Oleh : Ade Rosanah
Terik matahari yang menyengat tidak menyurutkan langkah massa yang berunjuk rasa di depan gedung parlemen pada 6/9/2022. Pasalnya, rakyat sangat kecewa dengan putusan Presiden Jokowi mengenai kenaikkan tarif BBM bersubsidi dan non subsidi di 3 September 2022. Di depan gedung parlemen, massa berteriak meminta keadilan. Harapan besar anggota dewan keluar mendengarkan suara mereka dan mengapresiasinya. Akan tetapi, apa yang terjadi di dalam gedung, nyatanya para anggota dewan riuh bernyanyi dengan khidmat lagu "Selamat Ulang Tahun" untuk ketua DPR RI Puan Maharani yang sedang berulang tahun di tengah rapat (Suara.com, 8/9/2022).
Alhasil, kejadian tersebut sontak mendapat berbagai kritikan, salah satunya dari Lucius Karus. Lucius merupakan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mengatakan, bahwa hal tersebut memalukan. Sebab di saat pendemo berjuang keras menolak kenaikkan BBM dan berharap aspirasi massa diapresiasi DPR, justru suara mereka diabaikan oleh para anggota dewan yang berada di dalam gedung. Ketidakpedulian para wakil rakyat kala itu yang telah menampakkan wajah asli DPR (Detiknews, 7/9/2022).
Hati siapa yang tidak perih saat rakyat mengadu pada wakilnya di parlemen atas kezaliman yang menimpa mereka namun tak sedikit pun ada tanggapan dari DPR. Mengisyarakatkan bahwa para anggota dewan seolah lupa berkat suara siapa mereka berada di posisinya sekarang. Mereka bekerja nyaman di ruangan yang berfasilitas lengkap. Tentu mereka juga mendapatkan fasilitas-fasilitas mewah lain seperti rumah dan kendaraan. Pelayanan kesehatan dan keamanan gratis yang berkualitaspun telah mereka dapatkan.
Dari gaji dan tunjangan yang berjumlah fantastis mampu menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah dalam negeri dan bahkan ke sekolah luar negeri yang berkualitas. Hal-hal yang pun diidamkan rakyat dalam kehidupan mereka sudah lebih dulu dinikmati oleh anggota DPR.
Mirisnya, waktu sebelum pemilihan saja mereka begitu gencar melakukan kampanye dan pendekatan kepada masyarakat. Dengan mengeluarkan berbagai jurus andalan, para calon anggota DPR berusaha untuk menarik simpati agar masyarakat mau memberikan hak suaranya.
Tapi setelah menang, apakah sikap mereka mencerminkan sebagai wakil rakyat? Rakyat justru berkali-kali menelan pil pahit bahwa wakil rakyat sendiri acap kali mengecewakan karena tidak berpihak pada rakyat di saat rakyat mendapatkan kezaliman atas kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Para anggota dewan seolah-olah setuju dengan berbagai macam kebijakan pemerintah yang membebani masyarakat seperti halnya kenaikkan tarif BBM baru-baru ini. Padahal mestinya para anggota dewan yang bekerja di parlemen memposisikan diri layaknya masyarakat biasa. Apa yang menjadi penderitaan rakyat, merupakan penderitaannya juga. Apa yang menjadi kebahagiaan rakyat, merupakan kebahagiaannya juga. Akan tetapi saat ini sangatlah sulit menyelaraskan perasaan rakyat dengan para wakil rakyat.
Adapun sebagian anggota dewan dan partai politik yang pro pada rakyat yang memiliki nurani yang sama dengan rakyat jumlahnya bisa dihitung jari. Ketika anggota dewan dari fraksi partai yang pro rakyat ikut berkoar-koar tetap saja tak didengarkan oleh ketua DPR dan presiden. Bahkan ketika menyampaikan interupsinya tentang kebijakan yang memberatkan rakyat mikrofonnya segera dimatikan oleh ketua DPR RI. Hal tersebut menandakan bahwa ketua DPR RI ialah pemimpin yang anti kritik.
Jumlah mereka yang pro terhadap rakyat amatlah sedikit dibandingkan dengan jumlah anggota dewan dan parpol yang pro pemerintah. Maka tidak dipungkiri ketika pengambilan suara untuk memutuskan suatu perkara, jumlah suara yang banyak pasti memenangkannya. Meski, banyaknya suara yang bertentangan dengan akidah dan syariah serta tak mencerminkan suara hati rakyat namun suara mayoritas tersebut yang menjadi penentu suatu aturan disahkan. Seperti itulah skema pengambilan keputusan dalam sistem Demokrasi. Parameternya bukan kemaslahatan atau kemudharatan lagi. Bukan berdasarkan hukum syariat halal ataukah haram. Akan tetapi putusan suatu perkara ditetapkan oleh voting suara terbanyak.
Kehidupan para anggota parlemen menunjukan kehidupan yang sangat kontradiktif dengan kondisi rakyat. Mereka merasakan kemakmuran dalam hidupnya tetapi mengacuhkan orang-orang yang mendukung awal karir mereka. Bahkan setelah mereka menempati kursi dan memiliki jabatan tidak sedikit dari mereka terlibat kasus korupsi. Materi serta kekuasaan menjadi capaian mereka dalam bekerja. Mereka merasakan kepuasan apabila tujuannya sudah tercapai meskipun mendapatkannya dengan cara haram sekalipun.
Mereka terpengaruh oleh sistem kehidupan yang mengatur saat ini yaitu sekularisme kapitalis. Di mana manfaat dan keuntungan menjadi tolok ukur kebahagiaannya. Begitulah potret yang menyebut dirinya sebagai wakil rakyat yang nyatanya mereka adalah wakil dari kerakusan akan cinta terhadap dunia. Saat ini manusia sudah jauh dari aturan agamanya (sekularisme). Karena antara kehidupan langit (akhirat) dan kehidupan bumi (dunia) tidak diatur oleh aturan yang sama. Melainkan diatur oleh aturan yang berbeda.
Aturan kehidupan akhirat memakai aturan yang berasal dari sang pencipta (Allah swt.) dan kehidupan dunia menggunakan aturan yang berasal dari manusia, itulah demokrasi. Demokrasi sendiri lahir dari asas sekularisme yang sejatinya merupakan sebuah aturan yang berasal dari manusia. Maka, ketika sebuah negara menerapkan sistem demokrasi sudah pasti ia menjadi sebuah negara sekuler yang memandang agama hanya untuk mengatur permasalahan ibadah ritual saja. Sedangkan untuk urusan dunia, manusia yang berkuasa mengaturnya.
Sekularisme kapitalistik menjadikan pemimpin yang jauh dari kata pemimpin yang bertakwa dan justru melahirkan pemimpin dan para pejabat zalim bersikap nirempati pada kondisi rakyat. Orang yang tidak pandai mengurusi kehidupan umat pun dapat menjadi pemimpin dan pejabat dalam sistem ini. Sebab mereka dipilih bukan berdasarkan hukum syara. Tetapi, mereka dipilih karena mendapat suara terbanyak. Ditambah lagi dengan intervensi para pemilik modal yang menopang keuangan bagi calon pejabat yang berlaga.
Dalam sistem demokrasi kapitalis, hubungan antara penguasa dengan rakyat layaknya kedua belah pihak yang tengah berdagang. Penguasa sebagai penjual dan rakyat sebagai pembeli. Negara dengan siap memberikan fasilitas dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan publik yang perlukan dengan menyetorkan sejumlah biaya kepada penguasa. Hanya saja penguasa selalu memaksakan kehendaknya kepada rakyat untuk membeli apa saja yang disediakannya. Alhasil, rakyat jualah sebagai pembeli yang harus menanggung rugi dari hubungan jual beli semacam itu. Karena tidak ada kesepakatan dan keridhoan dari salah satu pihak.
Berbeda sekali dengan pemimpin dan pejabat yang diatur oleh Islam dalam mengurusi kehidupan umat. Pemimpin dalam Islam diposisikan sebagai pelayan umat. Mula al-Qari di dalam Mirqâtu al-Mafâtîh Syarhu Shahîh al-Bukhârî menyatakan bahwa Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu Qatadah dan al-Khathib, dari Ibnu Abbas ra.:
سَÙŠِّدُ الْÙ‚َÙˆْÙ…ِ Ø®َادِÙ…ُÙ‡ُÙ…ْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Ibnu Majah).
Tugas seorang penguasa layaknya sebagai pelayan yang siap melayani rakyat sebagai tuannya. Penguasa mengutamakan urusan rakyatnya dan memberikan pelayanan terbaik dalam memenuhi seluruh kebutuhan umat. Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa seorang pemimpin bertugas untuk al-qiyâmu bi amrin bimâ huwa ashlahu (melaksanakan suatu urusan dengan sesuatu yang paling baik). Sebab semua kepengurusan haruslah berlandaskan akidah dan syariat Allah swt. bukan berpijak pada hawa nafsu apalagi kepentingan golongan semata. Dengan Islam mampu melahirkan para pemimpin dan pejabat yang memiliki kredibilitas dan kapabilitas dalam mengurusi rakyatnya.
Dengan Islam mampu menyelaraskan perasaan antara umat dengan penguasanya. Penguasa merasakan betul apa yang menjadi impian rakyatnya. Yaitu, kehidupan yang sejahtera. Sejahtera ekonominya, pendidikannya dan kehidupan sosialnya. Maka, pemimpin dan pejabat berusaha mewujudkan mimpi umat dengan menerapkan Islam ke seluruh sendi-sendi kehidupan. Dengan demikian, rakyat akan merasakan ketentraman dan kesejahteraan di bawah kepemimpinan Islam. Negara senantiasa memberikan kemudahan bagi rakyat dalam mengakses guna memenuhi kebutuhan pokoknya.
Wallahu'alam...
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar