SIARAN TV ANALOG DIHILANGKAN, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?


Oleh : Ade Rosanah

Sektor penyiaran di Indonesia tengah melakukan migrasi siaran TV analog menuju siaran TV digital. Peralihannya dilakukan secara bertahap. Hal ini terkait Undang-undang Cipta kerja tentang digitalisasi penyiaran yang sudah dikoordinasikan dengan para pengusaha stasiun TV. Adapun beberapa stasiun TV sudah melakukan Analog Switch Of (ASO). 

Akan tetapi, ada pula beberapa stasiun TV yang belum beralih ke siaran digital. Bagi stasiun TV yang masih menayangkan siaran secara analog, maka dikatakan ilegal, penyiarannya dianggap telah menyalahi Undang-undang. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, (REPUBLIKA, 4/11/2022).

Pada Jum'at (4/10) dalam diskusi ilmiah "Pemikiran Geopolitik Bung Karno dalam Suara Kebangsaan"Mahfud MD menyampaikan bahwa warga Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) 98% sudah siap migrasi dari siaran analog ke digital. Pun telah disediakan posko-posko untuk membantu masyarakat yang belum siap dengan kebijakan ASO. Digitalisasi siaran analog ini merupakan arahan dari PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) yang khusus bergerak di bidang teknologi informasi dan komunikasi yakni International Telecommunication Union (ITU), (REPUBLIKA, 5/11/2022).

Kebijakan Analog switch of yang tengah dilakukan pemerintah sebenarnya sama sekali bukan suatu yang urgen untuk dilakukan saat ini. Di mana saat ini perekonomian negara belum sepenuhnya pulih pasca ditimpa pandemi. Ketambah harga-harga kebutuhan pokok naik imbas dari kenaikan tarif BBM beberapa waktu lalu. Alhasil, masyarakat mesti berjuang sendiri agar tetap bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi. Maka, adanya kebijakan tersebut tidak sama sekali membantu kehidupan masyarakat khususnya di bidang ekonomi.

Sebaliknya, masyarakat akan kembali dibebani kebijakan migrasi tv analog ke digital. Sebab, ketika masyarakat ingin menikmati siaran televisi, mesti dilengkapi dengan seperangkat komponen pendukung agar dapat mengakses TV siaran digital dan alatnya harus dibeli. Terkecuali bagi masyarakat yang sudah sejak dulu memiliki tv digital tinggal memprogramnya saja. 

Harga Set Top Box di pasaran bervariasi mulai dari Rp.200.000 - Rp.500.000 karena tergantung dari merk dan fiturnya. Bukankah kebijakan ini menyulitkan masyarakat kecil? 

Memang benar, siaran digital memiliki beberapa keunggulan tersendiri dari segi kualitas gambar, gambar lebih bersih, jernih tanpa semut dan dilengkapi fitur interaktif. Selain itu, frekuensi bekas dapat digunakan untuk memperkuat serta memperluas jaringan telekomunikasi 5G. Siaran digitalnyapun dapat menangkap siaran dari stasiun televisi lokal sehingga memberi ruang bagi konten lokal untuk ikut berpartisipasi dan berkompetensi di industri pertelevisian.

Sepintas digitalisasi penyiaran memiliki beberapa manfaat bagi masyarakat namun, kebijakan pemadaman siaran analog yang tertuang dalam UU Cipta kerja No. 11/2021 pasal 60A tersebut faktanya memberikan peluang bisnis bagi para korporat. Sebab, perubahan ini akan mendorong produksi Set Top Box di tanah air. Para produsen STB akan kebanjiran orderan dan mendulang rupiah dari saku rakyat. Begitu pula dengan para pengusaha yang bergerak di bidang layanan telekomunikasi.

Dengan adanya sisa frekuensi, mereka berkesempatan membangun infastruktur jaringan internet 5G yang lebih luas ke titik kosong sinyal. Meski, perluasan akses internet 5G hanya akan dinikmati kalangan tertentu saja. Sebab, kondisi ekonomi rakyat negeri ini masih krisis. Terlebih bagi rakyat kecil yang serba kekurangan dalam hidupnya. 

Untuk memenuhi kebutuhan perut saja mereka sangatlah susah apalagi untuk menikmati teknologi informasi digital  yang tentu di luar jangakauannya. Migrasi siaran analog ke digital menunjukan bahwa UU Cipta kerja tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Namun di sisi lain telah nampak keberpihakan penguasa terhadap korporasi. Inilah kapitalisme, rakyat selalu dijadikan sebagai kelinci percobaan atas kebijakan pemerintah yang dikuasai oligarki.

Ngerinya, Industri penyiaran dalam kapitalisme tidak hanya sekadar memberikan informasi saja pada masyarakat. Faktanya, industri pertelevisian ala kapitalisme menyajikan tayangan-tayangan hiburan yang berdampak negatif bagi penontonnya. Bahkan, media saat ini seperti televisi dijadikan alat politik kotor para politikus demokrasi. Sedangkan tayangan untuk mengedukasi masyarakat, seolah diminimkan informasi dari media saat ini. 

Kendati demikian, diharapkan dengan adanya peralihan siaran analog ke digital tak hanya menyajikan gambar berkualitas tinggi saja. Akan tetapi, mesti juga menampilkan tayangan yang berkualitas dalam tv digital. Menyeleksi ketat tayangan yang akan disiarkan ke publik dari televisi. Memperbanyak konten siaran yang edukatif sesuai norma agama oleh media tv.

Tayangan yang memberi dampak kerusakan moral pada masyarakat harusnya ditiadakan. Dalam hal ini yang utama berkewajiban mengontrol seluruh media adalah negara. Jika menginginkan seluruh rakyat negeri ini beralih ke siaran digital, maka perbaikilah terlebih dulu kehidupan ekonomi rakyat, bukan justru mendahulukan kepentingan korporat.

Wallahu'alam...




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar