Oleh : Ummu Fadillah.
Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa.
Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.
"Data tersebut mengindikasikan anak Indonesia rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak dimana berada," kata Ketua KPAI, AI Maryati Solihah dalam keterangan yang dikutip pada Ahad (22/1/2023).
KPAI menemukan kekerasan seksual terjadi di ranah domestik di berbagai lembaga pendidikan berbasis keagamaan maupun umum. Selama 2022, Provinsi dengan pengaduan kasus anak korban kekerasan seksual terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 56 pengaduan dan Provinsi Jawa Timur dengan 39 pengaduan.
Kemudian, data pengaduan Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 1960 aduan. Angka tertinggi pengaduan kasus pelanggaran hak anak terjadi pada anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua/keluarga sebanyak 479 kasus.
Anak SD menjadi pelaku pemerkosaan siswi TK adalah buah kebobrokan negara dalam mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya Sistem Pendidikan, Ekonomi, dan pengaturan media. Akar persoalan bersumber dari sekulerisme yang dijadikan sebagai asas negara.
Belakangan ini banyak terjadi kasus kekerasan seksual pada anak usia dini maupun dewasa di masyarakat. Dan yang sangat disayangkan adalah para pelaku adalah anggota keluarga terdekat. Bahkan ada pula yang ia adalah seorang ayah kandungnya sendiri.
Miris memang kalau kita mendengar banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak akhir-akhir ini. Anak-anak yang semestinya mendapatkan perlindungan dari orang-orang terdekatnya justru “disakiti”.
Seperti kasus yang belakangan ini ramai diberitakan di media massa, di mana pelaku adalah ayahnya sendiri. Belum lagi kasus-kasus lainnya. Fakta membuktikan, semakin hari jumlah kasus semakin bertambah.
Kalau kita cermati lebih mendalam, kekerasan seksual pada anak sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai hidup yang salah, yang berkembang di tengah masyarakat saat ini, yaitu kehidupan sekuler. Pelaku kekerasan seksual pada anak yang mayoritasnya adalah orang dekat korban, menggambarkan keadaan masyarakat yang sakit. Kepadatan penduduk, kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya perhatian orang tua kepada anak, serta kemajuan teknologi, yang sering dituding sebagai penyebab maraknya kekerasan seksual pada anak, hanyalah merupakan buah dari diterapkannya sistem hidup sekuler yang mendewakan paham kebebasan.
Nilai kebebasan yang terdapat dalam sistem kehidupan sekuler telah meracuni akal dan naluri manusia. Ketika seseorang tak memiliki pemahaman agama yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam berperilaku, maka dia akan melakukan apa saja sekehendak dirinya. Paham kebebasan telah menghilangkan ketakwaan individu.
Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan merubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah islam sebagai asas. Islam memiliki aturan yang lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan.
Anak adalah amanah yang dapat mengantarkan kedua orang tuanya ke surga, sekaligus menjadi pelanjut pemerintahan untuk meri’ayah umat. Karena itu sudah selayaknya seorang anak terjaga pergaulannya melalui kehidupan yang diatur oleh sistem yang berdasar pada hukum Allah swt.
Bandingkan dengan generasi Islam yang di didik dengan visi misi menjadi pejuang islam. Tidak hanya harta benda, tetapi juga nyawa pun rela dikorbankan. Begitulah sejatinya generasi pelanjut peradaban yang cemerlang. Sebagaimana yang diperlihatkan Sultan Al Fatih penakluk Konstantinopel dan Salahuddin Al Ayubbi penakluk Yerussalem.
Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, Apabila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan,”Kami mendengar dan kami patuh” Mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS An Nur : 51).
Berbagai faktor penyebab masih maraknya kasus kekerasan terhadap anak ini menunjukkan adanya kegagalan sistemis dari sistem kapitalisme sekuler melindungi keluarga dan anak-anak. Kita butuh sistem kehidupan lain yang lebih melindungi, mengayomi dan meminimalkan kasus kekerasan, khususnya terhadap anak.
Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mendorong setiap individu warga negara untuk taat terhadap aturan Allah SWT. Negara juga mengharuskan penanaman akidah Islam pada diri setiap individu melalui pendidikan formal maupun nonformal melalui beragam sarana dan institusi yang dimiliki negara.
Ketergantungan Ekonomi kepada Suami & Peran Domestik dan Keibuan Dipandang Menyia-nyiakan Bakat Perempuan. Sistem ekonomi Islam mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai dan layak, serta mendorong para kepala keluarga (ayah) untuk dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya.
Tidak akan ada anak yang telantar ataupun orang tua yang stres karena tuntutan ekonomi yang sering memicu munculnya kekerasan anak oleh orang tua.
Efek lain dari pengaturan sistem ekonomi ini akan mampu mengembalikan fungsi perempuan dan ibu sebagai ummu warabatul bait dan madrasatul ula bagi generasi. Yaitu mengurus rumah tangga, juga mengasuh, menjaga, dan mendidik anak-anaknya.
Dalam sistem sosial Islam, negara wajib menerapkan sistem sosial yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai ketentuan syariat.Laki-laki maupun perempuan wajib menjaga/ menutup auratnya, tidak boleh berdua-duaan dengan nonmahram (khalwat) ataupun campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan syar’i (ikhtilat), serta menjaga pandangannya (gadhul bashar).
Setiap individu juga dilarang melakukan pornoaksi atau pornografi sehingga terhindar dari naluri seksual yang tak terkendali, yang mengancam anak dari pencabulan, kekerasan, atau kejahatan seksual. Selain itu, negara juga akan menutup semua mata rantai penyebaran situs-situs porno di berbagai media yang akan mampu menimbulkan syahwat yang liar.
Negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak, baik fisik maupun seksual.
Di mana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain. Secara keseluruhan, sistem Islam akan menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan terhadap anak dari berbagai faktor pemicu kekerasan terhadap anak, mengunci pintu munculnya kekerasan anak, memberikan hak anak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasi.
Semua terlaksana dalam suasana keimanan kepada Allah SWT tanpa ada paksaan dan tujuan tertinggi bukan sekadar menang perlombaan duniawi semacam Kota Layak Anak, tapi mencapai rida Allah SWT.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar