Menyusahkan Rakyat adalah Kezaliman


Oleh: Nuryanti (Lisma Jembrana Bali)

Pemimpin atau penguasa pada hakekatnya adalah pelayan rakyat yang wajib melindungi dan mengayomi rakyat dalam keadaan apapun, baik dari sandang, pangan, maupun papan. Penguasa juga harus mengurusi keadaan mereka secara lahir dan bathin. Selain itu, penguasa berperan agar selalu mengutamakan kemaslahatan rakyat dan tidak menyusahkan rakyat, dan menjauhkan apa saja yang dapat merugikan, membahayakan dan menyengsarakan rakyat, karena kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas perlakuannya terhadap rakyat. 

Adapun fakta yang sudah dilakukan penguasa adalah berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh penguasa seharusnya. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tidak berdasar pada kesejahteraan rakyat, malah membuat rakyat semakin terjepit dan sengsara. Saat ini kebijakan yang cukup membuat rakyat bergejolak adalah kenaikan harga BBM. Karena kebijakan ini dirasa tidak berpihak kepada rakyat dan tidak melihat dampak yang akan ditimbulkan.

Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa membuat sebagian masyarakat merasa gerah dan melakukan aksi-aksi demonstrasi terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Masyarakat mengkritisi kenaikan BBM, penghapusan subsidi pertalite, beban listrik yang semakin naik, pengalihan kompor gas ke kompor listrik, dll. Sungguh banyak kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat terzalimi.

Aksi-aksi demonstrasi seperti ini wajib kita lakukan kepada penguasa dalam mengkritisi kebijakannya, asalkan dengan cara yang arif dan sopan, dengan tidak merugikan orang lain dan merusak lingkungan. Disebut kewajiban dalam mengkritisi kenaikan BBM karena SDA adalah milik rakyat bukan milik penguasa oligarki.

Disamping itu juga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa dengan menaikkan harga BBM akan berdampak ke seluruh lapisan masyarakat mulai dari kebutuhan primer maupun sekunder. Saat ini telah nampak dampak tersebut.

Melihat kondisi seperti inilah sungguh miris dirasa oleh sebagian masyarakat kita sekarang. Belum pulih dari dampak pandemi Covid-19, ternyata muncul beban lagi dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Semua serba mahal, tetapi tidak ada subsidi lagi.

Inilah yang dinamakan penindasan secara sistematis atau kezaliman yang terstruktur akibat dari sistem kapitalisme-liberalisme yang diadopsi dan diterapkan di negara ini. Sistem yang mengharuskan ada peran dan campur tangan negara ditekan seminimal mungkin. Segala urusan harus diserahkan kepada mekanisme pasar sebagaimana doktrin kapitalisme-liberalisme. Subsidi tidak boleh ada, kalaupun ada akan dianggap sebagai beban dan menjadi problem ekonomi.

Sistem pengelolaan SDA, termasuk migas yang katanya milik rakyat tidak boleh dikelola negara, tetapi harus diserahkan kepada swasta dalam negeri dan asing. Pengelolaan mekanisme pasar juga harus dilakukan sesuai pemilik modal terbesar. Sebagai akibat dari penerapan sistem kapitalisme-liberalisme ini kezaliman kepada rakyat akan terus terjadi.

Rakyat tak boleh  tinggal diam. Segeralah sadar bahwa semua ragam kezaliman merupakan bentuk penyimpangan dari petunjuk, peringatan dan hukum-hukum Allah swt. Allah telah memperingatkan akibat dari semua itu melalui firmanNya, TQS. Thaha (20) 124 yang artinya “Siapa saja yang berpaling dari peringatanKu (Al Qur'an), maka sungguh bagi dia penghidupan yang sempit.”

Jika kezaliman terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan negara akan mengalami kebangkrutan atas apa yang sudah diterapkan. Karena SDA yang dimiliki akan habis dikuasai oleh asing, dan negara hanya akan menjadi budak atas eksplorasi tersebut. Lambat laun negara akan mengalami kebangkrutan dengan menjual aset-aset yang masih ada.

Solusinya sederhana saja seperti yang sudah Allah swt jelaskan yaitu kembali kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah, yaitu kembali menerapkan syariahNya. Oleh karena itu, saatnya kita bersegera untuk menerapkan syariah secara kaffah untuk mengatur semua urusan individu dan masyarakat dalam bentuk negara yang menerapkan sistem Islam untuk kemaslahatan rakyat bukan sistem negara sekuler dalam bentuk demokrasi.

Wallahu a’lam bish showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar