Oleh: Lindawati (Jembrana-Bali)
Bukan ingin menjadi orang yang tidak bersyukur atas nikmat Allah. Bukan pula ingin memberontak terhadap takdir yang telah digariskan. Tetapi semakin kesini, semakin sempit gerak untuk mencari ketenangan dan kenyamanan dalam keimanan.
Bukan tanpa sebab, dunia semakin hari semakin kacau dengan kepemimpinan yang tidak jelas dan adu kuasa. Seolah milik sendiri sehingga bisa mengatur dunia seenaknya dan tak menghiraukan kehidupan makhluk yang lain. Beragam kerusakan telah terjadi, tetapi hanya sabar yang dihimbau untuk dilakukan.
Tak terkecuali masalah kesempitan harta yang dirasa tak pernah tercukupi jika dibelanjakan hari ini. Seolah harta adalah segalanya. Harta dianggap sebagai satu-satunya bentuk rezeki yang diberikan. Padahal rezeki bisa beragam bentuk, seperti kesehatan dan ketenangan dalam beribadah.
Semua umat muslim khususnya, dari dulu mengerti dan melekat di hati, mana rezeki yang halal dan haram, mana yang berkah atau tidak berkah, tetapi semakin hari banyak yang melupakan serta mengabaikan arti rezeki itu sendiri.
Rezeki dalam arti harta, sudah banyak disalahartikan. Bahkan sudah banyak yang mengambil jalan pintas, sampai melupakan mana yang benar dan mana yang salah. Alhasil keberkahan rezeki sangat sulit didapatkan.
Lihatlah saat negeri muslim sedang berperang melawan Negara kafir harbi, secara fisik maupun pemikiran, banyak sekali kisah yang mengabarkan bahwa kaum muslim dilanda kemiskinan, kelaparan, siksaan, dan derita. Akan tetapi, rezeki bagi setiap orang masih tetap diberikan oleh Allah selama mereka masih hidup. Dengan kondisi yang lemah seperti itu, tetapi tetap istikomah di jalan Allah, maka rezeki yang didapat pasti berkah. Bahkan kaum muslim dapat memenangkan peperangan itu.
Akan tetapi, kondisinya akan berbeda ketika duka lara ini memang sengaja diciptakan oleh penguasa dan mezalimi rakyatnya. Kebijakan yang diciptakan selalu berdampak pada ekonomi rakyat, hingga tak tahu bagaimana lagi cara mencari rezeki. Lalu solusi yang diberikan hanyalah bersabar dan terus berdoa.
Bersabar dan terus berdoa memang dianjurkan, tetapi bukan ini yang sekarang harus dilakukan. Harus ada upaya lebih supaya umat sadar dan bangkit bahwa mengubah kondisi tidak bisa dilakukan hanya dengan bersabar dan berdoa saja. Bukan pula pesimis atas tindakan yang belum nampak hasilnya. Apalagi apatis terhadap kondisi sekitar. Lihatlah kondisi ini dengan sebenar-benarnya. Cermati dan lakukan aksi nyata, kalau perlu bongkar makar para penguasa dan oligarkinya itu.
Wallahu a’lam bish showab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar