Siapa yang Diuntungkan Dibalik TV Analog Dimatikan?


Oleh : Windha Yanti, S (Aktivis dan Pemerhati Sosial)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya. Hal itu berkaitan dengan perpindahan saluran analog ke digital.

Mahfud mengatakan analog switch off (ASO) merupakan perintah undang-undang dan telah lama dilakukan serta dikoordinasikan dengan beberapa pemilik stasiun TV. 

Ia menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyiarkan saluran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum. (REPUBLIKA.CO.ID)

Setelah pemerintah mematikan TV analog, banyak menuai kritik dari rakyat  bahwa kebijakan yang dilakukan pemerintah sungguh sangat menyusahkan rakyat kecil, sebab kalau kita mau melihat kondisi ekonomi dampak dari covid  19 saja belum pulih seratus persen. Sehingga jangankan untuk membeli SET UP BOX  untuk makanpun masih sulit.

Sebagai rakyat kecil tak memiliki daya dan upaya untuk menolak setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah, sehingga bagi mereka yang tak mampu untuk membeli SET UP BOX  tidak akan bisa menikmati siaran TV. Padahal TV adalah sebagai salah satu sumber informasi bagi rakyat kecil, agar mereka mendapatkan berbagai sumber informasi.

Seperti inilah hidup dalam nuansa kapitalisme, dimana keberadaan pemerintah hari ini hanya sebagai pelayan para korporasi atau para pengusaha besar, sehingga kebijakan yang diberlakukan akan merugikan rakyat kecil dan menguntungkan para korporasi. Kita bisa melihat dari kebijakannya ketika mematikan TV analog dan beralih kepada TV digital.

Secara tidak langsung memaksa rakyat untuk membeli SET UP BOX, jelas ini hanya akan menguntungkan pihak industri,  dan pihak pihak tertentu. Padahal seharusnya pemerintah melakukan edukasi dan adaptasi terlebih dahulu sebelum mematikan TV analog ini, bukan justru mengambil kebijakan sepihak yang akan merugikan sebagian pihak, dan sebagiannya lagi justru untung besar.

Hal ini tidak akan dialami dalam sistem pemerintahan Islam yang disebut  Khilafah, sebab khilafah akan melayani setiap kebutuhan umat, khilafah akan menjadi pelayan umat secara sungguh sungguh, khilafah tidak akan mengiizinkan individu individu yang ingin meraup keuntungan besar dalam memanfaatkan kebutuhan umum. 

Kekayaan alam akan dikelola oleh negara dan keuntungannya akan dikembalikan lagi untuk melayani kebutuhan umat, bahkan menurut Syeh Abdul Qodim Zalum dalam bukunya yang berjudul Sistem Keungan Negara Khilafah bahwa "Sarana pelayanan pos, surat menyurat, telepon, kiriman kilat, teleks, sarana TV, perantara satelit  dan lain lain."

"Merupakan salah satu jenis infrastruktur milik negara yang disebut dengan marafiq" marafiq adalah bentuk jamak dari kata mirfaq, yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan dipedesaan, propinsi maupun yang dibuat negara, selama sarana tersebut  bermanfaat dan dapat membantu.
Marafiq ammah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sehingga perkembangan TV analog kepada TV digital dan efisiensi pengguna frekuensi semata mata akan dikembangkan dalam rangka memudahkan masyarakat mendapatkan informasi, sehingga pengembangan ini tentu akan dibiayai oleh khilafah, artinya alat pendukung akan diberikan secara cuma cuma alias gratis, dan dananya berasal dari baitul mal pos kepemilikan negara. Sedangkan pos kepemilikan negara berasal  dari harta usyur, kharaj, ganimah, jizyah dan sejenisnya.

Dengan tangung jawab penuh dari negara untuk rakyat akan membuat  rakyat siap dengan perkembangan teknologi, perkembangan teknologi akan sangat penting untuk mendukung media dalam khilafah, sebab media dalam khilafah mempunyai peran penting untuk memfasilitasi ideologi Islam, diluar negri media khilafah akan digunakan untuk menyebarkan kemuliaan Islam, sedangkan didalam negri media akan digunakan untuk mengedukasi umat dengan tsaqofah Islam guna membangun keimanan yang kokoh dalam diri kaum muslim dan informasi lainnya tentunya yang bermanfaat dalam kehidupan.

Wallahu'alam.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar