KTT G20: Ada Udang Dibalik Batu


Oleh : Indah Kania

Dilansir dari ANTARA bahwa Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022 berhasil mengesahkan pernyataan para pemimpin atau Leaders’ Declaration.

Berdasarkan dokumen deklarasi yang diterima ANTARA di Nusa Dua, Bali pada Rabu, beberapa kepala negara G20 menyepakati antara lain perlunya menegakkan hukum internasional dan sistem multilateral, menangani krisis ekonomi termasuk melalui kerja sama kebijakan makro internasional, mengupayakan ketahanan pangan dan energi, serta mengadopsi teknologi digital untuk mendorong inovasi.

Selain itu, para pemimpin G20 juga menyerukan komitmen bersama untuk mencapai Target Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), mengatasi perubahan iklim, dan memperkuat sektor kesehatan.

Terakhir, para pemimpin menyambut baik upaya Indonesia sebagai presiden G20 tahun ini untuk menyusun berbagai isu prioritas dan kerja sama internasional yang terkoordinasi dari negara anggota, negara undangan, serta organisasi regional dan internasional.

Presiden RI Joko Widodo dalam pembukaan KTT G20 di Bali menegaskan segala pembahasan dalam pertemuan puncak tersebut tidak boleh gagal menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dunia.

“Hari ini mata dunia tertuju pada pertemuan kita. Apakah kita akan mencetak keberhasilan? Atau akan menambah satu lagi angka kegagalan? Buat saya, G20 harus berhasil dan tidak boleh gagal,” tegas Jokowi di hadapan para pemimpin dan delegasi negara-negara G20.
Jokowi menekankan sebagai presiden G20, Indonesia telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjembatani perbedaan yang sangat dalam dan sangat lebar.

Namun, kata dia, keberhasilan hanya akan dapat tercapai jika semua pemimpin dan delegasi, tanpa terkecuali, berkomitmen, bekerja keras, menyisihkan perbedaan-perbedaan untuk menghasilkan sesuatu yang konkret, sesuatu yang bermanfaat bagi dunia.

Di bawah tema besar presidensi G20 Indonesia, yaitu “Recover Together, Recover Stronger”, Bali Leaders’ Declaration 2022 memuat 52 poin pernyataan serta berbagai komunike dan dokumen hasil pembahasan seluruh engagement groups G20.

Setelah secara resmi menutup KTT G20, Indonesia menyerahkan presidensi G20 selanjutnya kepada India.


Mengungkap Tujuan Kapitalis di Balik KTT G20 

Perlu dipahami bahwa persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini diantaranya adalah tingginya kemiskinan, pengangguran,kesenjangan sosial, kerawanan atau konflik sosial dan lain sebagainya.keberadaan Indonesia sebagai President G20  nyaris seperti EO yang melayani kepentingan negara besar.

Pasalnya meskipun negeri ini mengklaim mendapatkan keuntungan dari terselenggaranya G20, namun apakah keuntungan itu benar dirasakan oleh rakyat secara luas dan bukan hanya sesaat saja? Faktanya Indonesia hanya pasar bagi negara maju.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam sistem kapitalisme dunia ini terbagi menjadi 2 yaitu negara produsen dan negara konsume. Negara produsen adalah negara tempat asal pemilik korporasi globalyang bebas mengatur seluruh produksi di seluruh dunia sesuai dengan kepentingan ekonominya. 

Mengacu pada negara negara yang tergabung dalam the Group Twenty (G20) maka negara produsen yang dimaksud tentulah negara adidaya dunia seperti,  Amerika Serikat serta negara maju lainnya seperti, Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Inggris, Uni Eropa, Cina, dan sebagainya. 

Sedangkan dipihak lain terdapat negara konsumen seperti Indonesia, Argentina, Mexico, Arab Saudi,dan lain-lain. Negara negara produsen membutuhkan pasar potensial bagi hasil produk barang produksi mereka. 

Karena itu mereka mengumpulkan negara negara konsumen bersama negara produsen untuk memastikan agar proses produksi dan jual beli berjalan secara konsisten bahkan meningkat pesat.

Bila menilik latar belakang terbentuknya forum ini, tidak lepas dari tujuan penjajahan yang melekat erat dengan ideology kapitalisme. negeri ini memiliki kekayaaan SDA yang luar bisa yang sangat menguntungkan produsen untuk kebutuhan bahan baku dan kebutuhan pasokan energinya.

Indonesia memiliki kapasitas proses produksi yang jelas menjadi pertimbangan efisiensi bagi para kapitalis. Mengingat posisi Indonesia menjadi sasaran dan tujuan hegemoni negara produsen G20. 

Segenap potensi Indonesia hanya menjadi bajakan amerika serikat dan kroni-kroninya saat politik dan ekonomi yang selama ini mereka nikmati. Wajar saja banyak negara tertarik membangun kerja sama dengan Indonesia sebagaimana dikatan oleh luhut.

Oleh karena itu semua mekanisme yang mengikat pada forum ekonomi internasional baik G20 atau yang lainnya hanyalah merupakan proyek penjajahan ekonomi. Forum G20 mengacu pada sistem ekonomi kapitalisme.

Sistem ekonomi yang justru terbukti telah memporak porandakan ekonomi dunia dan memperluas penjajahan di negeri negeri islam. Sistem ini hanya menghasilkan krisis yang terus menerus berulang secara signik dan periodic.

Karena itulah kaum muslimin harus menyadari pentingnya kemandirian politik. Sehingga mampu menentukan sikap dan masa depannya sendiri tanpa terus ada setiran kapitalis global.


Sistem Ekonomi Islam Penyelamat Ekonomi Dunia

Hanya arah pandang terhadap politik islam di bawah ideologi islam yang dapat menjadi metode kebangkitan kaum muslimin saat ini. Inilah satu satunya manifestasi menuju kepemimpinan dunia. Menjadi seperti peradapan islam dalam Khilafah Islamiyah yang pertama.

Sistem islam berhasil mengatur sistem ekonomi yang melejitkan produktifitas. Kebijakan sistem fiskal Khilafah dalam bentuk sistem baitulmal. Dengan sistem ini terbukti melejitkan sistem penerimaan negara dalam jumlah yang sangat besar bahkan tanpa harus memungut pajak kepada rakyatnya.

Begitu juga dengan sitem moneter islam berhasil mewujudkan stabilitas sistem moneter dunia. Sistem ekonomi islam akan menghasilkan stabilitas ekonomi yang terus menerus sehingga menghasilkan kesejahteraan yang merata atas seluruh rakyat. 

Hubungan dagang dengan luar negeri terkontrol dalam mekanisme yang menjamin kemandirian dan keamanan negara. Bila demikian solusinya Indonesia dan negeri muslim lainnya akan terbebas dari penjajahan negara produce. Tidak ada forum internasional yang harus diikuti demi kepentingan negara besar.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar