Kota Layak Anak (KLA) Menjamur, Mengapa Kekerasan Pada Anak Semakin Subur?

 

Oleh : Amallia Fitriani 

Kota Layak Anak (KLA) makin banyak diangkat dan dijadikan prioritas pembangunan daerah. Bahkan pada tahun 2022 ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kembali menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) kepada 320 kabupaten/kota. 

Melihat banyaknya daerah yang menjadi wadah sebagai KLA yang diharapkan mampu mengurangi kasus kekerasan terhadap anak, namun faktanya kasus kekerasan pada anak malah semakin banyak terjadi dengan beragam modusnya, bahkan tidak pernah terselesaikan dengan tuntas.

Dilansir dari situs online, Kompas.com diberitakan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat bahwa laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

"Berdasarkan Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) sepanjang 2019-2021, terjadi peningkatan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak," kata Menteri PPPA Bintang Puspayoga.
Angka laporan kasus kekerasan terhadap anak tercatat meningkat dari 11.057 pada 2019, 11.278 kasus pada 2020, dan menjadi 14.517 kasus pada 2021. Jumlah korban kekerasan terhadap anak juga meningkat dari 12.285 pada 2019, 12.425 pada 2020, dan menjadi 15.972 pada tahun 2021. (Kompas.com, 20/01/2022) 

Data-data yang ada tersebut adalah kasus yang terlaporkan, bahkan bisa jadi kasus yang tak terlaporkan lebih banyak dari data tersebut. Banyaknya laporan kasus kekerasan pada anak ini tentu saja menimbulkan tanya, mengapa semakin hari kasus kekerasan terhadap anak semakin banyak, bak wabah yang menyebar dengan cepat. Padahal pemerintah telah mencanangkan program Kota Layak Anak (KLA), lantas seperti apakah solusi yang tepat untuk menangani permasalahan ini?


Kegagalan Sistem Kapitalis-Sekuler 

Jika kita cermati lebih mendalam, permasalahan kekerasan pada anak ini disebabkan oleh banyak faktor. Para ahli dan pemerhati anak sudah banyak memaparkan penyebab terjadinya kekerasan pada anak, mulai dari pola asuh yang salah, kemiskinan, pergaulan bebas, pendidikan, pornografi, dan masih banyak lagi. Artinya permasalahan kekerasan pada anak adalah perkara kompleks dan sistemik. Oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang bersifat sistemik pula.

Dimulai dari kesalahan pola asuh orang tua yang tidak memahami bagaimana anak seharusnya diperlakukan, kebanyakan orang tua abai terhadap perannya sebagai penjaga generasi. Sibuknya orang tua dalam urusan ekonomi hingga semakin tingginya biaya hidup dan pendidikan membuat orang tua tak lagi memiliki banyak waktu membersamai anak. Semakin tebalnya sikap individual turut menyebabkan sikap minim dalam melindungi, mendidik dan mengawasi anak-anak dalam pergaulan baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar.

Ditambah lagi runtuhnya moral keluarga akibat minimnya keimanan dan pornografi yang mudah di akses menyebabkan cukup banyak munculnya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak. Bukan rahasia umum lagi banyak kasus keluarga sendiri menjadi korban kekerasan seksual dari orang tua, saudara (tiri dan kandung), kerabat maupun sanak keluarga yang bermental bejat.

Dunia pendidikan pun menyumbang hal yang sama. Minimnya pendidikan akhlak dan moral di sekolah menjadikan kekerasan di sekolah juga meningkat tajam. Kasus bullying oleh teman sekolah hingga kekerasan oleh guru marak terjadi. Bahkan belakangan kasus kekerasan di sekolah hingga berujung hilangnya nyawa anak semakin banyak terjadi.

Belum lagi, lemahnya regulasi dalam melindungi korban kekerasan. Banyak pelaku yang mendapat hukuman terlalu ringan hingga tidak memberikan efek jera. Hal itu menjadikan pelaku kekerasan justru makin berani menjadi predator kekerasan terhadap anak tanpa merasa takut dihukum.

Semua faktor penyebab ini menunjukan kegagalan negara dalam melindungi anak dan kemandulan program KLA untuk memberikan jaminan sistem lingkungan yang dibutuhkan anak. Inilah akibat dari penerapan sistem kapitalisme sekuler dalam melindungi anak-anak dari kekerasan.

Oleh karena itu, sekedar merebutkan penghargaan KLA tanpa melakukan perbaikan sistem, harapan terwujudnya kota layak anak hanya sebatas angka di kertas saja. Kompleksnya permasalahan kekerasan pada anak memang bukan masalah mudah untuk diselesaikan. Namun, dibutuhkan keseriusan dan kerja keras semua elemen bangsa.

Permasalahan ini harus dicabut dari akar permasalahannya yaitu penerapan sistem kapitalis-sekuler yang menjadi akar dari seluruh persoalan manusia.


Islam Solusi Tuntas 

Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam memiliki seperangkat solusi yang memudahkan umat manusia menghadapi segala macam problematika dan permasalahannya. Hanya dengan penerapan sistem Islam secara Kaffah segala macam kasus kekerasan pada anak ini akan bisa teratasi dan terselesaikan. 

Dalam Islam, negara adalah penanggung jawab utama urusan rakyat. Setiap kebijakan yang dibuat tentunya untuk kemaslahatan rakyat. Salah satu fungsi negara adalah menjamin hak jiwa dan kehormatan setiap warga negara, termasuk didalamnya anak- anak.

Dalam Islam perlindungan pada anak dilakukan dalam setiap ranah sebagai berikut: 
Pertama, ranah akidah. Dalam Islam negara wajib membina akidah masyarakat sehingga setiap perilaku masyarakat didasari pada ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, pada tataran praktis, negara mengharuskan penanaman akidah Islam pada setiap individu baik melalui pendidikan formal maupun non formal dengan berbagai sarana, sehingga mampu memunculkan rasa takut untuk bermaksiat kepada Allah.
Kedua, ranah ekonomi. Negara wajib menerapkan ekonomi Islam yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu baik langsung maupun tidak langsung dengan pemberian fasilitas umum secara cuma-cuma dan mendorong setiap kepala keluarga untuk bekerja memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Sehingga tidak akan ada orang tua yang menelantarkan anaknya hanya karena kemiskinan dan tidak akan ada orang tua stress karena tidak memiliki pekerjaan sehingga menjadi pemicu kekerasan kepada anak dan perempuan.
Pengaturan sistem ekonomi Islam ini juga akan mengembalikan peran ibu kepada fitrahnya sebagai ummun wa rabbatul bait yang akan mendidik dan menjaga anak-anak mereka di rumah. Kewarasan ibu akan terus terjaga karena kebutuhan hidupnya terpenuhi dengan layak, sehingga mampu menciptakan surga dalam rumah-rumah mereka.
Ketiga, ranah sosial. Untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak. Sistem sosial sangat besar pengaruhnya. Oleh karena itu khalifah sebagai kepala negara wajib menerapkan sistem sosial dalam Islam yaitu dengan mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan sesuai syariat, yakni dengan mewajibkan laki-laki dan perempuan memahami batasan aurat, melarang menampakkan aurat, melarang khalwat atau berdua-duaan, melarang bercampur baurnya laki-laki dan perempuan tanpa keperluan syari, dan memerintahkan untuk menundukan pandangan pada yang diharamkan. Selain itu, pornoaksi dan pornografi akan dilarang agar mencegah timbulnya nafsu yang tidak pada tempatnya. Negara juga melarang beredarnya konten-konten, tontonan, bacaan yang berbau pornografi dan memastikan memblokir semua situs-situs tersebut. Negara juga akan melarang beredarnya miras yang juga bisa memicu kekerasan.
Keempat, ranah hukum. Untuk menjamin terwujudnya ketiga poin diatas, maka negara wajib menerapkan sistem sanksi yang tegas atas pelanggaran yang dilakukan. Memberikan sanksi tegas bagi pelaku akan mampu memberi efek jera baik bagi pelaku maupun masyarakat, sebagaimana tindakan Rasulullah SAW yang mengepung Yahudi Bani Qainuqa dan mengusir mereka dari Madinah kerana telah berani melecehkan kehormatan seorang perempuan muslimah di Pasar Bani Qainuqa.

Tentu saja, semua itu tidak akan bisa terwujud jika tidak didukung oleh sistem yang sempurna. Maka, untuk mewujudkan keamanan dan ketentraman rakayat, khususnya mewujudkan rasa aman jiwa dan raga baik bagi tumbuh kembang anak-anak bangsa yang akan menjadi penerus kepemimpinan di masa depan, sudah saatnya bangsa ini memikirkan solusi mendasar yakni mengganti sistem kapitalis-sekuler saat ini dengan kembali menerapkan sistem Islam secara Kaffah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Wallahu a’lam bishawab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar