Kewajiban Jilbab Tak Pantas Dipersoalkan


Oleh: Nuryanti (Jembrana-Bali)

Penggunaan jilbab oleh seorang muslimah di ranah pendidikan selalu saja menjadi perbincangan. Baik dari pihak guru, murid, atau campur tangan orang tua/wali. Pada bulan Agustus yang lalu di SMAN 1 Banguntapan Yogyakarta, viral pesan berantai yang memenuhi grup whatsapp. Tak lain dan tak bukan, pembahasannya berkaitan dengan penggunaan jilbab.

Berita tersebut terus berkembang sampai menjadi perbincangan di media sosial hingga Sultan Hamengkubuwono pun turun tangan. Meski demikian, pihak sekolah telah mengklarifikasi tentang hal ini. Hasil dari klarifikasi tersebut menyebut bahwa Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY ke SMAN 1 Banguntapan, mengatakan bahwa tidak ada pemaksaan dalam pemakaian jilbab kepada siapapun itu. Meskipun tetap ada sanksi untuk pihak yang terindikasi melakukan pemaksaan penggunaan jilbab tersebut.

Di sisi lain, ada fakta yang dikutip dari kompas.com, bahwa diberitakan ada seorang siswi SD di Gunung Sitoli Sumatera Utara yang menangis karena pihak sekolah melarang memakai jilbab saat berada di lingkungan sekolah. Inilah bukti bahwa penggunaan jilbab masih menjadi pro kontra oleh beberapa pihak sekolah.

Hal ini pun sengaja diviralkan supaya semakin menambah kebingungan dan keengganan dalam menerima syariat jilbab. Fakta seperti ini akan terus diarahkan kepada masyarakat supaya terbentuk sikap Islamophobia dengan sendirinya. Umat Islam yang takut dengan keislamanya sendiri dan ini membuktikan bahwa islamophobia itu nyata adanya.

Dari fenomena di atas tadi, semua kejadian-kejadian itu berdasar kepada islamophobia. Padahal sejatinya tuntunan syariat Islam itu adalah amanah yang diturunkan Allah SWT untuk diterapkan di kehidupan kita dan merupakan perintah kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini, yaitu menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Adapun salah satu dari perintahNya adalah menutup aurat bagi seorang muslimah, tentunya menutup aurat dengan menggunakan jilbab. Menutup aurat adalah menutup seluruh tubuh mereka kecuali pada apa-apa yang memang boleh ditampakkan seperti wajah dan kedua telapak tangan. Berusaha melaksanakan perintahNya merupakan bentuk keimanan seorang hamba kepada Rabbnya.

Perintah menutup aurat pun sudah jelas, yakni di dalam Surat An-Nur ayat 31 yang artinya “Katakanlah kepada kaum mukmin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak pada diri mereka, dan hendaklah mereka  memakai kerudung (penutup kepala) hingga menutup dada mereka”

Dari ayat di atas mengatakan bahwa wanita muslimah wajib menutup aurat manakala keluar rumah, lengkap dengan jilbabnya. Andaikan jilbab tidak menjadi suatu kewajiban, niscaya Rasulullah akan mengizinkan para muslimah keluar rumah mereka tanpa perlu berjilbab.

Maka dari itu, masalah jilbab seharusnya tidak perlu dipersoalkan. Apalagi sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslimah dan sudah menjadi bagian dari hukum syariat yang harus diterapkan dan ditaati. Tentu hal ini karena hukum-hukum Allah yang diturunkan adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri supaya kehidupan manusia mendapatkan rahmatNya.

Dengan demikian, jika kita meyakini bahwa perintah Allah swt., kepada wanita muslimah dalam menutup aurat,adalah mengandung banyak kebaikan, manfaat, sekaligus menghindari keburukan, khususnya bagi si pemakai dan masyarakat, lantas mengapa harus dipersoalkan?

Di samping itu, penggunaan jilbab bagi perempuan dalam kehidupan umum akan menjauhkan dirinya dari tindakan perzinahan/pemerkosaan. Jilbab bisa berfungsi untuk melindungi wanita muslimah menjaga diri dari gangguan lelaki usil, dari obyek pandangan lelaki, menghindarkan diri mereka dari zina mata, zina hati dll. Dengan ini wanita bisa mengangkat derajatnya untuk tetap mulia serta bertakwa dan memposisikan dirinya sebagai wanita terhormat.

Akan tetapi penerapan hukum-hukum Allah terutama dalam hal menutup aurat belum bisa kita terapkan secara sempurna, karena dibutuhkan peran negara dalam menyempurnakannya, yaitu di bawah naungan daulah Islam. Wallahu a’lam bish showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar