Oleh : Leihana (Ibu Pemerhati Umat)
Saat tuntunan dijadikan tontonan dan agama dijadikan komoditi hiburan tentu sakralnya dakwah dan ibadah menjadi nisbi. Di era digital saat ini bertebaran konten-konten hiburan di televisi dan media sosial, aktivitas ibadah pun tidak luput menjadi objek konten hiburan tersebut. Salah satunya ramai diperbincangkan kontroversi aktivitas menyawer qariah yang tengah melantunkan ayat suci dengan sejumlah uang oleh beberapa jamaah laki-laki dan perempuan yang tengah menghadiri acara kajian.
Ramai dikomentari netizen, sebuah unggahan Ustaz Hilmi Firdausi di media sosial Twitter-nya yaitu @hilmi28 pada tanggal 5 Januari 2023, isi unggahannya menyatakan keprihatinan Ustaz Hilmi dan menganjurkan para ulama bereaksi dan mengubah kebiasaan niradab yang dilakukan sejumlah jemaah yang menyawer seorang qariah bernama Hj. Nadia Hawasyi dengan cara yang tidak sopan selain melayangkan sejumlah uang di atas kepala qariah ada juga jemaah laki-laki yang menyelipkan uang ke kerudung qariah yang sedang melantunkan ayat suci di acara peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Di Pandeglang Banten pada bulan Oktober 2022 yang lalu.
Beragam komentar netizen di laman Twitter Ustaz Hilmi yang bereaksi terhadap video viral penyaweran qariah Hj. Nadia Hawasyi yang diunggah Ustaz Hilmi, komentar netizen secara mayoritas berpendapat sama dengan Ustaz Hilmi bahwa perilaku sawer qariah ini niradab, tidak sopan, bahkan melecehkan qariah yang disamakan dengan penyanyi dangdut di pentas musik pernikahan, meski ada juga netizen yang turut menyalahkan qariah yang tidak menepis dan menolak saweran—dalam komentar di status Ustaz Hilmi tersebut. Menanggapi berita yang viral setelah beredar video sawer terhadap qariah ini, akhirnya yang bersangkutan selaku qariah yaitu Hj. Nadia Hawasyi bereaksi dalam laman Instagram pribadinya @Nadia_hawasyi6050 bahwa dirinya pun kesal dan marah kepada perilaku sejumlah jemaah dan panitia yang memberikan saweran terhadapnya hingga diselipkan di kerudung, tetapi menurutnya dirinya tidak dapat bereaksi begitu saja dengan marah selagi membacakan ayat suci Al-Qur'an yang belum selesai ia bacakan karena tidak sesuai dengan adab membaca ayat suci Al-Qur'an yang harus diselesaikan terlebih dahulu sehingga dirinya mengaku menegur panitia setelah selesai pembacaan ayat suci Al-Qur’an tersebut bahwa dirinya merasa tidak dihormati/dihargai selaku qariah yang sedang membacakan ayat suci Al-Qur'an dan dirinya pun tidak menyangka pada saat dirinya melantunkan Ayat suci Al-Qur’an akan mendapatkan saweran dari panitia dan jemaah. (kompas.com, 6 Januari 2023)
Bukan hanya qariah yang disawer yang merasa geram dengan perilaku menyawer dengan cara yang tidak sopan, tetapi ketua umum Sekjen MUI Chalil Nafis juga merasa geram dan marah mengomentari video viral aksi sawer qariah di Pandeglang Banten tersebut. Chalil juga melakukan kroscek ke MUI tempat kejadian untuk memastikan kebenaran video tersebut, ternyata sawer qari/iah ini juga sudah jadi tradisi di daerah tersebut. Menanggapi hal itu Chalil menyampaikan memberikan pemberian berupa uang kepada qari/iah sebagai penghargaan diperbolehkan, tetapi harus memperhatikan caranya tidak boleh melakukan sawer langsung di depan umum saat qari/iah melantunkan ayat suci Al-Qur’an apalagi sampai menyelipkan uang ke kerudung qariah yang notabene menyentuh nonmahram yang hukumnya haram bahkan bersifat melecehkan dan adab saat diperdengarkannya Al-Qur’an itu adalah diam dan menyimak dengan saksama, bukan justru dengan impulsif melakukan sawer uang di depan umum. (cnnindonesia.com, 6 Januari 2023)
Kasus disawernya seorang qariah yang sedang membaca Al-Qur’an adalah bentuk pelecehan dan desakralisasi terhadap Al-Qur’an. Hal ini menunjukkan sudah hilangnya adab terhadap kitab suci yang seharusnya dijunjung tinggi. Hal Ini menjadi satu keniscayaan dalam sistem sekuler—yang menjauhkan agama dalam kehidupan dan justru berlandaskan HAM dan menjunjung tinggi kebebasan perilaku. Sebab, dalam sistem kapitalisme siapa saja bisa melakukan apa saja selama memiliki modal atau materi yang memadai karena sistem kapitalisme menjunjung tinggi kebebasan individu dan berpihak terhadap para kapital.
Pemikiran kapitalisme ini pun telah merasuk pada diri umat Islam salah satunya kepada para jemaah yang melakukan aksi sawer qariah karena merasa memiliki cukup uang sudah mampiu membayar dan mengakomodasi seorang qariah kemudian memberi bonus uang dengan seenaknya dengan cara yang tidak sopan dan melecehkan seorang qariah—yang tengah membacakan ayat suci Al-Qur’an yang dipandang sakral dalam ajaran Islam.
Sebagaimana firman Allah Swt.: "Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat." (TQS.. AL-A'raf: 204)
Ternyata aksi sawer qariah ini bukan yang pertama kali terjadi di negeri ini. Sebelumnya ada netizen yang mengunggah sebuah video seorang qariah yang disawer menggunakan uang yang dirangkai menjadi kalung kemudian dikalungkan kepada qariah berbaju hitam yang tengah melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Peristiwa itu sudah lama terjadi, tetapi tidak ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mencegah hal serupa terjadi, adapun ulama dan ormas Islam seperti MUI hanya dapat mengecam dan memberi anjuran tidak dapat melakukan pengaturan (ri'ayah) di tengah umat untuk memberi sanksi yang membuat jera bagi pelaku dan umat lain berbuat hal yang serupa padahal tindakan ini di mata Islam adalah dosa besar karena bukan hanya melecehkan Al-Qur’an sebagai bagian dari ajaran Islam juga melecehkan seorang muslimah yang tengah beribadah membaca ayat suci Al-Qur'an.
Berulangnya peristiwa ini menunjukkan tidak adanya perhatian dan ri'ayah dari pemerintah terhadap ajaran Islam dan pemeluknya. Umat membutuhkan adanya institusi pelindung yang akan menjaga kemuliaan Al-Qur’an dan pembacanya juga secara kafah dalam kehidupan. Ini hanya akan terwujud ketika umat memiliki negara yang memuliakan Al-Qur’an dalam naungan sistem Islam. Sebagaimana pada masa Kekhilafahan Mu'tashim Billahi yang menjaga seorang muslimah yang dilecehkan—orang kafir Romawi yang menyingkap jilbab seorang muslimah— dengan mengerahkan pasukan tak berujung untuk membalas penghinaan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang kafir Romawi tersebut. Lalu di manakah saat ini penguasa ketika seorang qariah dilecehkan saat membaca ayat suci Al-Qur’an?
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar