Oleh : Siami Rohmah (Pegiat Literasi)
Heran, tidak habis pikir ketika melihat tingkah polah pejabat di negeri ini. Sebagaimana yang dipertontonkan oleh wakil-wakil rakyat yang terhormat di gedung DPR baru-baru ini. Saat panas-panasnya respon masyarakat dengan naiknya harga BBM. Masyarakat mencoba mengadukan nasibnya kepada DPR, berharap ada angin segar dari orang orang-orang yang menyebut dirinya wakil rakyat. Namun, yang didapat adalah isapan jempol, jangankan ditemui, anggota DPR di ruang sidang Paripurna malah begitu asik bernyanyi, bertepuk tangan, senyum sumringah merayakan ulang tahun sang ketua DPR.
Formappi (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia) melalui Lucius Karus menyatakan, "Ironis yang memalukan itu sesungguhnya. Rakyat sedang berpanas-panas memperjuangkan penolakan kenaikan harga BBM, sedangkan DPR di ruangan dingin justru berleha-leha merayakan hari ulang tahun ketua DPR."
Memang ketika melihat apa yang dilakukan oleh para wakil rakyat itu, sepertinya memang kata ironislah yang tepat menggambarkan bagaimana ketidakpekaan anggota DPR atas nasib rakyat. Mereka seolah lupa, mereka bisa duduk di gedung DPR, mendapat fasilitas sebagai pejabat, itu semua karena suara - suara rakyat yang telah memilihnya, yang dulu mereka mengemis ke pelosok-pelosok daerah agar bisa mendapat dukungan, dengan beribu janji yang ditebar, kini ketika rakyat memilihnya ingin menyampaikan aspirasi, mereka berlagak buta tuli.
Namun, begitulah adanya ketika penguasa dibentuk bukan dari dorongan takwa. Penguasa yang ada saat ini dibentuk dalam bejana kapitalisme. Mereka menjadikan kursi jabatan sebagi kesempatan untuk mendulang sebanyak-banyaknya kesenangan. Apa yang dilakukan para anggota DPR membuka topeng mereka sebenarnya, meskipun mereka disebut sebagai wakil rakyat, yang diharapkan menjadi penyambung lidah rakyat, justru kita lihat keputusan-keputusan yang mereka buat mengkhianati amanat rakyat yang memilihnya. Mereka justru menjadi pendukung bagi para kapitalis yang mencekik rakyat.
Berbeda ketika kita mau melihat bagaimana Islam mengatur terkait wakil rakyat, dalam Islam ada Majelis Umat, yaitu majelis yang beranggotakan orang -orang yang mewakili kaum Muslim dalam memberikan pendapat sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan/nasihat mereka dalam berbagai urusan. Ahlu Syura mewakili masyarakat secara representatif. Mereka betul-betul mewakili rakyat dalam aspirasinya, mereka mewakili seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Sehingga Khalifah sebagai kepala negara akan mendengar aspirasi seluruh rakyat yang dipimpinnya.
Para penguasa dalam Islam tidak boleh memutuskan hukum yang itu bertentangan dengan apa yang sudah Allah tetapkan. Ketika Allah dan RasulNya menetapkan bahawa BBM itu milik umum, maka tidak akan dijadikan milik negara, apalagi individu. Jika Khalifah bertindak menyalahi aturan, maka Majelis Umat akan melakukan muhasabah atas kebijakan Khalifah, bukan mendukung kesalahannya. Semua itu semata - mata karena para pejabat dan penguasa itu bertindak karena dorongan taqwa kepada Allah SWT. Rakyat akan aman, terlindungi oleh para pemimpinnya, karena penguasa tulus mencintai rakyatnya. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya al Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang berlindung dan berperang dibelakangnya).” (HR. Bukhari, Muslim).
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar