Oleh : Dini Harefa
Kasih sayang ibu sepanjang masa, ungkapan yang tepat untuk menggambarkan sosok seorang ibu di mata anak-anaknya. Tak peduli seberat apapun hidup nya anak adalah prioritas utama yang tak bisa di kesamping kan, tak heran jika segala kebutuhan dan keinginan anak akan sangat diusahakan hanya untuk si buah hati, maka tak jarang sosok ibu terjun langsung mencari pundi pundi uang entah karena hilang nya peran ayah dalam memenuhi kebutuhan atau karena himpitan ekonomi yang begitu terasa hingga ibu perlu terjun menyelami dunia pekerjaan.
Peringatan Hari Ibu 2022 akan dilaksanakan pada 22 Desember. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah membuat tema Hari Ibu 2022. Menurut KemenPPA, catatan penting dari Peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah bukan perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain.
Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan.
Tema utama PHI ke-94 adalah PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU. Selain tema utama, ditetapkan sub-sub tema untuk mendukung tema utama dimaksud, yang semuanya mengarah kepada pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan ekonomi kaum Ibu selalu digenjot untuk meningkatkan perekonomian keluarga juga negara. Namun perempuan mengalami banyak kesulitan dalam bekerja, memulai, mempertahankan dan mengembangkan usaha dibanding laki-laki seperti tingginya beban pekerjaan, upah yang rendah, rendahnya akses terhadap aset produktif, kurangnya kesempatan untuk mengembangkan keterampilan, sulitnya akses finansial, kurangnya mentor dan jejaring usaha.
Kondisi himpitan ekonomi yang mencekik membuat banyak ibu-ibu di luar sana siap bekerja walaupun di gaji dengan upah yang sangat minimum, hal ini menjadi kesempatan besar bagi korporasi untuk meraup keuntungan yang besar tanpa peduli kesejahteraan para karyawan, tunjangan, bonus bahkan pesangon. Dengan dalih masih banyak yang mengantri untuk menggantikan posisi si pekerja, maka ancaman ini menjadi pegangan kuat untuk bertahan di segala kondisi terjal dunia pekerjaan, ditambah kebutuhan pokok yang makin tak normal dan segala penunjang biaya kehidupan lainnya.
Hal ini menjadi alasan terbesar seorang ibu harus rela keluar rumah untuk bekerja mencari penghidupan bagi keluarganya, disamping sang ayah juga bekerja dengan segala resiko pekerjaan terutama keputusan PHK dari perusahaan yang sewaktu waktu datang menjadi mimpi buruk bagi keluarga mereka ditambah susah nya mendapatkan lowongan pekerjaan yang sekali lagi membuat para pekerja harus siap menelan pahit nya dan bertahan dengan segala resiko nya. Bahkan banyak ibu yang harus keluar agar dapur tetap ngepul, sebab sang suami yang menjadi tulang punggung keluarga di PHK atau miris nya meninggal dunia, membuat sang ibu tak punya pilihan lain selain harus mencari pundi pundi uang untuk keberlangsungan hidup keluarganya.
Kondisi ini seakan akan menggambarkan suasana tegang hukum rimba yang jelas hal ini tak manusiawi siapa yang kuat di berkuasa, yang lemah ditindas oleh yang kuat. Fakta ini sudah terpampang jelas bukan lagi sebuah sisi pandang seseorang yang menyakini kejam nya kehidupan ini.
Pemberdayaan ekonomi kaum ibu sejatinya adalah eksploitasi, karena pemberdayaan ibu seharusnya dikembalikan kepada peran utama ibu sebagai pendidik generasi calon pemimpin masa depan, bagaimana tidak dengan segala himpitan ekonomi dan keras nya kehidupan membuat kaum ibu terpaksa keluar rumah bekerja dan membiarkan anak tanpa pengawasan dan pembinaan yang berkarakter dengan tujuan mendidik generasi terbaik, alih-alih membicarakan pendidikan bagi anak pada fakta nya anak-anak generasi kita dibiarkan memilih jalan hidup tanpa ada pengawasan dan edukasi dari sosok ibu yang seharusnya paling berperan.
Perkara bukan sesederhana yang kita bayang kan, bahwa pada inti nya ibu harus lebih ekstra dalam memenuhi kebutuhan dan ekstra mendidik generasi. Lalu dimana peran ayah, peran lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat bahkan peran negara sebagai penanggung jawab paling utama, bagaimana seorang ibu tak mengambil porsi lebih dari pekerjaan jika kondisinya begini, harga harga melambung tinggi, semua akses pelayanan ditarif dengan harga mahal, dan sekali lagi dengan kondisi carut marut ini kita berharap seorang ibu bisa menanggung nya sendirian, sungguh pernyataan yang salah.
Pemberdayaan sebagai ibu generasi tentu butuh sistem pendukung yang dibangun oleh negara dalam porsi dan posisi yang tepat, jika pemberdayaan berfokus masalah nafkah, maka sadarilah bahwa itu adalah tugas penting bagi laki-laki dalam keluarga itu dan yang seharusnya di berdayakan adalah mereka. Dengan demikian ibu bisa fokus dalam mengemban tugasnya dan tidak dibebani dengan kewajiban mencari nafkah.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar