Oleh : Ai Sopiah
Beberapa hari yang lalu telah terjadi seorang Qoriah di sawer oleh beberapa orang saat mengisi acara maulid nabi sebagai Qoriah di pandeglang banten.
Qoriah Nadia Hawasy angkat bicara usai videonya disawer saat mengaji Al Quran viral di media sosial. Nadia mengaku merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut. "Saya merasa tidak dihargai," ujar Nadia dalam pesan singkatnya.
Kronologi kejadian Nadia mengungkapkan peristiwa dalam video tersebut terjadi saat dirinya menghadiri acara maulid di Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Oktober 2022. Saat itu ia diundang untuk mengisi acara Maulid Nabi sebagai qoriah. "Dan saya tidak tahu kalau pada saat saya ngaji, panitia akan sawer saya," kata Nadia.
Dalam video yang beredar di media sosial, sejumlah laki-laki menyawer Nadia dengan uang saat sedang mengaji Al Quran. Bahkan, ada seorang laki-laki yang menyelipkan uang di kerudung qoriah. (Kompas.com, Jumat 6/1/2023).
Berkenaan dengan ini, Majelis Ulama Indonesia pun ikut angkat bicara. K.H. Cholil Nafis, melalui tweet-nya menyampaikan bahwa menyawer qari atau qariah merupakan cara yang salah dan tidak menghormati majelis. Bahkan, menurutnya, merupakan perbuatan haram dan melanggar nilai kesopanan.
Yang terjadi di video viral tersebut merupakan tindakan yang bertentangan dengan adab mendengarkan Al-Qur’an. Membaca Kalamullah disamakan dengan mendendangkan lagu dangdut. Nilai kesakralan kitab suci umat muslim pun menjadi ternoda. Aktivitas ini merupakan bentuk desakralisasi Al-Qur’an.
Kehidupan sekuler kelihatannya telah menggerus keimanan. Sekularisme sukses membuat umat ini tidak lagi mementingkan agama. Standar materi yang khas pada pola pikir kapitalis pun telah merasuk di relung kaum muslim. Dimana kebahagiaan hanya dinilai dengan banyaknya uang. Seperti yang dicontohkan dua laki-laki yang menyawer qariah. Saweran itu dianggap sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan bagi qariah. Dua laki-laki tadi mengira, dengan saweran sang qariah bahagia sebagaimana para biduan.
Jikalau dibiarkan, aktivitas nyeleneh ini bisa saja menjamur di kalangan kaum muslim. Mereka menganggap Al-Qur’an bukan lagi kitab suci yang wajib disakralkan. Namun, Al-Qur’an akan menjadi sebatas buku sebagaimana buku lainnya.
Desakralisasi seperti ini sangat berbahaya. Umat akan terjauhkan dari petunjuk yang hak. Mereka tak akan menjadikannya sebagai panutan atau petunjuk hidup. Alhasil, kaum muslimin akan hidup dalam aturan bukan Islam. Parahnya, sisi gelap jahiliyah bisa kembali dan merusak umat muslim.
Islam sendiri sebenarnya telah mengajarkan bagaimana seorang muslim bersikap ketika diperdengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an. Allah SWT. berfirman,
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Artinya: “Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati.” (QS Al-A’raf: 204)
Menurut ayat di atas, seorang muslim diperintahkan untuk diam dan mendengarkannya. Imam Ahmad, menyampaikan orang yang mendengarkan ayat Al-Qur’an akan dicatat sebagai kebaikan yang berlipat ganda. Dari Abu Sa’id maula Bani Hasyim, dari Abbad ibnu Maisarah, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda, “Barang siapa mendengarkan suatu ayat dari Kitabullah, maka dicatatkan baginya kebaikan yang berlipat ganda. Dan barang siapa yang membacanya, maka ia mendapat nur (cahaya) di hari kiamat.”
Dengan menyimak bacaan Al-Qur’an, dan mencoba untuk memahami dan mentadaburinya, hati akan tenang. Apalagi jika memahami isi ayat itu, terdapat berita luar biasa yang dibawa olehnya. Rasulullah dan para sahabat misalnya, selalu menangis jika mendengar bacaan ayat suci Al-Qur’an.
Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis, “Aku mendatangi Nabi saw. dan beliau sedang salat. Dan pada kerongkongannya ada suara seperti suara air di periuk yang mendidih. Yakni, beliau menangis.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i. Hadits ini sanadnya kuat)
Salah satu upaya mencegah desakralisasi Al-Qur’an semakin luas adalah menciptakan lingkungan yang kondusif. Maksud dari lingkungan yang kondusif adalah menyuasanakan lingkungan masyarakat, sekolah atau rumah agar dekat dengan Al-Qur’an.
Hanya saja, kedekatan dan pensakralan Al-Qur’an tidak cukup dengan meletakkannya di rak atas, menciumnya, mendengarkan atau menghafal. Tapi harus memahami isinya dan mengaplikasikan dalam kehidupan. Karena Al-Qur’an adalah petunjuk hidup. Sebagaimana janji Allah kepada umatnya ketika mengikuti Al-Qur’an,
“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS Al-Isra: 9)
“Dan Kami turunkan kepadamu Alkitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS An-Nahl: 89)
Juga ayat,
“Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha: 123—124)
Ayat-ayat di atas merupakan petunjuk bagi umat manusia, bagaimana cara terbaik memperlakukan Al-Qur’an.
Selama umat ini masih berada pada lingkungan sekularisme dan kapitalisme, kaum muslim tidak akan bisa mensakralkan Al-Qur’an dengan sempurna, tidak akan menerapkan semua aturan Al-qur'an dengan benar. Bahkan, mereka akan terus dipengaruhi oleh pemikiran Barat untuk merendahkan Al-Qur’an, hingga terwujud desakralisasi Al-Qur’an dan umat jauh dari kitab sucinya.
Dan agar semua orang faham akan permasalahan ini dibutuhkan negara yang menerapkan Islam kaffah dengan sistem pemerintahannya yang disebut Khilafah. Solusi tuntas hanyalah dengan membuang sekulerisme kapitalisme, oleh karena itu mari menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar