Oleh: Imas Royani, S.Pd.
22-12-2022. Angka yang cantik. Tanggal tersebut semakin cantik karena bertepatan dengan peringatan bagi makhluk tercantik di dunia, dia lah ibu. Ya, tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu. Khusus tahun ini pemerintah mengambil tema "Perempuan Berdaya Indonesia Maju". Selain itu ada sub tema lainnya yaitu kewirausahaan perempuan, perempuan dan digital ekonomi, perempuan dan kepemimpinan, perempuan terlindungi, dan perempuan berdaya. Sekilas tema dan sub tema tersebut tampak cantik. Namun benarkah seperti itu?
Mengingat saat ini banyak sekali racun bermerek madu atau serigala berbulu domba. Tentu diperlukan pandangan yang cermat dan pemikiran yang cemerlang agar dapat membedakan mana madu, mana racun. Mana serigala, mana domba. Jangan sampai terpedaya. Begitu pun saat menyikapi tema hari ibu tahun ini.
Dari tema dan sub temanya saja sudah terlihat jelas adanya proyek kesetaraan gender yang sarat dengan pengeksploitasian kaum perempuan. Seolah-olah akan dijadikan superwoman padahal tumbal keserakahan. Saat ini banyak ibu yang terpaksa dan dipaksa untuk berubah menjadi tulang punggung, bahkan tidak sedikit yang meninggalkan tugas utamanya sebagai seorang ibu.
Sungguh hal tersebut menyalahi kodratnya sebagai seorang perempuan yang diciptakan oleh Allah SWT. dengan begitu sempurna. Bak mutiara yang akan selalu terjaga agar tetap mulia. Tidak mungkin mutiara dicampakkan begitu saja. Tidak mungkin mutiara disatukan dengan kerikil atau barang tidak berharga lainnya. Mutiara akan disimpan dalam kotak perhiasan di dalam lemari berkunci pula.
Ada tugas mulia seorang ibu melebihi tema dan sub tema itu. Tugas itu adalah menjadi seorang ibu yang akan melahirkan calon pemimpin masa depan. Meski peran ini dianggap tidak mendatangkan nilai ekonomi, namun peran ini sangat mulia dan sangat strategis karena berpengaruh terhadap pembentukan generasi dan terwujudnya peradaban yang mulia. Kesempurnaan sistem kehidupan ini karena datang langsung dari Zat Yang Maha Sempurna. Terbukti bagaimana bobroknya generasi muda tanpa bekal agama dan bimbingan orang tua terutama ibu. Tawuran, narkoba, sek bebas, dan kenakalan remaja lainnya. Dan seorang ibu bukannya tidak mau menjadi ibu, tapi keadaan lah yang membuatnya berbuat demikian.
Semua ini karena kesalahan sistem yang dipakai. Sistem yang dipakai sekarang adalah sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan dimana semua aspek kehidupan dinilai dengan materi. Kebebasan individu dilindungi oleh racun bernama Hak Asasi Manusia (HAM). Seperti hukum rimba, siapa kuat dia berkuasa dan boleh menjajah yang lemah. Semakin kuat semakin berkuasa, semakin lemah semakin tersingkirkan. Itulah sebabnya banyak ibu yang menggantikan posisi ayah karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan untuk laki-laki. Dengan alasan pemulihan ekonomi akhirnya kaum perempuan termasuk para ibu terjerat kesetaraan gender. Salah satunya adalah slogan tadi.
Sejak bertahun-tahun lalu pelibatan kaum perempuan dalam perekonomian terus digaungkan. Ada Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) dengan narasi bahwa perempuan terpenjara dalam tugas perawatan dan pekerjaan domestik yang tidak berbayar. Dikampanyekanlah agar perempuan bekerja untuk menambah pendapatan dan mengurangi kemiskinan, bahkan meningkatkan pendapatan negara. Berlomba-lombalah mereka terjun “memberdayakan diri” ke dalam dunia kerja, mandiri secara ekonomi, tidak bergantung pada laki-laki, juga tidak perlu membangun keluarga, bahkan childfree (enggan memiliki anak). Padahal faktanya, perempuan dieksploitasi dengan upah murah dan menghadapi risiko kekerasan fisik maupun seksual di tempat kerja. Sementara itu, keluarga menjadi rapuh dan anak-anak terabaikan sehingga terjerumus ke berbagai persoalan.
Ada juga narasi bahwa semakin banyak anggota parlemen atau penguasa perempuan, semakin banyak pula dihasilkan regulasi yang memihak perempuan sehingga dapat menyelesaikan berbagai persoalan mereka. Oleh karenanya, ditetapkanlah kuota 30% perempuan dalam keanggotaan parlemen sebagai syarat verifikasi partai politik. Perempuan juga didorong untuk maju menjadi penguasa atau kepala daerah, bahkan kepala negara demi terwujudnya kesetaraan politik, serta melahirkan regulasi dan anggaran responsif gender. Bahkan, dibangun Desa Ramah Perempuan dan Perlindungan Anak (DRPPA) untuk mewujudkan kepemimpinan perempuan sejak tingkat desa. Pada realitasnya kebijakan negara dan regulasi bukanlah ditentukan oleh individu pejabat, sekalipun anggota parlemen didominasi perempuan ataupun penguasanya adalah perempuan.
Nyata sudah segala upaya yang dilakukan selama ini tidak akan membuat negara maju atau sekedar mengangkat derajat perempuan. Begitu pun dengan adanya peringatan hari Ibu walau setiap tahun berganti tema, tidak akan membuat beban seorang ibu menjadi ringan, juga tidak akan menghilangkan berbagai permasalahan yang menimpa kaum perempuan terutama para ibu. Karena yang dibutuhkan adalah solusi hakiki yang akan dapat menyelesaikan semua masalah tanpa meninggalkan masalah. Permasalahan yang sistematis ini tidak dapat diselesaikan dengan kado materi, berapa pun nominalnya. Solusinya terletak pada pergantian sistem. Sistem itu adalah sistem Islam karena berasal dari Allah SWT. Tidak ada yang lebih mengerti manusia, selain Allah SWT. Dengan penerangan sistem Islam, bukan hanya ibu yang akan senantiasa dimuliakan, tetapi seluruh alam akan menikmati rahmat dan karunia-Nya. Inilah Islam rahmatan lil'alamin.
Wallahu'alam bishahawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar