IRONI HAKORDIA, KORUPSI MARAK DIKALANGAN POLITISI


Oleh : Rismawati

Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2022 menjadi catatan penting bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, kepercayaan publik terhadap institusi ini anjlok, yang diduga tak terlepas dari perilaku insan di dalamnya.

Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 19-21 Juli lalu terhadap 502 responden, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah ini berada di posisi terendah dalam lima tahun terakhir.

Citra KPK terekam berada di angka 57 persen, paling rendah dalam lima tahun terakhir,” ujar peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin (8/8/2022)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tahun ini layak disikapi dengan rasa berkabung atas runtuhnya komitmen negara dan robohnya harapan masyarakat.

ICW kemudian menyoroti sejumlah aspek yang dinilai turut berkontribusi dalam meruntuhkan komitmen negara terkait pemberantasan korupsi. Salah satu aspek yang turut disorot ICW adalah tingginya angka korupsi di kalangan politisi.

Berdasarkan data penindakan KPK, sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik, baik legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan kepala daerah dengan jumlah 496 orang,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dikutip dari keterangan tertulisnya di laman resmi ICW, Minggu, 11 Desember 2022. (tirto.id, 11/12/2022).

Korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruption dari kata kerja corrumpere berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok.

Korupsi ini tentu akan menjadi kebiasaan yang menggemaskan. Dari dua kasus besar korupsi yang dilakukan oleh menteri, kita bisa belajar bahwa pendidikan moral dan kejujuran itu sangatlah penting untuk ditanamkan sejak dini. Mulai dari tingkat pendidikan di keluarga hingga institusi, karena semua hal yang baik itu terbentuk dari adanya kebiasaan untuk berbuat baik. Jujur itu penting.


Keseriusan Pemberantasan Korupsi                                                                                          Budaya korupsi sudah kadung membudaya bahkan di lakukan sering berjamaa. Hukuman korupsi yang ada selama ini tidak membuat jera.

Sungguh, hanya di dalam sistem sekuler suatu tundak pidana malah di lindungi. Hukuman berpeluang dikompromikan demi mengurangi masa hukuman.

Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan sistem peradilan dan sanksi Islam. Ketegasan sistem Islam dalam memberantas korupsi tidak terlepas sebagai zawajir (pencegah) dan jawajabir (penebus).

Sistem Islam akan meniscayakan ketakwaan dalam diri setiap individu. Hal ini jelas memudahkan proses hukum pada pelaku. 

Dengan ketakwaan yang dimiliki, pelaku tindak kriminal tidak akan tahan berlama-lama menyimpan kesalahan.

Maka individu yakin bahwa hukuman diakhirat lebih dahsyat. Dan pelaku akan menyerakan diri pada pihak berwenang serta mengakui kesalahannya.

Sudah selayaknya negeri ini menerapkan sistem Islam, bukan sistem kufur buatan penjajah. Sistem Islam yang membawa keberkahan dunia sampai ke akhirat.

Wallahu alam bissawab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar