Kenaikan Harga Pangan Tahunan, Bukti Abainya Negara


Oleh : Rismawati

Dilansir dari Beritasatu.com bahwa harga sejumlah kebutuhan pokok terpantau naik menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru 2023. Kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan harga di antaranya adalah ayam per ekor, minyak curah, beras dan telur. Kemudian daging sapi khas dalam, cabai rawit merah dan bawang merah. 
                                                                                Kenaikan harga bahan pokok ini sudah terjadi sejak memasuki bulan Desember 2022. Harga ayam per ekor mengalami kenaikan sekitar 10 persen dalam pekan ini. Hal ini diakui oleh Yanti, pedagang ayam kampung di Pasar Kebayoran Lama. “Ada kenaikan, terjadi kenaikan sekitar 10 persen dari Rp 60.000 jadi Rp 65.000 per ekor,” ujar Yanti di kawasan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta saat ditemui Jurnalis BTV pada Sabtu (17/12/2022).

Kenaikan harga pangan jelang Nataru terjadi lagi. Terus berulang setiap tahunnya. Seakan sudah menjadi hal biasa dan dimaklumi. Sampai saat ini belum ada upaya antisipasi serius dari pemerintah. Praktek penimbunan dan monopoli masih ada dan pelakunya masih melenggang dengan leluasa.

Akibat dari kenaikan harga kebutuhan pokok ini, daya beli masyarakat menurun hingga 50 persen. Penurunan ini diakui oleh sebagian besar pedagang yang ada di Pasar Kebayoran Lama. Salah satu pembeli bernama Vivi pun mengeluhkan harga telur yang naik terus setiap harinya.

Pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab negara dalam Daulay Islam. Negara juga berkewajiban menjadi transaksi ekonomi rakyat agar jauh dari hal yang melanggar syariat. Oleh karena itu terdapat sejumlah skenario yang berpijak pada syariat dalam memenuhi kebutuhan rakyat, yaitu :

Pertama, pemenuhan kebutuhan secara fitrah. Sistim islam yang menjalankan politik ekonomi islam akan memposisikan negara sebagai pungurus (raa'in) rakyatnya. Negara wajib memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) individu per individu serta pemenuhan sekunder. Politik ekonomi Islam diterapkan oleh negara melalui mekanisme dan kebijakan APBN untuk menjamin kesejahteraan manusia. Jaminan pemenuhan kebutuhan ini bersifat harian tidak hanya kaum muslim tetapi non-muslim yang menjadi warga negara khilafah.

Kedua, mengantisipasi penimbunan. Penimbunan secara mutlak haram secara syar'i. Orang yang menimbun (al_muhtakir) sangat di celah oleh Islam. Maka negara dalam Islam bertanggung jawab menyediakan barang tersebut di pasar. Dengan begitu, tidak seorang pedagang pun bisa mengendalikan dan memonopoli harga di pasar. Jika ketiadaan barang akibat kelangkaan Khalifah wajib menyediakan barang dengan mendatangkan dari berbagai tempat.

Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab pada masa paceklik kala terjadi kelaparan di Hijaz. Beliau mengirim surat dan mendatangkan makanan dari Mesir dan Syam, sehingga masyarakat Hijaz bisa terpenuhi. Inilah bentuk perlindungan negara dalam mencukupi kebutuhan rakyat dan melindungi ekonomi negara.

Kenaikan harga jelang Nataru adalah kejadian berulang. Ini karena akar masalahnya adalah pada sistem ekonomi yang di terapkan dan lemahnya posisi negara dalam melakukan pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Maka dalam hal ini, Islam adalah alternatif tunggal pengganti kapitalisme untuk menyelenggarakan pemenuhan kebutuhan rakyat secara hakiki.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar