Jalan Rusak Parah, Dimana Peran Negara?


Oleh: Vella Arba July Ayu (Pemerhati Remaja Andoolo)

Pelajar di Desa Horodopi, Kecamatan Benua, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengeluhkan jalan rusak di wilayah tersebut. Jalan rusak itu pun menghambat para pelajar untuk ke sekolah. Akses jalan menuju ke sekolah rusak parah tanpa ada perhatian untuk perbaikan membuktikan kelalaian penguasa. Apalagi dengan jargon merdeka belajar membuat para siswa menjadi tidak bisa merasakan pendidikan secara optimal (Kendariinfo, 9/9/2022).

Pendidikan yang menjadi kebutuhan pokok manusia, akan selalu menjadi prioritas Negara agar bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali. Tidak hanya sarana gedung sekolah dan berbagai fasilitas di dalamnya, sarana prasarana menuju sekolahpun akan menjadi prioritas dalam pengaturan urusan rakyatnya, agar rakyat merasakan pendidikan secara merata, meski berada di wilayah terpencil sekalipun.

Banyaknya jalan yang rusak saat musim penghujan tiba. Kondisi jalan yang rusak sering menyebabkan kecelakaan, bahkan mengakibatkan korban akibat kerusakan jalan  tersebut, tidak hanya mengakibatkan kecelakaan, pelajar pun kesulitan untuk menuju ke sekolah dikarenakan jalan yang mereka sering lewati tergenang oleh air.

Bagi pemerintah baik pusat maupun daerah perlu peringatan bahwa ada sanksi apabila membiarkan jalan rusak. Sesuai Pasal 24 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Namun faktanya, undang-undang yang dibuat tidak menjadi pijakan jika untuk kepentingan rakyat. Padahal sangat nyata slogan yang ada dalam sistem hari ini adalah "dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat". Jika slogan ini digunakan, yakin dan percaya rakyat akan sejahtera. Akan tetapi, semua itu hanya pepesan kosong dan tak bermakna. Sehingga bisa disimpulkan bahwa undang-undang yang dibuat untuk kepentingan para kapitalis, sedangkan rakyat diabaikan. 

Inilah wajah asli dari sistem yang diterapkan di tengah-tengah kita hari ini. Sistem ini sudah mengakar dan memimpin peradaban manusia. Sistem ini tidak lain adalah sistem kapitalis sekular. Sehingga dari sini lahir peraturan yang memisahkan manusia dengan aturan Tuhannya. Yang berkuasa para kapitalis dan mereka bak raja yang harus dilayani.

Jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki aturan bersandar pada aturan syariat yakni Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Sebagaimana pernah dikisahkan, ketika sahabat menjabat sebagai khalifah, yakni Umar bin Khattab RA suatu kali pernah bertutur, "Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, nicaya Umar akan dimintai pertanggung jawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’."

Demikian berat cakupan definisi tanggung jawab seorang pemimpin bagi Umar bin Khattab. Ia yang berada di Madinah dengan segala keterbatasan komunikasi dan transportasi saat itu masih memikirkan tanggung jawabnya akan apa yang terjadi ribuan mil di Kota Baghdad.

Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Prof KH Maman Abdurrahman mengatakan, jika definisi pemimpin yang dipahami orang-orang saat ini sama apa yang dipahami Umar bin Khattab, tentu tidak ada orang berkeinginan menjadi seorang pemimpin. Orang-orang saat ini, berlomba-lomba mengajukan diri menjadi wakil rakyat baik di eksekutif maupun legislatif. Itulah beratnya menjadi seorang pemimpin. Di akhirat dia akan ditanya berbagai masalah kepemimpinannya. Kalau dilihat dari imperfektif  tanggung jawabnya, tidak akan ada orang berlomba-lomba untuk menjadi  pemimpin," ujar KH Maman kepada Republika.

Abdul Mannan juga memesankan agar meneladani model kepemimpinan seperti pada zaman  Rasulullah SAW. Rasulullah diklaim sebagai orang tersukses sepanjang masa dalam memimpin umatnya. "Model kepemimpinan ala Islam sudah bisa dipertanggungjawabkan dan teruji kesuksesannya. Sebagaimana pada zaman Rasulullah, sahabat, dan tabi’in dahulu, lihat saja tidak ada waktu itu rakyatnya yang tidak sejahtera. Tidak ada orang mustahik (penerima zakat), yang ada hanya muzakki (donatur zakat)," katanya.

Berarti sangat jauh berbeda antara sistem pemerintahan hari ini dengan sistem pemerintahan Islam. Wallahu A'lam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar