Indeks Potensi Radikalisme 2022 Turun, Keberhasilan Duta Damai Dunia Maya?


Oleh : Kartini Rosmalah D.K, M.I.Kom. (Dosen Ilmu Komunikasi)

Indeks Potensi Radikalisme pada tahun 2022 sebesar 10 persen atau turun 2,2 persen, dari 12,2 persen pada tahun 2020 (menpan.go.id, 29/12/22). Kesimpulan ini berdasarkan survey yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Pusat penelitian dan pengembangan Kementerian Agama (Puslitbang Kemenag), Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), The Centre for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR), Nasaruddin Umar Office, The Nusa Institute, Daulat Bangsa, dan Alvara Research Institute. Keberhasilan ini tidak dapat dilepaskan dari upaya BNPT dalam menjalankan program deradikalisasi di antaranya program Duta Damai Dunia Maya.

Program Duta Damai Dunia Maya memang sudah dibuat enam tahun yang lalu, yaitu sejak tahun 2016 di empat titik kota: Medan, Makasar, Jakarta, dan Yogyakarta. Pada tahun yang sama, BNPT melebarkan sayapnya agar para pemuda untuk ikut bergabung, jumlahnya kurang lebih 780 pemuda dari 13 provinsi yang ada di Indonesia. Kemudian membuat pelatihan se-ASEAN di Jakarta pada tahun 2019 dengan mengundang 8 negara yang terdiri dari Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Laos (mediaindonesia.com, 22/4/19).

Terakhir, tepat 8 November 2022 lalu, BNPT membuat acara pengukuhan Duta Damai Dunia Maya Regional Papua Barat di Manokwari yang mengajak 50 pemuda dari blogger, desain komunikasi visual, dan IT (Information and Technology). Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Nisan Setiadi, menyampaikan dalam acara tersebut bahwa para pemuda bisa berperan aktif dan semangat untuk menjadi bagian garda terdepan dalam menyebarkan pesan-pesan perdamaian, cinta tanah air, dan toleransi demi untuk mewujudkan Indonesia yang harmoni (sindonews.com, 10//11/22).

Formulasi BNPT ini dianggap menjadi rancangan khusus agar para pemuda bisa bersinergi dengan pemerintah dan mampu memberikan literasi dan melek media untuk menarasikan intoleransi, radikalisme dan terorisme di dunia maya.

Keterlibatan pemuda memiliki daya tarik sendiri, karena pemuda merupakan corong kebangkitan bangsa. Itulah mengapa BNPT mencoba menggaet para pemuda dalam programnya. Ditambah lagi menjelang Pemilu 2024, BNPT akan terus mengantisipasi dan meminimalkan kemunculan kelompok radikal atau terorisme menjelang pemilihan umum. Menurut BNPT, politik identitas atau politisasi agama dalam pemilu bisa memicu radikalisme dan terorisme (Kompas, 20/11/22)

Narasi yang diusung BNPT ini memiliki kontradiktif terhadap makna yang sesungguhnya. Seolah-olah dengan mengajak pemuda, negeri ini akan damai dan sejahtera. Namun, jika kita amati bersama Duta Damai Dunia Maya adalah program yang sejatinya menggerus jati diri para pemuda Islam agar menjauhkan dirinya dari agamanya sendiri.

Bukan rahasia umum lagi bahwa diksi “radikalisme” melekat pada Islam kaffah, yaitu ajaran Islam yang menyeluruh termasuk politik. Ini adalah narasi sesat yang menyesatkan kaum muslimin agar terpapar dan terbawa arus program terorisme dunia. Bisa kita lihat tuduhan radikal yang kerap dilebeli kepada para ulama yang memperjuangkan Islam kaffah, mereka dipersekusi dan dikriminalitaskan. Sebaliknya, jika ada ulama yang sejalan dengan pemikiran penguasa maka mereka akan difasilitasi dengan perlakuan istimewa bahkan disuarakan opininya.

Antisipasi politik indentitas atau politisasi agama yang digadang-gadang BNPT dan penguasa menjelang Pemilu 2024 ini sesungguhnya merupakan pengalihan politik kotor demokrasi. Pengalihan ini tentu perlu ada “kambing hitam” agar mudah memperdaya rakyat Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim. Sehingga, wacana politik identitas atau politisasi agama ditujukan kepada umat Islam. Mengapa ini menjadi persoalan? Mengapa penguasa harus berputar-putar dalam masalah radikalisme yang selalu bermuara kepada Islam?

Alasannya, status ajaran Islam benar-benar diperhitungkan. Apalagi berkaitan dengan masalah politik. Seandainya para politisi yang ada di Indonesia menjadikan Islam sebagai kebijakannya, maka ini bisa membahayakan oligarki yang duduk di bangku kekuasaan. Jika saja, para politik mengusung ide Islam, maka kekuasaan oligarki akan berakhir.

Tentu semua ini juga menjadi bahaya bagi Barat, jika Islam dijadikan politik di tengah-tengah umat. Upaya barat sejak 21 tahun yang lalu, setelah tragedi WTC 9/11 melawan terorisme akan berakhir. Inilah ancaman terbesar dunia yaitu ketika ajaran Islam direalisasikan dalam ranah politik akan mampu menggulingkan politik kotor demokrasi yang berasal dari ideologi Kapitalisme.  Oleh sebab itu, Barat mengetahui betul ancaman ini, sehingga mereka membuat agen khusus dengan membidik para pemuda agar bisa menghadang kebangkitan Islam. 

Begitu juga dalam program Duta Damai Dunia Maya, program yang selaras dengan perkembangan era digital mengharuskan adanya keterlibatan para pemuda yang nantinya menjadi pembawa arus narasi intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Mereka melihat pemuda rentan terkena “paham radikal”. Dengan begitu mereka mencoba agar pemudalah yang akan melawan radikalisme (Islam) itu sendiri. Bidikan ini tentu harus tepat sasaran, agar formulasi program ini sejalan dengan langgengnya oligarki dan ideologi Kapitalisme tetap bertahan.

Program ini sejalan dengan mengajak para pemuda untuk “Cinta Tanah Air”, yaitu dengan menciptakan moderasi beragama (intoleran). Narasi inilah yang akan diusung terus dan menyebabkan tergerusnya identitas Islam pada diri pemuda muslim. Versi moderasi beragama ini mencabut ajaran Islam sesungguhnya, bahkan menjadikan konstitusi buatan manusia di atas kitab suci Al Quran. Walhasil, Duta Damai Dunia Maya adalah upaya proyek deradikalisasi pemuda Islam agar hilang jati dirinya sebagai seorang muslim.

Padahal, Rasululllah saw. mengajarkan kepada umatnya untuk cinta tanah air dengan menerapkan Islam secara keseluruhan dalam ranah kehidupan. Bagi seorang muslim, bukti kecintaannya terhadap tanah air adalah memperjuangkan syariat Allah SWT.  Mereka akan benci ketika melihat negerinya rusak karena kezaliman para penguasa yang menerapkan sistem kufur (Kapitalisme).

Selain menjadi Duta Damai Dunia Maya, pemuda juga digiring untuk pemberdayaan ekonomi. Salah satu rekomendasi Sekjen PBB (Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa) mamastikan agar sebagian dana untuk memerangi ekstremisme radikalisme harus disalurkan pada pemberdayaan pemuda. Artinya, pemberdayaan ekonomi pemuda akan mengalihkan paham yang benar (syariat Islam) agar pemuda tenggelam dengan kesibukan inovasi-inovasi kecil dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat dan akan habis tergerus dengan hal yang demikian.

Strategi Barat ini justru melemahkan militansi pemuda Islam dalam kebangkitan Islam. Jeratan pemberdayaan ekonomi ini menjadi tipu muslihat Barat dalam upaya menjadikan pemuda Islam sebagai lokomotif ekonomi Barat agar tetap langgeng. Hingga, pemuda Islam tidak menyadari bahwa ini racun berbalut madu. Para pemuda menganggap program ini, baik Duta Damai dan pemberbayaan ekonomi menjadi jalan harapan bagi pemuda untuk membangkitkan negeri ini dari keterpurukan dan akan menyuarakan kedamaian.

Justru hal ini adalah kehancuran bagi para pemuda, karena tergerus akidah Islamnya dengan menancapkan pemahaman ideologi Kapitalisme dalam pemikiran. Timbul daya kritis yang minim terhadap persoalan kehidupan, gaya hidup liberal, hedonis, dan paham sekuler dalam penyelesaian kehidupan membuat pemuda tak punya arah dan pandangan. Inilah mengapa Barat berupaya keras untuk mengusung radikalisme dan terorisme sebagai label Islam, agar umat Islam tidak akan pernah bangkit.

Dari sinilah, wahai pemuda kita harus sadar dan bangkit. Turunnya indeks potensi radikalisme bukan cermin keberhasil pemuda muslim. Keberhasilan pemuda muslim sesungguhnya adalah menerapkan Islam sebagai pedoman hidup, baik untuk dirinya, masyarakat maupun negara.

[Wallahu’alam bish shawab]




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar