Bersukacita di Atas Penderitaan Rakyat, Pantaskah?


Oleh : Ummu Nida (Pengasuh Majelis Taklim)

Gempa berkekuatan 5,6 SR yang terjadi pada Senin (21/11/2022) telah meluluhlantakan Cianjur dan sekitarnya. Gempa ini telah menimbulkan kerusakan signifikan karena berjenis tektonik kerak dangkal atau shallow crustal earthquake. Korban jiwa yang meninggal dunia berjumlah 318 orang dan korban hilang ataupun masih dalam status pencarian berjumlah 14 jiwa. Semua mata memandang ke arah bencana, rakyat negeri ini berduka atas musibah yang menimpa saudara-saudaranya. Tetapi, berbeda dengan sikap yang ditunjukan penguasa negeri ini.

Penguasa dengan puluhan ribu orang berpakaian merah putih memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta pada Sabtu (26/11/2022). Mereka adalah peserta Silaturahmi Relawan Nusantara Bersatu. Dalam deklarasinya, mereka menyatakan, "2024 manut Jokowi." Artinya, "2024 menanti atau ikut keputusan Jokowi." Terlihat jelas, ada upaya menggalang dukungan politik jelang Pemilu 2024. (cnnindonesia.com, 27/11/2022)

Selain menyisakan sampah berserakan yang mengotori gelora Bung Karno, acara ini juga membuat masyarakat geleng-geleng kepala. Karena penguasa tidak menunjukan empati terhadap rakyatnya. Mereka bersukacita di atas penderitaan rakyat. Betapa tidak, negeri ini sedang berduka karena bencana gempa Cianjur, mereka malah mengadakan deklarasi politik, sebuah acara yang jauh dari kesan berduka terhadap kondisi yang menimpa saudaranya. 

Pertemuan besar tersebut tentunya menghabiskan biaya yang fantastis. Padahal, bencana gempa Cianjur membutuhkan pertolongan dan bantuan yang mendesak. Semestinya, penguasa bisa berpikir dan bersikap benar, untuk menunda acara tersebut dan lebih memperhatikan rakyatnya yang sedang ditimpa musibah. Terlebih lagi, di tengah suasana politik menjelang Pemilu 2024, pertemuan ini rawan bersentuhan dengan kepentingan pribadi dalam hal jabatan dan kekuasaan. Terbukti, ada beragam cerita mewarnai acara tersebut. Kebanyakan dari mereka yang datang hanya diajak temannya. Ada juga yang mengaku tidak tahu tujuan kedatangannya di acara tersebut. Peserta juga diinformasikan akan ada selawat akbar bahkan akan adanya Habib Luthfi bin Yahya pun tak luput dari janji yang diucapkan panitia yang jauh dari kenyataan. Mereka berangkat dengan bus yang sudah disediakan oleh panitia.

Fakta seperti ini, merupakan hal yang biasa dalam perpolitikan kapitalisme. Mereka menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Demi memperoleh  dukungan rakyat, deklarasi pun digelar sekalipun dengan tipu-tipu dan berbohong, tidak peduli situasi sedang sedih dan berduka. Kehadiran Jokowi pada acara relawan tersebut menuai kritik keras dari publik. Tidak pantas seorang presiden bertemu dengan pendukungnya, bersukacita sementara ada rakyatnya yang sedang menjerit kelaparan dan membutuhkan bantuan.

Sejatinya penguasa saat ini wajib bercermin kepada pemimpin Islam. Di masa pemerintahan khalifah Umar bin Khaththab pernah ditimpa musibah. Saat itu Madinah mengalami kekeringan, tidak ada hujan sama sekali, paceklik pun terjadi. Kondisi ini berlangsung selama sembilan bulan. Panen mengalami kegagalan. Hewan-hewan ternak mati. Kalaupun ada yang bertahan hidup, badannya kurus kering. Penduduk Madinah kesulitan mendapatkan makanan. Uang tidak ada gunanya karena ketiadaan makanan yang bisa dibeli.

Khalifah Umar ra. pun sigap menyelesaikan masalah rakyat. Ketika cadangan makanan di Madinah mulai menipis karena banyaknya warga yang datang meminta bantuan, khalifah Umar ra. memerintahkan gubernur Mesir Amr bin Ash untuk mengirim makanan dari Mesir ke Madinah. Amr pun mengirimkan kafilah unta yang mengangkut makanan. Saking panjangnya kafilah itu, ujungnya sudah sampai di Madinah, sedangkan ekornya masih di Mesir. Akhirnya, terselesaikan masalah ketiadaan makanan yang dialami penduduk Madinah dengan penyelesaian yang hakiki. 

Maka, ironis sekali kalau ada yang mengatakan para penguasa di negeri ini mirip seperti khalifah Umar bin Khaththab. Berbeda sekali, ibarat jauh panggang dari api. Sosok pemimpin seperti khalifah Umar yang rela  dan bersumpah tidak akan makan daging, susu, dan samin sampai paceklik berakhir hanya ada dalam sistem Islam. Sebuah sistem yang mendasarkan amalnya pada akidah dan memimpin rakyat sesuai syariat. Karena dia paham kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.

Wallahu a'lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar