Mekanisme Sistem Islam Atasi Kebocoran Data Publik


Oleh :  Irma Yanti

Miris, kabar kebocoran data di negeri yang menerapkan sistem Demokrasi justru bak bola liar untuk saling lempar tanggung jawab di antara pemangku kebijakan. Dikutip dari Suara.com, melihat adanya kebocoran data masyarakat Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informatika Menkominfo, Johnny G. Plate menegaskan bahwa terdapat perbedaan tugas antara kementeriannya dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) soal menjaga perlindungan data pribadi. Sebelumnya diketahui dalam rapat bersama Komisi I DPR, Johnny G. Plate menyebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019, justru teknis penanganan serangan siber merupakan kewenangan dari Badan Siber Sandi Negara (BSSN). (Suara.com.10/09/2022)

Dari pernyataan Menkominfo ini, masyarakat banyak mempertanyakan, lalu siapakah yang bertanggung jawab atas kebocoran data ini? Para pemangku jabatan seakan-akan tidak mau menanggung sanksi dari kebocoran data ini, bukti bahwa lemahnya sistem pertahanan keamanan sebuah negara. Padahal harusnya negera memiliki kemananan berlapis untuk melindungi setiap data warga negaranya, jangan sampai bocor, apalagi diperjualbelikan.

Meski Indonesia sudah merdeka, konsekuensi sebagai negara berkembang, ia tidak bisa lepas dari ketergantungan otoritas atau kedaulatan kepada negara adidaya, termasuk kedaulatan atau ketahanan siber. Indonesia tidak memiliki kekuatan penuh untuk melindungi negara sendiri. Negeri ini sangat mudah untuk dikendalikan oleh negara pengendali sesuai dengan kepentingannya.

Dalam Islam, ketahanan siber dalam hal ini untuk mengantisipasi kebocoran big data, pemerintah memiliki mekanisme khusus di dalam Departemen Penerangan (Al-I’lâm). Departemen ini yang berwenang membuat kebijakan-kebijakan penerangan bagi Daulah Khilafah Islamiyah untuk kemaslahatan Islam dan kaum Muslim, baik secara internal maupun eksternal.

Dari sisi internal, departemen ini didirikan dalam rangka membantu pembinaan masyarakat islami yang kuat, lurus dan bersih. Adapun dari sisi eksternal ditujukan untuk menyiarkan Islam, baik dalam keadaan damai maupun perang, dengan menonjolkan sisi keagungan Islam, keadilannya dan kekuatan militernya yang tangguh; juga memaparkan kerusakan sistem-sistem buatan manusia serta kelemahan mesin perang mereka.

Penerangan (i’lâm) termasuk perkara penting bagi dakwah dan negara Khilafah.  Departemen Penerangan bukan merupakan bagian dari departemen-departemen yang mengurusi urusan-urusan masyarakat. Ia merupakan departemen independen yang terhubung langsung dengan Khalifah.  Urgensitas departemen ini berbeda dengan urgensitas struktur negara Khilafah yang lain.

Politik penerangan spesifik harus mampu memaparkan Islam dengan paparan yang kuat dan berpengaruh. Ia harus mampu mempengaruhi seluruh umat manusia untuk menerima, mengkaji dan mempelajari Islam. Departemen ini juga diperlukan demi mempermudah penggabungan negeri-negeri Islam ke dalam naungan Khilafah Islam. Ini merupakan perkara penting yang terhubung langsung dengan negara Khilafah.  Oleh karena itu, semua bentuk penerangan, informasi dan propaganda yang terkait dengan negara Khilafah  tidak boleh disebarkan tanpa instruksi dari Khalifah, seperti urusan-urusan kemiliteran, dan urusan-urusan strategis lainnya.

Dalil yang mendasari pembentukan departemen ini adalah al-Quran dan Sunnah. Dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ ٱلشَّيۡطَٰنَ إِلَّا قَلِيلٗا
Jika datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkan berita itu. Kalau saja mereka menyerahkan urusannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahui dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian) (QS an-Nisa‘ [4]: 83).

Informasi-informasi lain yang diperlakukan seperti halnya informasi-informasi militer adalah propaganda, perjanjian, kesepakatan dan diplomasi politik yang dilakukan oleh Khalifah atau orang yang diberi kewenangan oleh Khalifah dengan negara-negara kafir. Di dalam sejarah, Nabi saw. pernah menjalin Perjanjian Hudaibiyah dengan orang-orang kafir Quraisy. Nabi saw. menyembunyikan tujuan di balik perjanjian itu. Beliau tetap bersikukuh dengan pendiriannya, meskipun mayoritas Sahabat awalnya tidak menerima keputusan beliau. Nabi saw. juga pernah diskusi langsung dengan para utusan Bani Najran dan menantang mereka untuk mubahalah. Nabi saw. pernah memerintahkan Tsabit bin Qais dan Qais bin Hisab untuk berdiskusi dengan utusan Bani Tamim. Informasi-informasi penting seperti ini tidak boleh disebarluaskan, kecuali atas instruksi dan ijin dari kepala negara.

Hanya saja, ada informasi-informasi bentuk lain yang tidak bersentuhan langsung dengan urusan kenegaraan.  Informasi-informasi semacam ini tidak memerlukan ijin atau instruksi khusus dari Khalifah, seperti informasi pasar, cuaca, pendidikan, sains dan teknologi, berita dunia, dan lain sebagainya.  Namun demikian, penyebarluasan informasi-informasi tersebut  harus tetap memperhatikan sudut pandang akidah Islam dan hukum syariah serta kemaslahatan Islam dan kaum Muslim. Perlakuan Khalifah terhadap berita-berita seperti ini tentu berbeda dengan informasi-informasi jenis pertama.

Oleh karena itu, Departemen Penerangan mempunyai kewenangan dalam mengatur informasi-informasi baik yang berhubungan langsung dengan Daulah Khilafah maupun yang tidak memiliki hubungan secara langsung.

Departemen Penerangan melakukan kontrol secara langsung informasi-informasi yang bersentuhan langsung dengan negara. Informasi-informasi ini tidak boleh disebarluaskan oleh media massa apapun, kecuali setelah diseleksi dan atas persetujuan dari Departemen Penerangan. Adapun informasi-informasi yang tidak bersentuhan langsung dengan negara, Departemen Penerapan hanya melakukan kontrol tidak secara langsung. Cukup memberikan panduan-panduang yang bersifat umum dan mendasar. Informasi-informasi seperti ini tidak harus melalui seleksi Departemen Penerangan.  Penyebarannya juga tidak membutuhkan ijin secara khusus.

Pasal 104 menjelaskan ketentuan umum tentang media massa, baik audio, visual, maupun audi-visual.  Media informasi yang dimiliki warga negara tidak memerlukan ijin, tetapi hanya membutuhkan pemberitahuan dan dikirimkan ke Direktorat Penerangan.  Pemilik dan pemimpin redaksi media itu bertanggung jawab terhadap semua isi informasi yang disebarkan.  Mereka dimintai tanggung jawab terhadap setiap bentuk penyimpangan terhadap akidah dan syariah, sebagaimana warga negara lainnya.

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar