Oleh : Cindy Y.Muthmainnah (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Pemerintah mempersoalkan besarnya anggaran subsidi LPG. Pada Januari 2022, Presiden Jokowi menyebut anggaran untuk impor LPG mencapai Rp80-an triliun. Selain itu penyalurannya juga tidak tepat sasaran. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya membeberkan gas LPG subsidi ini 68% dinikmati oleh rumah tangga mampu.
Hal yang dianggap menjadi solusi yaitu dengan mengkonversi kompor gas ke kompor listrik. Pasalnya pemerintah sedang melakukan uji coba di beberapa kota seperti Solo, Jawa Tengah; Denpasar, Bali; dan Sumatera yang masing-masing diberikan ke 1000 rumah tangga dengan kapasitas daya listrik antara 450-900 VA. Uji coba dilakukan untuk mengetahui efektifitasnya.
Kebijakan ini tentu akan semakin menambah beban rakyat terlebih pasca naiknya harga BBM. Seharusnya pemerintah mengurus dan memudahkan urusan rakyatnya bukan justru sebaliknya. Pemerintah harus bisa mencari jalan keluar terbaik dari setiap permasalahan rakyat.
Solusi terbaik adalah kembali pada aturan pencipta yaitu Allah swt. Islam sebagai sebuah agama dan juga ideologi punya metode untuk mengurus urusan rakyat, diantaranya yaitu terkait dengan manajemen sumber daya alam. Islam mengatur sumber daya alam adalah milik rakyat dimana negara hanya sebagai pengelola. Dengan prinsip ini maka negara tidak akan berjual beli dengan rakyatnya. Tidak ada subsidi untuk orang miskin karena semuanya memiliki hak yang sama dalam hal penggunaan energi. Negara akan mengatur mulai dari hulu hingga hilir akan raktat mudah mengaksesnya.
Fakta hari ini negara hanya bertindak sebagai regulator, seperti memberikan izin kepada pihak pengelola yaitu asing. Akhirnya sumber daya alam yang harusnya diperuntukkan untuk rakyat tapi justru banyak swasta yang ambil keuntungan. Sungguh miris.
Oleh karena itu, sudah saatnya negeri yang mayoritas penduduknya beragam islam ini tidak hanya menjadikan islam sebagai agama yang mengatur ibadah, tetapi juga harus mengambil islam sebagai aturan yang mengatur kehidupannya secara menyeluruh.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar