Oleh: Ai Oke Wita Tarlita, S.Pt.
Tahun baru seharusnya menjadi awal baru untuk memulai sesuatu yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Ada berita yang membuat rakyat Indonesia merasa miris di tahun yang baru ini. Bagaimana tidak?! Berdasarkan hasil pemantauan tren penindakan kasus korupsi semester I tahun 2022, ICW mencatat setidaknya terdapat 252 kasus korupsi dengan 612 orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka dan potensi kerugian negaranya mencapai Rp. 33,6 Triliun (sumber: antikorupsi.org)
Berita-berita OTT oleh KPK seolah menjadi hal lumrah. Korupsi dipandang bagai peristiwa biasa. Bukankah hal ini menandakan rusaknya sistem hukum di Indonesia? Tentu ada penyebabnya, mengapa kasus korupsi di negeri ini meningkat.
Pertama, dalam sistem kapitalisme, korupsi memang terbuka luas. Peraturan perundang-undangan korupsi justru mempermudah timbulnya korupsi. Sanksi hukum yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten, serta lemahnya evaluasi dan revisi perundang-undangan, menjadi pintu masuk untuk melakukan korupsi.
Kedua, korupsi sudah menjadi budaya. Kerusakan sistem politik dan pemerintahan yang ada mengakibatkan korupsi membudaya. Sistem politik demokrasi dengan biaya mahal, membuka lebar pintu korupsi dengan nominal besar yang merugikan negara. Adanya mahar politik adalah suatu keniscayaan dalam demokrasi. Besarnya mahar menuntut untuk balik modal saat berkuasa.
Ketiga, lemahnya integritas individu. Mereka hanya menjadikan dunia sebagai tujuan, maka hidupnya penuh dengan upaya meraih keuntungan. Maka, lahirlah sosok pribadi yang tamak dan serakah demi meraih ambisi dengan cara haram.
Dalam Islam korupsi adalah tindak kejahatan. Islam memiliki sistem hukum yang kuat yang akan mencegah terjadinya korupsi dan memberikan sanksi yang membuat jera. Islam menetapkan korupsi sebagai suatu bentuk kemaksiatan yang menghantarkan kepada dosa. "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda yang lain itu dengan jalan berbuat dosa. Padahal kamu mengetahui." (Q.S Al-Baqarah ayat 188)
Islam memiliki mekanisme untuk mencegah terjadinya korupsi dengan memberikan hukuman yang tegas dan membuat jera. Ini demi menjaga umat dari perilaku tindak korupsi, sekaligus menjaga harta umat. Untuk menutup pintu korupsi, Islam juga memberlakukan sistem penggajian yang layak untuk memenuhi hidup, sehingga tidak muncul rasa kurang dan berkeinginan untuk korupsi.
Bagi pelaku korupsi, Islam memberikan hukuman takzir berupa tasyhir/pewartaan yang ditayangkan di media, penyitaan harta, dan hukuman kurungan, bahkan bisa dihukum mati. Selain itu, masyarakat juga harus cerdas dan peduli akan terjaganya hukum Islam dan menjadi pengawas demi hilangnya kasus korupsi.
Tentu penjagaan yang sempurna ini hanya bisa terjadi tatkala Islam diterapkan dalam kehidupan, yaitu dalam naungan daulah Islamiyyah yang akan memberantas korupsi. Hal itu dikarenakan tegasnya negara dalam menerapkan sanksi hukum serta memberikan efek jera pada koruptor. Ini tidak akan tercapai ketika masih menerapkan sistem kapitalisme.
Wallahu a'lam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar