RKUHP Disahkan, Bukti Lemahnya Demokrasi Memecahkan Problematika Kehidupan


Oleh: Rifdah Reza Ramadhan, S.Sos.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan secara resmi dalam rapat paripurna menjadi Undang-undang oleh DPR pada hari selasa (6/12/2022) lalu. Hal ini memberikan beragam tanggapan dari masyakarat. Mulai dari beberapa pihak kontra seperti Dewan Pers yang tak tinggal diam yaitu mengkritik serta memohon adanya penundaan dari pengesahan RKUHP tersebut. Salah satu pihak kontra yaitu Agung Dharmaja sebagai Ketua Dewan Pers beranggapan bahwa di dalam RKUHP tersebut terdapat berbagai potensi yang melukai kebebasan pers. Lalu selanjutnya ada pula penolakan dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang menyebutkan bahwa pasal-pasal di dalamnya mengandung masalah yang membuat kacau balau hukum pidana itu sendiri. 

Pakar hukum tata negara juga menaggapi bahwa dalam proses pembentukan terdapat cacat formil yaitu tidak melakukan proses partisipasi secara bermakna. Hal tersebut tentu mendapat bantahan dari Habiburokhman selaku Anggota Komisi III DPR. Beliau membantah pernyataan tersebut dan mengungkapkan dalam prosesnya DPR menerima beragam masukan masyarakat dan itu tertuang dalam bentuk reformulasi, penghapusan atau pun penambahan pasal di dalamnya. 

Pasal-pasal kontroversi RKUHP antara lain pasal terkait menghina presiden yang dapat mengarahkan pada sikap anti kritik, lalu pasal terkait pidana mati yang dianggap merampas hak hidup manusia , pasal unjuk rasa tanpa pemberitahuan, pasal terkait edukasi kontrasepsi, pasal terkait tindak pidana agama, pasal terkait penyebaran ajaran yang bertentangan dengan pancasila dan pasal-pasal lainnya. 

Pasal-pasal di atas jelas memunculkan kontroversi karena mencerminkan standar ganda demokrasi yang membuat rakyat merasa bingung bahkan terkhianati. Bagaimana tidak? Pasal terkait penghinaan presiden yang ada di dalam RKUHP membuat rakyat menjadi resah akan hak mengutarakan pendapat. Padahal mengutarakan pendapat merupakan aspek penting untuk mengontrol para penguasa dalam menjalankan beragam amanahnya. Tentu hal ini menciderai UU Pasal 28 dan 28E ayat (3) yang berisi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.”  

Belum lagi beragam tanggapan miring dari para pemuda terhadap pasal terkait edukasi kontrasepsi dan kesusilaan. Hal tersebut adalah buah dari kebebasan-kebebasan yang selama ini tidak ditanggulangi secara solutif oleh pemerintah. Alhasil, kebebasan-kebebasan yang selama ini dinormalisasi bahkan difasilitasi menjadi sesuatu yang terkesan dipaksa untuk dibenahi. Padahal ini bukanlah langkah yang efektif guna menyudahi problematika yang telah mengakar di negeri ini. 

Pasal-pasal di atas menggambarkan adanya standar ganda demokrasi dan adanya perenggutan hak-hak individu yang tidak akan mengarahkan pada sebuah solusi apapun kecuali hanya akan semakin memperkeruh dan menyadarkan masyarakat akan lemahnya demokrasi. Padahal bila lebih dalam menggali ada solusi menyeluruh dan sempurna dari Sang Ilahi. 

Inilah bukti sudah terlalu lamanya masyarakat memisahkan agama dari kehidupan. Masyarakat teralihkan pada sandaran selain Islam dan dihancurkan pula dengan sandaran tersebut. Padahal sebagai seorang muslim hendaknya kita memaknai firman Allah SWT yang tertuang pada QS Yusuf: 40 “Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah.” Dengan itu terbuktilah hari ini, siapa yang bersandarkan pada keputusan selain-Nya tentu tak akan pernah mendapat solusi tuntas seperti apa yang telah tercatat pada kitab-Nya yaitu Al-Qur’an. 

Di dalam Al-Qur'an semua problematika kehidupan dapat terselesaikan, apa-apa yang tertuang pada RKUHP di atas yang malah kontroversial justru Allah sudah lebih dahulu memiliki solusi yang menyelesaikan. Mulai dari persoalan tata kelola negara, sosial, kelompok bahkan individu. 

Contohnya dalam memandang pasal terkait penghinaan presiden, tentu jika ada pemimpin yang berdiri di bawah naungan sistem Islam ia akan mengarahkan masyarakat untuk taat kepada aturan Allah SWT. Pola pikir, lisan, aktivitas dan kebijakannya akan tercurahkan sesuai dengan hukum syara. Hal itu karena yang ia pegang adalah syariat Islam bukan yang lain. Dengan demikian pengutaraan kritik dari masyarakat kepada pemimpin akan selalu terarahkan pada hukum syara. Pemimpin pun akan dengan senang hati menerimanya selama hal tersebut tidak menyimpang dan sebagai upaya memecahkan problematika sesuai hukum syara.

Berbeda halnya dengan saat ini, landasan dan acuan para penguasa bukan lagi kepada kesejahteraan masyarakat apa lagi kepada hukum syara. Di antara pola pikir, lisan, aktivitas dan kebijakannya banyak yang hanya bertujuan pada pencapaian kemanfaatan yang tak jarang hanya untuk mengenyangkan dirinya dan melindungi eksistensinya semata. Hal itu tentu membuat rakyat sedikit demi sedikit sadar akan realita yang ada. Lalu ketika sadar, justru terenggut haknya untuk menyuarakan.  

Begitu juga dengan pasal-pasal lainnya yang seakan menutup lubang tapi menggali lubang baru yang sudah pasti tetap menjerumuskan. Inilah bukti dari sistem demokrasi yang lemah dalam menyelesaikan problematika kehidupan. Masyarakat seperti terjebak di bawah lubang dan bingung akan jalan keluar. Tapi Islam selalu hadir membawa solusi hakiki untuk memecahkan beragam problematika yang ada. Hanya Islam sistem yang benar dan menyejahterakan, yaitu layaknya cahaya kehidupan yang menuntun masyarakat keluar dari lubang kegelapan. Ini bukanlah mimpi atau janji seperti yang demokrasi sajikan, Islam telah membuktikan keberhasilannya dalam sejarah yang tertuang dengan tinta emas di masa kejayaannya terdahulu dan akan kembali berjaya kelak atas izin Allah SWT. Sebagaimana kabar gembira dari Rasulullah SAW, “Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Tyalisi dan al-Bazzar). 

Wallahu’alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar