semua sektor kehidupan rakyat. Sisi lain, pendapatan masyarakat tidak naik. Kalaupun ada BLT atau bansos, itu hanya bagi elemen masyarakat tertentu dan hanya diberikan sementara. Sementara kenaikan harga BBM tidaklah sementara. Jelas ini pemanis saja.
Ranah Iman, Ranah Syariah
Terkait kenaikan harga BBM, muslimin punya dua perspektif, yakni ranah iman dan syariah. Dalam ranah iman, muslim senantiasa paham bahwa rezeki sudah ditentukan oleh Allah. Selama manusia berikhtiar dan bersabar, maka tidak perlu khawatir bahwa kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi, meski harga BBM naik sekalipun.
Kedua ranah syariah. Bahwa seorang muslim perlu tahu bagaimana Islam memandang tentang kenaikan BBM yang kesekian kali. Adakah kedzaliman, salah urus, kemaksiatan dlm pengelolan BBM di negeri ini? Bagaimana Islam mengaturnya agar berkah dan sejahtera bagi umat? Dan selanjutnya menyampaikan ke umat sebagai bentuk amar maruf nahi munkar
Di Kapitalisme Liberal, BBM Memang Harus Naik.
Sejak disahkannya UU migas 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), swastanisasi dan liberalisasi migas di Indonesia berjalan makin masif dari hulu hingga hilir. Swastaninsasi dan liberalisasi migas artinya minyak yang dulunya dari hulu (pertambangan) sampai ke hilir (jualan bensin/pom bensin) didominasi Pertamina (milik negara), maka saat ini didominasi oleh swasta dan asing. Dan hal ini sah di mata hukum dengan alasan menjalankan amanat UU. Miris. Sehingga harga akan mengikuti pasar. Tidak ada subsidi. Sebab bila masih ada subsidi, BBM pertamina lebih rendah dari pasaran, maka SPBU asing akan sulit bersaing. Karenanya subsidi harus dicabut. Jadilah rakyat yang dikorbankan, harus merogoh dompet lebih dalam akibat kenaikan BBM.
Liberalisasi migas ini makin kaffah dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Perizinan bagi swasta untuk usaha hilir migas makin dipermudah. Walhasil SPBU swasta pun bakal menjamur di negeri ini
Rakyat Dianggap Beban
Dalam konsep Islam, rakyat diurus ibarat orangtua mengurus anak. Nabi Muhammad saw. bersabda, “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab (di hadapan Allah Swt.) atas rakyat yang ia urus.” (HR Bukhari dan Muslim).
Berbeda dalam sistem demokrasi yang lahir dari peradaban sekuler liberalis. Al Quran dan As Sunnah tidak dilirik dalam pembuatan UU. Maka, profit menjadi nafas bagi para pembuat UU. Maka, para oligarki kapitalislah yang akan diuntungkan. Sebab merekalah donatur mesin politik di negeri ini. Para pejabat berkuasa dan berkampanye pokitik dengan menggandeng para pengusaha ini. Perselingkuhan pengusaha dan penguasa inilah yang membuat rakyat hanya gigit jari, tak diurus oleh negara. Subsidi yang adalah hak rakyat pun dianggap sebagai beban APBN, sehingga harus dikurangi bahkan dihilangkan.
Islam Tuntaskan Problem BBM
Dalam Islam, sumber daya alam, termasuk minyak, adalah harta milik umum yang dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, air, padang gembalaan, dan api.” ( HR Abu Dawud)
Maka, BBM akan bisa didapatkan oleh masyarakat dengan mudah dan murah. Sebab hanya akan dibebani biaya produksi saja. Bukan terikat perdagangan bebas yang meniscayakan permainan pasar asing. Bahkan, bisa saja negara menggratiskan sebab paradigma negara adalah melayani rakyat.
Negeri ini sejatinya kaya akan sumber daya alam termasuk migas. Namun akibat salah kelola, maka hilanglah keberkahan dari kekayaan negeri ini. Maka satu-satunya cara menhembalikan harga BBM agar terjangkau dan menyejahterakan rakyat adalah melalui penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai sistem pemerintahan khilafah. Sehingga kepemilikan umum kembali pada rakyat.
Wallahu a'lam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar