Matinya Naluri Kemanusiaan Di Tengah Kemiskinan

 

Oleh : Wina Apriani

Berbicara kemiskinan di negeri ini tak akan ada habisnya karena sampai saat ini pemerintah belum memberikan solusi yang signifikan untuk persoalan kemiskinan karena hampir tiap tahun justru semakin meningkat saja. Masih banyak masyarakat yang mengalami kelaparan, gizi buruk, bahkan tak punya tempat tinggal sama sekali. Tak sedikit pula anak-anak yang tidak bisa menggapai dunia pendidikan karena mahalnya biaya pendidikan. Di satu sisi kita sebagai manusia yang lahir di muka bumi ini pasti diberikan hati oleh Allah SWT, oleh karena itu kita punya naluri kemanusiaan, tentu perasaan sedih dan ingin membantu jika melihat saudara kita yang tengah hidup dengan kesusahan tadi. Tapi ternyata ada apa dengan negeri ini,  masyarakatnya justru seolah tutup mata. Orang yang terlahir dengan kekayaan harta yang melimpah, hanya mementingkan kepuasan dan kesenangan dirinya semata.  

Belum lama ini, Range Rover yang baru saja diluncurkan laris manis diserbu pembeli bak  minyak goreng yang diserbu dipasaran. Padahal harganya selangit, yaitu mulai Rp5,9 miliar. Kendaraan tersebut rupanya berstatus limited dan hanya tersedia 50 unit di dalam negeri. Setidaknya hal itu yang disampaikan Direktur Pemasaran PT JLM Auto Indonesia Irvino Edwardly saat peluncuran produk di Jakarta Selatan. Menurut Irvino memastikan, Range Rover  baru sudah dinanti-nantikan konsumen sejak lama, bahkan jauh sebelum diluncurkan. Bukan hanya itu, menariknya tak sedikit dari mereka yang telah melakukan pemesanan sebelum melihat, menyentuh, apalagi menjajal unitnya secara langsung.

Terhadap fenomena diatas kita harus bersikap bagaimana? Biasanya, komentar yang sering  muncul adalah, “Biarkan saja, toh itu uang mereka sendiri, hasil dari kerja keras mereka. Jangan sirik!” memang mereka betul, orang-orang super kaya itu, beli dengan uangnya sendiri. Sah-sah saja mereka menggunakan uangnya untuk beli mobil mewah atau pesawat jet sekalipun. Itu jika berpikirnya hanya tentang diri pribadi mereka. Namun, kenyataannya, mereka tidak sendirian hidup di Indonesia, melainkan bersama lebih dari 250 juta rakyat lainnya.  Oleh karena itu jika pikiran kita diperluas dengan menengok kondisi rakyat Indonesia secara keseluruhan, pandangan kita akan berbeda.

Berdasarkan World Population Review, saat ini Indonesia menduduki posisi ke-73 negara termiskin di dunia dengan pendapatan nasional bruto (PNB) hanya US$3.870 atau sekitar Rp58 juta per kapita pada 2020. Sedangkan berdasarkan produk domestik bruto (PDB) dan purchasing power parity (PPP), sebagaimana dipublikasikan gfmag.com, pada 2022 kita merupakan negara termiskin nomor 91 di dunia. Miris ketika  kemiskinan Indonesia makin kelam pasca perubahan batas garis kemiskinan oleh Bank Dunia. Akibatnya, muncul 13 juta warga miskin baru. Realitas di lapangan menunjukkan kemiskinan yang lebih parah. Sebagai contoh, 73 ribu warga Kabupaten Bogor mengalami kemiskinan ekstrem dengan pendapatan hanya Rp29.000 per hari. tempo.co 

Coba kita bayangkan  uang sejumlah itu tentu tidak cukup untuk makan sekeluarga. Apalagi untuk membayar biaya listrik, BBM, pendidikan, dan kesehatan yang kian mahal.

Realitas kemiskinan ini sungguh paradoks dengan kemewahan yang dipertontonkan oleh orang-orang kaya. Pada saat mayoritas rakyat memikul beban ekonomi yang berat, mereka dengan enteng membelanjakan miliaran rupiah untuk sebuah kendaraan. Padahal di rumah mereka bisa jadi mobilnya sudah  berderet-deret. Perilaku yang menunjukan kemewahan di tengah kemiskinan kini seolah menjadi gaya hidup.  Ditambah saat ini di sosial media banyak  YouTuber yang isi kontennya adalah pamer kekayaan. Mereka mempertontonkan mobil mewah, rumah megah, saldo ATM, outfit branded, perhiasan, dan segala kemewahan lainnya. Mereka tidak peduli bahwa banyak orang tidak bisa makan.

Tadi Naluri kemanusiaan mereka patut dipertanyakan, karena seolah tak ada lagi rasa empati terhadap orang miskin. Gaya hidup mewah ini bukan hanya dipertontonkan para YouTuber. Nyatanya, memang ada orang super kaya (crazy rich) yang gemar sekali membelanjakan miliaran rupiah demi barang mewah. Namun jumlah mereka hanya segelintir. Meski jumlahnya hanya sedikit, kekayaan satu orang super kaya ini setara dengan kekayaan jutaan rakyat jika digabungkan menjadi satu.  Jika rakyat yang miskin hanya punya ribuan rupiah, mereka punya triliunan rupiah. Sungguh realitas kesejahteraan yang sangat  jomplang. Orang-orang super kaya itu bisa memiliki kekayaan yang fantastis karena bisnis perusahaan mereka menguasai kekayaan alam yang sejatinya milik umum seluruh rakyat. Mereka menguasai hutan, tambang emas, migas, tembaga, nikel, batu bara, dan sebagainya. Selain itu, bisnis mereka juga menguasai sektor pelayanan publik, seperti jaringan rumah sakit, obat, alat kesehatan, jalan tol, dan sebagainya. Bisnis mereka juga memonopoli komoditas pangan yang sangat dibutuhkan publik, seperti beras, gula, terigu, minyak, dan sebagainya. Tidak cukup dengan itu semua, mereka masih menambah pundi-pundi kekayaan dengan berinvestasi di pasar saham atau bermain trading. Dengan semua praktek bisnis tersebut, jumlah kekayaan mereka semakin  fantastis.

Mereka tidak peduli bahwa akibat bisnis mereka alam menjadi rusak dan rakyat terkena bencana. Mereka juga tidak peduli akibat monopoli yang mereka lakukan, rakyat jadi sulit mengakses kebutuhan dasarnya. Sebagaimana Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41). Semua praktik yang merusak tersebut bukan semata disebabkan keserakahan individu kapitalis, tetapi juga karena buah dari penerapan sistem kapitalisme demokrasi yang melanggengkan bisnis mereka. Bahkan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh negara tampak semakin menguntungkan dan mengukuhkan cengkraman para oligarki. Dengan demikian sangat jelas bahwa sistem kapitalisme sekuler yang tumbuh subur di negeri ini merupakan pangkal persoalan munculnya individu-individu yang minim empati  akan tangis pilu dan derita sesamanya. Sistem kapitalisme yang materialistik telah membuat materi menguasai hati mereka sehingga mematikan naluri kemanusiaannya. Sekularisme telah mengikis akidah mereka sehingga tidak takut terhadap murka Allah SWT. 

Oleh karena itu, sudah saatnya sebagai umat muslim bersama-sama menghilangkan fenomena gaya hidup  hedonis minus empati ini. Tidak hanya dengan mengajak untuk beribadah yang fokus pada perbaikan individu, tapi yang paling penting adalah  mengubah sistem kapitalisme sekuler dan menggantinya dengan sistem islam  secara menyeluruh. Hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah yang diterapkan negaralah yang akan mengembalikan kepemilikan umum pada rakyat. Negara dengan syariat Islam ini juga akan menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan secara gratis, serta jaminan kesejahteraan bagi seluruh warganya tanpa terkecuali. 

Wallahu A`lam Bisha-Whab.

Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar