Akankah UU IKN Berpotensi Menjadi Beban Masa Depan Bangsa?


Oleh : Rosliyani

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID bahwa Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), Bambang Susantono, menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan tiga hal untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara yang layak huni. Salah satunya yakni dengan menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) terkait insentif bagi pelaku usaha dan investor yang akan melakukan usahanya di IKN. Bambang mengatakan, ada beberapa insentif yakni fiskal dan non fiskal yang dirancang bersama kementerian terkait untuk menarik para investor. Hal ini disampaikan Bambang usai rapat bersama dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (4/10).  

“Untuk membuat para investor nanti dapat menanamkan modalnya, menanamkan usahanya, melakukan usaha di IKN Nusantara dengan sebaik-baiknya. Itu akan bermanfaat buat semua pihak, mereka yang bermukim di sana ataupun oleh pelaku usaha itu sendiri,” kata Bambang saat konferensi pers di Kantor Presiden.

Bambang berharap, rancangan peraturan pemerintah terkait insentif ini dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Lebih lanjut, Bambang mengatakan, pemerintah juga menyiapkan Badan Usaha Milik Otorita yang akan menangani aspek-aspek kepengusahaan di IKN.

Menurut Bambang, pihaknya menerima banyak masukan saat melakukan sosialisasi bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) terkait Badan Usaha Milik Otorita. Badan Usaha Milik Otorita itu diharapkan akan membantu kelincahan Badan Otorita IKN dalam menciptakan iklim usaha yang baik dan berkelanjutan.

“Jadi kepengusahaan dalam IKN Nusantara itu akan ditangani oleh Badan Usaha Milik Otorita yang tentunya nanti akan ber-partner, melakukan deal-deal, melakukan strukturisasi ataupun financial engineering bersama-sama dengan para investor dan pelaku usaha lainnya dengan harapan agar ini dapat tercipta satu iklim usaha yang sangat baik dan juga keberlanjutannya. Jadi sustainability dari investment-nya juga akan kita perhatikan dengan baik ke depannya,” jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga akan melakukan jajak pasar atau market sounding sebagai kelanjutan dari sosialisasi peluang investasi yang telah dilakukan Badan Otorita IKN bersama Kadin. Menurut Bambang, Presiden Jokowi akan memimpin langsung jajak pasar tersebut dengan mengundang para investor potensial dan melakukan dialog dalam satu forum pada pertengahan Oktober nanti.

“Kita akan melakukan dialog satu forum yang saya kira ditunggu oleh banyak pihak, untuk mengetahui seberapa jauh kita sudah mempersiapkan apa-apa yang harus kita bangun, apa-apa yang kita harus upayakan, agar iklim usaha, iklim investasi, kemudian juga yang paling penting adalah kota itu sendiri kita siapkan sehingga nanti kita memiliki kota yang benar-benar green, smart, inclusive, resilient, dan sustainable ke depannya,” ungkapnya.

Tanggal 18 Januari 2022, merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia dengan disahkannya tentang RUU Ibu Kota Negara (IKN) menjadi UU oleh DPR RI dan Pemerintah. Sehingga, Indonesia akan mempunyai IKN baru menggantikn Jakarta. 

Ide pemindahan IKN ini pertama kali dicetuskan oleh Presiden Soekarno tanggal 15 Juli 1957. Soekarno memilih Palangkaraya sebagai IKN, dengan alasan Palangkaraya berada di tengah kepulauan dan wilayahnya luas serta ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu membangun IKN yang modern. Ide Soekarno tersebut tidak pernah terwujud dan menetapkan Jakarta sebagai IKN Indonesia dengan UU Nomor 10 tahun 1964 tanggal 22 Juni 1964.

Pada masa Orde Baru, tahun 1990-an era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono wacana pemindahan IKN Indonesia itu muncul kembali. Dan kota yang dipilihnya yaitu Jonggol. 

Namun, pemindahan IKN baru serius digarap oleh Presiden Joko Widodo, pada tanggal 29 April 2019. Jokowi memutuskan untuk memindahkan IKN keluar Pulau Jawa dan dicantumkan dlm RPJMN 2020 - 2024.

Adapun lokasi Ibu Kota Baru yang dianggap ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajem Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, sebagaimna dikutip Kompas. Com, (26/8/2022). 

Tentunya, pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan ini pastinya menimbulkan pro dan kontra. Tidak ada satu keputusan apapun yang memuaskan seluruh rakyat, namun keputusan yang memberi manfaat lebih besar kepada bangsa Indonesia harus didukung sebagai wujud kecintaan dan bakti kita kepada NKRI Atau bahkan justru berpotensi mengganggunya eksistensi dan menjadi beban masa depan bangsa? 

Karena landasan pertimbangan pembentukan UU IKN tidak memperhatikan perlunya penguatan pondasi pembangunan pencerdasan bangsa sebelum perjalanan bangsa melangkah lebih jauh. Juga akan berpotensi tidak terkendalinya keuangan negara,  mengingat terbatasnya dana pembangunan yang dimiliki oleh negara.  Apalagi di tahun 2024 mendatang lingkungan pemerintah kita akan menghadapi 2 agenda besar yaitu tantangan dalam menghadapi pemindahan IKN juga akan menghadapi kesiapan penyelenggaraan Pemilu 2024 mendatang. 

Presiden menyampaikan butuh dana kurang lebih Rp466 triliun untuk pembangunan IKN baru. Sebanyak 19% dana diambil dari APBN, sisanya dari Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), serta investasi langsung swasta dan BUMN.(Tribun News, 26/8/2019)

Pemerintah mengeklaim pembiayaan pemindahan IKN tidak akan berasal dari utang. Namun, menggantungkan dana pembangunan pada pihak swasta bukannya justru akan menambah resiko? 

Seperti yang terjadi saat ini, ancaman terhadap aset-aset strategi negeri saat ini yang dengan mudah akan berpindah tangan kepada swasta sebagai tumbal atas pembiayaan pembangunan yang telah dikeluarkan. 

Dapat kita simpulkan bahwa pemindahan IKN memang terasa sekali dipaksakan dan banyak kepentingan dari para pengusaha dan kapitalis. Kepentingan rakyat terutama terkait pengentasan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat tampak tidak menjadi prioritas Pemerintah.
Selama pandemi, masyarakat banyak yang tidak tersentuh bantuan sosial (bansos) dengan alasan keterbatasan anggaran. Pasca Pandemi juga, masyarakat merasa terbebani dengan meningkatnya harga- harga bahan kebutuhan pokok juga BBM. Tampak jelas pembangunan IKN justru menambah beban bagi perekonomian, tidak sejalan dengan tujuan pemerintah melindungi ekonomi rakyat.

Kenapa malah dana yang dibilang terbatas tersebut dipakai untuk membiayai pembangunan infrastruktur IKN baru? Sungguh miris!

Islam memandang bahwa negara atau pemerintah adalah pelayan umat (publik). Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat beserta kebutuhan lain demi hidup layak. Negara harus menyediakan segala kebutuhan sarana dan prasarana untuk hajat hidup rakyat, bukan malah menyusahkan rakyatnya.

Dalam Islam,  ibu kota bukan hanya sebagai simbol kekuatan negara. Tetapi, ibu kota merupakan tata kota sebagai sarana pembangunan infrastruktur pendukung, dan pelayanan negara yang baik bagi umatnya. 

Untuk itu, Islam memandang pentingnya pembahasan biaya dalam pembangunan infrastruktur. Al-‘Allamah Syekh ‘Abdul al-Qadim Zallum, dalam kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah menjelaskan bahwa ada tiga strategi yang bisa negara lakukan untuk membiayai proyek infrastruktur, yakni meminjam kepada negara asing (termasuk lembaga keuangan global), memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum (seperti minyak, gas, dan tambang), serta mengambil pajak dari rakyat.

Mengenai pinjaman dari negara asing atau lembaga keuangan global, strategi ini jelas keliru dan tidak dibenarkan syariat. Terlebih, ini merupakan jalan masuk penjajah untuk menguatkan hegemoni mereka. 

Mengenai memproteksi kepemilikan umum, Khalifah bisa menetapkan kilang minyak, gas, dan sumber tambang tertentu, seperti fosfat, emas, tembaga, dan sejenisnya. Pengeluarannya khusus untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Strategi ini boleh Khalifah tempuh dan juga merupakan kebijakan tepat untuk memenuhi kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur.

Adapun strategi menarik pajak, yaitu mengambil pajak dari kaum muslim untuk membiayai infrastruktur, hanya boleh dilakukan ketika baitulmal tidak memiliki kas. Itu pun hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana vital, serta hanya diambil dari kaum muslim yang laki-laki dan mampu, selain itu tidak boleh.

Islam sangat memperhatikan aspek kemandirian dan tidak menggantungkan pembiayaan pembangunan dari hasil pinjaman. Khilafah adalah negara mandiri dan terdepan sebagai implementasi hadis Rasulullah yang menyatakan Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam. Dengan filosofi ini, pembangunan ibu kota terlaksana dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

Benar bahwa membangun ibu kota bukan sesuatu yang mudah dan butuh waktu yang tidak sebentar. Akan tetapi, ketika berbicara tentang negara, haruslah berbekal visi politik. Jika tidak berbekal visi, alih-alih menunjukkan skala pengaruh di kancah global, gagasan ini justru berpeluang mangkrak dalam eksekusi. Jika pun berjalan, sekadar akan menjadi ladang pesta para pemodal. Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar