Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Peristiwa berdarah terjadi lagi untuk yang kesekian kali. Tawuran dua kelompok remaja di Bekasi berujung pada tewasnya korban yang lewat saat kejadian. Peristiwa nahas itu juga menelan satu orang korban luka parah. Dari kejadian itu, penyidik Polres Metro Bekasi Kota menetapkan sebanyak 5 orang sebagai tersangka. Mirisnya lagi hasil identifikasi Polres Metro Bekasi Kota menyatakan bahwa sebanyak 3.000 remaja terindikasi terlibat dalam gerakan gangster di wilayah Kota Bekasi. (Sindonews.com, selasa 16/08/2022)
Tidak berhenti sampai disini, diawal bulan september masih dibuka dengan kriminalitas remaja Bekasi. Sebagimana dilansir di kompas.com sebuah video yang memperlihatkan belasan remaja menenteng dan mengacungkan senjata tajam beredar di media sosial. Dalam rekaman video tersebut, tampak belasan remaja itu mengendarai sepeda motor dan berkonvoi sambil mengacungkan senjata tajam.
Mereka konvoi sambil berteriak 'timur, timur'. Mereka juga membunyikan klakson. "Meresahkan! Puluhan remaja membawa sajam di Jl.Juanda Kota Bekasi," demikian keterangan dalam video tersebut. Kelompok remaja itu diduga merupakan gangster yang kerap meresahkan warga Bekasi. Kapolsek Bekasi Timur AKP Ridha Poetera Aditya mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui kapan konvoi itu terjadi dan kapan video tersebut diambil. (Kompas.com jumat, 02/09/2022)
Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi, polisi menyimpulkan ada tiga klaster pelaku, yakni klaster penyakit masyarakat, kenakalan remaja, dan pelaku kriminal. Fakta-fakta di atas jelas menjadi bukti kuat bahwa persoalan remaja hari ini bukan sekedar persoalan kenakalan remaja biasa, melainkan problem sistemik. Hal ini tidak akan mampu diselesaikan dengan solusi parsial seperti biasa. Pemerintah harus melakukan upaya serius untuk menekan angka tawuran. Sebelum melakukan solusi atas permasalahan ini, perlu digali lebih dalam apa yang menjadi penyebab tawuran. Apa yang menjadi penyebab tawuran di kalangan remaja?
Setidaknya ada empat faktor yang membuat remaja terlibat tawuran:
1. Faktor internal remaja, gejolak emosi remaja yang masih labil membuat para remaja mudah terpengaruh pergaulan. Remaja adalah masa seorang anak ingin mencoba sesuatu, mereka tidak peduli apakah yang dia lakukan itu berdampak positif atau negatif. Usia remaja usia yang masih labil, mereka ingin mencoba segala hal. Dari sini akan berdampak pada prilaku remaja tersebut.
2. Faktor keluarga, rumah tangga yang dipenuhi kekerasan jelas berdampak pada anak. Anak ketika remaja belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Selain itu kurangnya kasih sayang dari orang tua juga berdampak pada anak. Dampaknya anak akan mencari kesenangan di luar rumah, tak ayal hal ini akan menarik anak pada pergaulan yang kurang baik contohnya tawuran.
Tak sedikit orang tua "yang cuek" dengan kondisi anak-anaknya. Mereka sibuk bekerja demi menghidupi keluarga. Anak-anak diserahkan ke sekolah, harapannya keluar dari sekolah anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholeh dan berprestasi tanpa harus capek-capek mendidiknya. Sekolah ibarat laundry. Orang tua tidak peduli lagi dengan perkembangan anaknya. Lebih miris lagi mereka tidak mempedulikan teman-teman dari anak-anaknya.
3. Faktor pendidikan, Remaja yang tawuran rata-rata masih duduk di bangku sekolah. Sekolah "belum mampu" mencetak remaja yang mengimplementasikan pelajaran yang dienyam di bangku sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan prestasi yang mereka ukir justru sebaliknya tawuran, hal ini membuat noktah merah dunia pendidikan.
Dunia pendidikan punya PR besar melahirkan remaja yang berkepribadian tangguh yang mampu terjun ke masyarakat. Tak sedikit dalam benak remaja saat ini sekolah hanya untuk mencari nilai akademis saja. Namun nilai-nilai kemanusiaan mereka tidak pedulikan.
Keberadaan remaja krisis jati diri ini merupakan akibat penerapan sistem sekulerisme di negeri ini. Dengan sistem pendidikan sekulernya, menjadikan generasi terampas jati dirinya sebagai seorang muslim. Mereka tak memahami konsep hidup yang benar sebagaimana Islam memandang, mereka justru terjerumus pada gaya hidup sekuler yang mendewakan kebebasan. Kekuatan potensi mereka justru terarahkan pada tindakan anarkis, premanisme bar-bar yang membuat mereka gila label eksis dalam pengertian yang keliru. Bagaimana bisa kuat, keren hebat tapi dengan berbagai jalan maksiat yang jelas-jelas meresahkan masyarakat.
4. Faktor lingkungan, lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya, lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomorduakan pelajar, juga lingkungan kota yang penuh kekerasan. Semuanya dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung munculnya perilaku berkelahi.
Selain itu banyak lingkungan yang "cuek" dengan kondisi remaja saat ini. Mereka tidak peduli dengan apa yang dilakukan remaja di lingkungannya. Lingkungan seolah abai terhadap prilaku remaja saat ini.
Butuh upaya serius dari keluarga, lingkungan dan negara untuk memutus tawuran remaja. Ketiga komponen ini harus bekerja keras untuk mengembalikan potensi remaja yaitu sebagai estafet kepemimpinan bangsa. Berharap pada sistem sekulerisme saat ini tak ayalnya hanya mengukir mimpi buruk. Butuh sistem yang mampu mengembangakan potesi remaja. Sistem yang bersumber dari wahyu Illahi, yaitu sistem Islam.
SOLUSI
Stop! Tawuran harus dihentikan, agar semua pihak tidak dirugikan. Agar tidak terjadi korban yang cukup banyak. Sedih, melihat kondisi bangsa seperti ini. Remaja adalah pengisi peradaban masa depan. Penanaman nilai-nilai yang baik harus dimulai saat ini, agar kelak nantinya para remaja dapat mengisi peradaban masa depan. Harus ada peran dari keluarga, masyarakat dan negara agar dapat memutus mata rantai tawuran dikalangan remaja.
Mereka juga harus memiliki kemampuan politik yang baik sehingga bisa membaca setiap fakta yang ada, menelaah berbagai kerusakan karena Islam tak diterapkan. Dengan begitu potensi remaja tergiring pada arah yang benar, yakni arah kebangkitan peradaban Islam yang penuh kemuliaan. Mereka akan mengambil perannya, menjadi ujung tombak perubahan hingga kemerdekaan hakiki bisa diwujudkan di kancah kehidupan.
Peran keluarga, keluarga terutama adalah orang tua adalah orang yang penting bertanggung jawab atas perkembangan anak-anaknya. Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan aqidah (pondasi keimanan) kapada anak-anaknya. Aqidah ini sebagai pondasi keimanan yang akan dijadikan anak untuk menjalankan Kehidupan sehari-hari. Standart halal-haram senantiasa melekat pada diri anak. Hal ini sangat penting bagi perkembangan anak.
Peran lingkungan, anak terutama para remaja tidak hanya berinterksi dengan keluarganya. Anak juga butuh berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Lingkungan yang cuek akan menjerumuskan remaja pada hal-hal yang negatif. Lingkungan sebagai pengontrol dari prilaku negatif. Hal ini sebagaimana dicontohkan pada masa Rasulullah dan para shahabat. Di masa Rasulullah kaum munafik sekalipun tidak berani menampakkan apa yang mereka sembunyikan. Pada zaman kekhilafahan Abbasiyah ada orang-orang fasik (jumlahnya sedikit) diam-diam ingin meminum seteguk khamr. Mereka takut apa yang mereka lakukan diketahui oleh masyarakat. Pengawasan masyarakat dalam bentuk amar ma’ruf nahi munkar merupakan asas menopang Kehidupan masyarakat Islam.
Selain masyarakat negara juga berperan dalam memutus mata rantai tawuran dikalangan pelajar. Negara sebagai pelaksana hukum, negara harus memberlakukan hukuman yang tegas kepada para pelajar yang terbukti melakukan tawuran. Selain itu negara juga harus menerapkan sistem pendidikan yang berlandaslan aqidah Islam agar para remaja memiliki pondasi keimanan yang kuat dan mempunyai visi kedepan untuk membangun bangsa dan negara.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar