Oleh: Serlina (Jembrana-Bali)
Tahun 1945 menjadi cikal bakal awal kehidupan yang bebas bagi bangsa Indonesia. Meski dikenal sebagai tahun yang memerdekakan bangsa ini, nyatanya justru menanamkan asas yang meliberalkan. Saking liberalnya, semua-semua bebas dilakukan.
Meski kelihatannya demokrasi ini berpihak pada rakyat, dengan gaungnya kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, tetap saja demokrasi adalah segala peraturan yang dibuat oleh manusia dan hukumnya merujuk kembali kepada manusia. Tentu ini akan menjadi senjata makan tuan karena hukum-hukumnya pasti dibuat karena ada kepentingan tertentu.
Dari demokrasi, lahirlah fenomena para pejabat yang korupsi. Bahkan korupsi pejabat bukanlah hal yang asing lagi didengar di telinga masyarakat. Dengan asas liberal ini, maka korupsi sah-sah saja dilakukan, bahkan sudah menjadi kebiasaan. Apalagi ada banyak kesempatan yang mereka miliki saat duduk di kursi kekuasaan. Semakin suburlah setiap tahunnya, meningkat dan terus meningkat.
Pemimpin yang seharusnya amanah, adil, dan bertanggung jawab untuk seluruh rakyatnya tidaklah bisa didapatkan di alam demokrasi. Asas yang digunakan saja sudah salah, awal mereka masuk ke sistem demokrasi pun salah. Semua dilandasi atas maanfaat dan balik modal. Kekuasaan dijadikan sebagai industrialisasi untuk melancarkan perusahaan, rujukan undang-undang memakai arah pandang Barat dan pesanan para corporate. Jelas, kebebasan ala demokrasi sejatinya hanyalah ilusi saja, semu dan tidak akan terwujud.
Sejatinya, kaum muslim hanya akan merasa bebas dan sejahtera di dalam sistem Islam. Bebas melaksanakan perintah syara’, sejahtera dan terjamin kehidupannya tanpa bingung dengan aktivitas pemenuhan kehidupan duniawi.
Sistem Islam memiliki sandaran akidah yang kuat untuk menyelesaikan semua problematika kehidupan, termasuk juga dalam hal pemerintahan. Tidak ada namanya budaya korupsi di dalam sistem Islam. Karena korupsi sama saja mencuri hak orang lain. Mengambil kesenangan di atas penderitaan orang lain adalah tindakan zalim dan pasti ada hukumannya.
Alhasil, jika sistem Islam diterapkan, dapat dipastikan tidak ada seorang muslim pun yang terlalu mencintai dunianya, melainkan lebih cinta terhadap akhiratnya. Mempersiapkan pertemuan terindah dengan Rabbnya untuk dikumpulkan bersama orang-orang yang dijamin surga.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar