Konflik Terus Terjadi, Papua Butuh Solusi


Oleh: Rita Yusnita (Pegiat Literasi) 

Kerusuhan di tanah Papua seakan tidak pernah mereda. Seperti baru-baru ini terjadi di wilayah Ikebo, Kabupaten Dogiyai, pada Sabtu (12/11/2022), dilansir tvonenews.com. Konflik bermula dari kejadian ditabraknya seorang anak berusia 6 tahun hingga tewas oleh pendatang. Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Ahmad Musthofa Kamal menjelaskan, kecelakaan terjadi pada Sabtu (12/11/2022) sekitar pukul 14.30 Wit. Warga yang melihat kejadian itu kemudian melakukan penyerangan terhadap sopir dan membakar 1 unit rumah di arah kampung Mauwa dan 2 unit kendaraan truk. Dikatakan Kamal, sopir truk berinisial KM dan satu orang korban pembacokan oleh massa berhasil dievakuasi ke Mapolres Dogiyai karena sebelumnya massa merangsek maju ke Polres untuk mengambil sopir. Kemudian massa yang tergabung dari arah Kampung Mauwa dan Kamuu Selatan memaksa masuk dan membakar Pasar Ikebo, namun aksi massa tersebut berhasil dihalau dengan tembakan gas air mata oleh aparat gabungan yang berjaga dalam kota. Berdasarkan pantauan tim tvOne di lokasi kejadian, diduga ada seseorang yang tertembak sehingga membuat massa kembali melakukan aksi pembakaran. 

Menurut Ahmad, situasi hari ini sepenuhnya dapat dikendalikan oleh aparat keamanan yang ada di Kabupaten Dogiya. Petugas berjaga  sembari patroli jalan kaki dan memantau kerusakan akibat aksi anarkis yang dilakukan massa. “Dari pantauan aparat gabungan yang melakukan patroli terdapat 6 bangunan pemerintahan di Jalan Trans Nabire-Enarotali arah kampung Ekimanida yang dibakar,” ujarnya. Keenam bangunan yang dibakar massa yaitu Kantor BPKAD, Kantor Dinas Pendidikan, Kantor Keuangan, Kantor Inspektorat, Kantor Lingkungan Hidup dan Kantor Dukcapil. Aparat masih menunggu kondisi benar-benar kondusif untuk segera melakukan pendataan kerugian material dan korban jiwa maupun luka dalam peristiwa tersebut serta olah TKP oleh Satreskim Polres Dogiyai. Dari aksi anarkis tersebut, 1 orang mengalami luka bacok dan 2 anggota Polisi yang saat itu bertugas menghalau massa ikut menjadi korban. 

Papua, sebuah Provinsi yang terletak di pulau Nugini bagian barat atau west New Guinea dengan penduduk berjumlah hampir 4,30 juta jiwa (Hasil Sensus Tahun 2020) terdiri dari bermacam-macam suku. Pulau bergelar Tanah Mutiara Hitam ini seringkali terjadi konflik yang berujung korban jiwa. Konflik di Papua terus memanas sejak Tahun 2019, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sering menuai teror hingga bentrok dengan aparat keamanan. Masalah pelanggaran HAM adalah isu yang selalu mengemuka terkait problem Papua. Belum lagi kesenjangan kesejahteraan yang terjadi di masyarakat menjadi sebab kerusuhan antar warga terjadi. Lantas bagaimana seharusnya peran pemerintah agar kerusuhan di bumi Cenderawasih ini mereda?

Menurut Deputi Direktur Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP), Yuliana Langowuyo, ada beberapa solusi supaya situasi di Papua menjadi aman. “Pertama, semua orang, semua kelompok, sipil dan terutama militer harus menghentikan kekerasan. Pemerintah harus segera mengungkap dalang atau aktor intelektual yang selama ini disebut-sebutnya, tetapi belum bisa dibuktikan, apalagi tuduhan terhadap ISIS itu,” tutur Yuliana. Kedua, ruang kebebasan untuk berkumpul dan berekspresi tidak boleh dibungkam. Pembungkaman justru berbahaya bagi keamanan, yakni memunculkan luapan kemarahan yang diekspresikan dalam bentuk kerusuhan. Ketiga, aparat keamanan harus mampu menangkap siapapun yang menyebarkan hoax belakangan ini. Karena sebagian besar kerusuhan yang muncul disebabkan oleh informasi hoax. Keempat, rasisme dan persekusi ini berwujud penangkapan terhadap orang Papua dan penembakan dari aparat keamanan. Kelima, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dituntut untuk mengevaluasi efektivitas penerapan protap pengendalian massa pada jajaran kepolisian di Papua secara khusus dalam aksi anti rasisme di Papua dan Papua Barat sejak 19 Agustus sampai dengan saat ini, sekaligus melakukan evaluasi terhadap penematan pasukan BKO yang justru berbanding lurus dengan meningkat dan meluasnya kekerasan yang terjadi di tanah Papua. Tokoh agama juga diimbaunya untuk bersuara menghentikan pembunuhan terhadap warga. Keenam, Pemerintah Daerah perlu memberikan pernyataan yang menyejukkan. Dewan Perwakilan Rakyat Adat Papua (DPRP), Majelis Rakyat Papua (MRP), hingga level Gubernur dan Bupati perlu memulihkan situasi sosial, melakukan evaluasi terhadap penempatan pasukan BKO di Papua, dan melakukan upaya damai yang mengikis rasa saling curiga di masyarakat. Ketujuh, kepada seluruh masyarakat di Papua, jangan mudah terhasut isu yang belum pasti kebenarannya. Persaudaraan harus terus menjadi fondasi utama untuk mencegah konflik di Tanah Papua,” tandas Yuliana, dilansir detiknews.com, Jumat (27/9/2019). 

Berbagai cara sudah dilakukan oleh pihak terkait guna meredakan setiap gejolak kerusuhan yang terjadi di Papua, namun sepertinya belum mampu menjadi solusi yang tepat. Ada hal lain yang mesti dicermati bahwa diduga setiap kerusuhan yang terjadi seakan dipelihara karena menjadi salah satu sumber keuntungan bagi pihak lain, baik ekonomi maupun untuk kekuasaan. Kerusuhan akan terus terjadi selama akar masalah tidak diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah pusat. Dengan beragam kejadian yang terjadi di wilayah Papua dan wilayah lainnya menjadi bukti bahwa inilah wajah buruk dari sistem sekarang yang lebih mengedepankan solusi pragmatis. Sistem Demokrasi yang dielu-elukan selama ini nyatanya tak mampu memberi rasa aman dan keadilan untuk rakyat. 

Lain hal dengan Islam, dimana setiap solusi yang ditawarkan mampu mengatasi setiap persoalan yang timbul karena merujuk pada sumber terpercaya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Sistem Islam mampu memberikan rasa aman dan keadilan pada masyarakat. Kepemimpinan dalam Islam bukan sekedar kontrak sosial antara pemimpin dengan rakyatnya, namun merupakan perjanjian dengan Allah SWT. Bersumpah atas nama Tuhan bukan hanya formalitas, tapi lebih dari itu, karena tanggung jawab seorang pemimpin adalah dunia akhirat. Pemimpin yang baik mendapatkan penghargaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Sebaliknya, pemimpin yang tidak baik akan mendapatkan laknat dan kutukan dari Allah. Sebagaimana Sabda Rasulullah saw, “Sebaik-baiknya pemimpin adalah mereka yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruknya pemimpin adalah mereka yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR Muslim). “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (Riwayat Muslim). 

Wallahu’alam Bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar