Oleh : Ismawati
Makin hari tingkah laku generasi muda makin mengkhawatirkan. Generasi yang seharusnya menjadi aset bangsa ini, justru tenggelam dalam perbuatan buruk. Padahal, peran mereka sangat dibutuhkan bagi negeri ini. Kecerdasan, fisik yang kuat, dan kematangan berfikirnya mampu membawa peradaban jadi lebih maju.
AZ (15) dan ZA (14) adalah dua bocah di bawah umur yang dibawa ke kantor Polisi karena kedapatan menghisap lem Aibon di sekitaran Tugu Empat Lawang, Kamis (25/08/2022) sore. Kapolsek Tebing Tinggi, AKP Fauzi Saleh sedang melintas di lokasi dan mempergoki AZ dan ZA sedang menghisap lem Aibon pada pukul 16.00 WIB (TribunSumsel.com, 25/8/22).
Sedihnya, kedua pelaku ini adalah remaja putus sekolah yang sering menghisap lem Aica Aibon bersama teman-temannya di seputaran Kelurahan Pasar Tebing Tinggi. Keduanya lalu diamankan di kantor polisi, diberikan pembinaan serta akan menghadirkan orang tuanya, kemudian dibuatkan surat pernyataan tidak mengulanginya lagi.
Rantai Kerusakan
Sebenarnya potret generasi rusak seperti ini tidak berdiri sendiri. Ibarat rantai, semua saling terkait dan berkesinambungan. Banyak faktor yang memengaruhi, diantaranya minimnya keimanan, faktor lingkungan, pendidikan, keluarga, hingga kurangnya pengawasan dari negara.
Saat ini generasi muda semakin tergerus iman dan takwa mereka. Agama dijauhkan dari kehidupan. Agama dianggap sekadar mengatur ranah ibadah saja. Sementara dalam kehidupan, mereka bebas melakukan sesuai kehendak sendiri. Alhasil, standar perbuatan mereka tanpa filter halal dan haram. Lihat saja bagaimana mungkin remaja usia sekolah bisa kepikiran untuk mabuk.
Belum lagi dari segi lingkungan, circle pergaulan yang tidak sehat. Hanya sekadar ikut-ikutan teman yang mabuk. Kalau tidak mabuk, kurang keren atau bahkan bisa dijauhi dari teman sebayanya.
Terlebih, jauhnya pula generasi muda dengan pendidikan. Banyak remaja yang akhirnya putus sekolah dengan beragam alasan. Mulai dari sebab ekonomi, lingkungan, hingga kurangnya pengawasan pendidikan. Lebih dari itu, kualitas pendidikan hari ini tak mampu mencetak generasi unggul dan terbaik. Tapi, generasi yang materialistik.
Terakhir, kurangnya pengawasan dari orang tua dan negara. Ibu adalah sekolah pertama anaknya. Fungsi dan peran seorang ibu jika dijalankan dengan baik, maka akan membawa kebaikan bagi generasi. Sayangnya, saat ini peran ibu sebagai pendidik anak, tergantikan dengan peran ibu sebagai tulang punggung. Ibu menghabiskan waktu untuk membantu ekonomi keluarga, sementara anak luput dari pengawasan orang tua.
Pun demikian halnya dengan negara. Negara tidak menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab kehidupan rakyat, terutama kehidupan generasi muda. Biaya pendidikan mahal, ekonomi karut-marut, dan banyak anak terjebak pergaulan bebas.
Putuskan Rantai Kerusakan
Dengan melihat beragam kerusakan yang dialami generasi muda hari ini, sudah saatnya memutuskan rantai kerusakan. Jangan sampai rantai tersebut terus terkait dan menimbulkan ikatan baru. Kerusakan generasi tiada habisnya dan semakin rusak pula kualitasnya.
Maka, dibutuhkan sebuah sistem untuk mengatur yang sahih (benar) untuk mengatur kehidupan manusia. Sistem ini adalah Islam. Sebab, Islam bukan hanya sekadar agama yang mengatur ibadah ritual saja, tapi juga mengatur kehidupan.
Dalam mengatasi kerusakan generasi, Islam mengharuskan individu memiliki iman dan takwa. Sehingga, kita sadar bahwa setiap perbuatan kita kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Penanaman iman (akidah) ini bisa melalui pendidikan atau pembinaan individu. Dengan demikian, suasana atau circle kehidupan bermasyarakat akan tumbuh suasana islami. Di mana kehadiran mereka akan senantiasa berupaya melakukan amar makruf nahi mungkar kepada sesama manusia. Kehidupan generasi Islam akan mencerminkan pribadi yang bertakwa sesama mereka.
Pendidikan di dalam Islam bertujuan mencetak generasi yang bukan hanya unggul di bidang ilmu pengetahuan, tapi juga unggul dalam beragama. Pendidikan berbasis Islam yang terbaik dan berkualitas tidak boleh berbiaya mahal, karena sudah menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya.
Negara akan menyadari posisinya sebagai penanggungjawab rakyat. Sebagaimana hadis Nabi Saw. "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, sudah saatnya menyadari bahwa segala kerusakan yang timbul adalah karena tidak menerapkan syariat Islam untuk mengatur kehidupan. Jadilah bagian dari perjuangan menerapkan syariat. Agar, Allah Swt. menyegerakan pertolongan-Nya dalam menyelamatkan generasi. Aamiin.
Wallahua'lam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar