Hukum Jera Penodaan Agama


Oleh : Ismawati

Beberapa waktu lalu, viral di media sosial Twitter cuitan Eks Ketua Umum Ganjarist, Eko Kuntadhi yang bernada menghina Ustazah Imah Fatimatuz Zahra atau yang akrab disapa Ning Imaz. Diketahui bahwa Eko Kuntadhi mencuit serta mengunggah video Ning Imaz yang berbicara soal tafsir surat Ali Imran ayat 14. Dalam video yang diunggah Eko Kuntadhi bertuliskan kalimat kotor yang keji. Usai cuitan tersebut, sejumlah pihak pun banyak yang mengecam. 

Dalam kasus ini, ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, menilai bahwa Eko sebenernya berpotensi melakukan pelanggaran sejumlah pasal. Dijelaskan Chandra, Eko Kuntadhi terindikasi dan berpotensi melecehkan tafsir ayat Al-Quran. Sehingga, Eko dianggap sama saja melecehkan Al-Quran. Tindakan ini dapat dinilai memenuhi unsur pasal penodaan agama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP. 

Lebih lanjut, Chandra menyatakan tindakan Eko Kuntadhi tergolong menghina dan merendahkan kredibilitas Ning Imaz yang memiliki otoritas menjelaskan tafsir al-Qur'an. Hal ini diduga melanggar ketentuan pasal 310 KUHP terkait menyerang kehormatan atau nama baik seseorang (Republika.co.id, 17/9/2022).


Penodaan Agama Semakin Jadi

Ya, permasalahan penodaan agama di negeri ini ibarat jamur di musim hujan. Terus tumbuh subur dan berkembang biak. Kasus penodaan agama bukan kali pertama terjadi. Setiap muncul kasus baru, tumbuh lagi kasus berikutnya.

Wajar saja, saat ini kita berada dalam sistem Demokrasi yang mengemban liberalisme (kebabasan). Setidaknya, ada empat kebebasan yang diatur, yakni kebebasan beragama, berpendapat, bertingkah laku, dan kebebasan pers. Kebebasan berpendapat inilah yang mengakibatkan manusia mudah mengemukakan opini mereka yang berujung kebablasan.

Asas kebebasan ini pula yang membiarkan jempol dan pikiran bebas mengekspresikan kalimat buruk di sosial media. Padahal, tanpa disadari setiap apapun yang kita lakukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Terkikisnya iman telah menjadikan diri mudah menghina syariat agama. Agama dipisahkan dalam kehidupan. Sehingga, manusia bebas melakukan sesuatu sesuai kehendak sendiri. 

Kemarahan pun hanya muncul sekadar kecaman tanpa sanksi tegas. Negara tidak hadir dalam melindungi penghormatan agama. Disaat akan dikenakan sanksi, disaat itu pula masalah selesai hanya dengan permintaan maaf. Padahal, tanpa disadari akan terus muncul kasus-kasus penodaan agama yang baru.

Adanya Undang-Undang (UU) Penodaan Agama pun tidak mampu menghalau kemunculan para penoda agama. Akankah kita terus membiarkan agama Islam yang mulia, beserta para pengemban dakwahnya terus menerus dihina? Akankah hati kita mati saat agama ini dihina?


Islam Agama Mulia

Buya Hamka pernah berkata, "Jika kamu diam saat agamamu dihinda, maka gantilah bajumu dengan kain kafan".

Sejatinya, perkataan ini harusnya memantik semangat bagi kaum Muslim untuk tidak diam ketika agamanya dihina. Sebab, Islam adalah agama mulia, agama yang berasal dari Allah Swt. melalui Rasulullah Saw. sebagai penyampai risalah. Karena Beliau, manisnya Islam dapat terasa pada kita hingga saat ini.

Oleh karena itu, dalam Islam tidak mengenal sekularisme, semua manusia terikat dengan syariat Allah Swt. Sehingga, Islam tidak mengenal kebebasan (liberalisme) yang kebablasan. Agama adalah sesuatu yang wajib dijaga kemurniannya. Marah karena agamanya dihinda bukan perkara berlebihan. Itu karena bukti keimanan masih ada dalam jiwa kaum Muslim.

Maka, Islam akan memberikan sanksi tegas pada siapa saja yang tega mengolok-olok agama. Sanksi tegas ini diberikan kepada pelaku penodaan agama untuk membuat efek jera. Sehingga, tidak ada lagi pelaku penodaan agama. 

Menghina atau mengolok-olok adalah perbuatan buruk, yang tidak dibenarkan dalam agama apapun. Maka, umat Islam harus peka mengembalikan marwah (kehormatan) agama. Dengan cara menerapkan syariat Islam sebagai satu-satunya aturan dalam kehidupan. 

Wallahua'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar