Kasus Diabetes pada Anak Meroket, Dimana Peran Negara?


Oleh: Siti Nur Fadillah

Belum usai dengan kasus gagal ginjal akut progresif yang melanda banyak anak di Indonesia dan beberapa negara di dunia, kini muncul fenomena baru diabetes melitus pada anak. Diabetes merupakan penyakit akibat gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah. 

Ketua Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Muhammad Faizi, SpA mengatakan prevalensi kasus diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023 dibandingkan tahun 2010. Faizi juga menjelaskan, kasus diabetes pada anak mencapai 2 per 100.000 jiwa. Dimana 5-10% merupakan diabetes mellitus tipe 2 dan 90-95% diabetes mellitus tipe 1. Kemudian, anak yang paling banyak mengidap diabetes mellitus berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 59,3% dan laki-laki 40,7%. Adapun, kasus diabetes mellitus paling banyak menyerang anak berusia 10-14 tahun, yaitu sebanyak 46%. Lalu, anak usia 5-9 tahun dengan 31,05% (VOA, 2023). 

Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, menjelaskan pola makan dan pola hidup sangat berkaitan erat dengan penyakit diabetes mellitus pada anak. “Apabila makanan seorang anak dari awal mula yaitu sudah selalu tinggi karbohidrat, gula, dan minyak. Ini yang menjadi cikal bakal musibah (diabetes) seluruh dunia. Karena kalau anak-anak kita diberi makanan berupa snack-snack junk food. Gula darah mereka cepat naik kemudian turun drastis. Mereka lapar lagi, makan yang seperti itu terus menerus sehingga insulinnya akan diproduksi secara terus-terusan,” jelasnya.

“Anak-anak yang tidak mau gerak dan olahraga. Tidurnya juga kurang ini akan mempercepat terjadi penyakit degeneratif penuaan dini karena terjadi inflamasi kronik. Saya kira itu yang perlu diwaspadai supaya anak-anak kita tetap sehat. Kemudian, perlu mengubah gaya hidup termasuk pola makan untuk diabetes tipe dua. Karena sama sekali tidak bisa memproduksi insulin,” pungkas Piprim.


Tren Fun, Food, and Fashion (3F) yang menyerang masyarakat

Seperti penjelasan Ketum IDAI, merebaknya kasus tersebut tidak dapat lepas dari pola makan dan pola hidup masyarakat modern. Fun, Food, Fashion yang merebak dan menjangkiti semua strata usia telah memisahkan umat muslim dari syariat menuju gaya hidup sekuler. Umat tak lagi mengindahkan bagaimana pengaturan islam dan lebih memilih kiblat gaya hidup ala barat yang serba bebas dan semaunya sendiri. 

Fun (kesenangan). Disebut dengan Digital Native, anak-anak kini begitu lekat dengan gawai. Game dan sosial media menjadi makanan mereka sehari-hari. Tak ayal aktivitas anak hanya berkisar pada gawai, anak tak lagi ingin bermain di luar karena sudah merasa cukup dengan gawai. Alhasil pola hidup sedentary menjangkiti anak-anak masa kini. 

Food (makanan). Dari konten-konten sosial media yang menyajikan konsumerisme berlebihan, seperti acara mukbang, iklan makanan, maupun acara siaran makanan lain. Makanan dan minuman yang disajikan pun bukanlah makanan sehat anjuran Rasulullah melainkan makanan barat yang syarat akan gula, lemak, dan karbohidrat. Konten tersebut secara langsung mempengaruhi anak untuk ikut mengkonsumsinya tanpa memperhatikan apakah makanan tersebut halal atau tidak, thayyib atau tidak. 

Rendahnya pemahaman umat mengenai pola makan yang sehat makin memperburuk fenomena ini. Ditambah tingginya tingkat kemiskinan menyebabkan umat tak lagi memperdulikan nilai gizi asupannya. Jangankan nilai gizi, asalkan perut terisi sudah syukur. 


Keserakahan Industri Makanan dan Minuman

Industri makanan yang seharusnya memproduksi dan menyuplai makanan dan minuman halalan thayyiban, tak lagi peduli dengan nasib konsumen. Mereka hanya fokus pada upaya meraup keuntungan sebesar-besarnya, tanpa merasa bertanggung jawab dalam membantu perbaikan gizi anak. Meskipun harus menggunakan bahan dengan nilai gizi rendah, kurang berkualitas, kurang aman, kandungan gula tinggi, semuanya halal asal menguntungkan. 

Lebih ironisnya lagi, Pemerintah Indonesia seakan mendukung penuh impor gula dan bisnis pangan bergula, menjadi salah satu lahan subur pos pendapatan APBN 2023. 

Cukai minuman bergula dalam kemasan dipatok naik menjadi 3T dari sebelumnya 1,5T. Selain itu, impor gula menunjukkan Indonesia memiliki ketergantungan tinggi terhadap gula. Kuota impor pun meningkat setiap tahun, seiring bertambahnya industri makanan dan minuman. 
Bukankah hal ini kontradiktif dengan kondisi di Indonesia? Di saat fenomena diabetes pada anak meningkat pesat, pemerintah malah melanggengkan industri makanan dan minuman. Namun apalah daya, dalam sistem ekonomi kapitalisme, tentu kepentingan kapitalis yang lebih diutamakan.


Aturan Makanan dalam Islam

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pedoman bagi umat muslim dalam berbagai lini kehidupan. Termasuk dalam perihal makanan, Islam mewajibkan dua syarat yaitu halal dan thayyib. 
Dalam Al-Baqarah ayat 168 Allah SWT. berfirman
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Allah juga berfirman dalam Al-A’raf ayat 31
 يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Halal berarti terbebas dari segala hal yang telah diharamkan dalam Islam, baik secara dzat maupun cara mendapatkannya. Makanan juga harus thayib, yaitu baik untuk tubuh dan kesehatan manusia. Tidak boleh makan makanan yang merusak tubuh, kesehatan, akal dan kehidupan manusia.

Namun faktanya, umat muslim saat ini kurang memperhatikan perkara halal dan thayyib. Apapun makanannya, asal label halal sudah terpampang tak lagi ambil pusing tentang kethayyibannya. Jangankan perkara thayyib, makanan yang tak terjamin kehalalannya pun tak ragu untuk dikonsumsi. Dengan alasan penasaran, biar nge-trend, atau sekedar ikut-ikutan.  

Padahal suatu hadis yang diceritakan Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah menolak doa lelaki malang itu. Bagaimana doanya akan terkabul, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya dikenyangkan dengan makanan haram!" 

Naudzubillah, jika doa tak lagi terkabul apalagi yang bisa diandalkan lagi oleh umat muslim?


Negara harus menjamin perlindungan makanan

Anak yang seharusnya menjadi penerus perjuangan agama Allah, menjadi terlemahkan secara mental dan fisik. Hal ini terjadi karena negara abai dalam mewujudkan keamanan pangan bagi rakyatnya. 

Allah SWT. berfirman dalam An-Nisa ayat 9: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Kasus ini juga menunjukkan rakyat belum memiliki pola makan sehat. Tingginya kemiskinan juga makin menambah besarnya kesalahan dalam pola makan.  Keserakahan manusia juga mengakibatkan industri makanan abai terhadap syarat kesehatan demi mendapatkan keuntungan yang besar. Semua ini terjadi akibat sistem kapitalisme sekuler yang dianut Indonesia bersifat dzalim, eksploitatif, dan menyengsarakan umat. 

Prinsip kebebasan yang diusung pun tak pelak menjadi bumerang pada bangsa sendiri. Kualitas kesehatan mental dan fisik generasi menurun, beban biaya kesehatan meningkat. Semua solusi yang ditawarkan ibarat tambal sulam dan tak kunjung usai. 

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah, maka semua solusi selalu didasarkan pada syariat Allah Al-Khaliq Al-Mudabbir.

Pertama, sistem politik ekonomi Khilafah berprinsip agar umat dapat hidup secara layak sebagai manusia menurut standar Islam. Sehingga segala sesuatu yang dikonsumsi, baik itu makanan dan minuman, harus bergizi, berkualitas, dan yang paling utama Halal dan thayyib.

Kedua, sistem pendidikan Khilafah selalu meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan aqidah islam. Pemerataan pendidikan pun menjadi fokus utama, sehingga umat memiliki pengetahuan cukup untuk memilih dan memilah makanan yang Halal dan thayyib. 

Ketiga, sistem kesehatan dalam Khilafah akan tersedia secara gratis bagi setiap individu. Khilafah menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, dokter, dan tenaga medis yang profesional untuk memberikan layanan maksimal kesehatan. Sehingga terciptalah generasi sehat dan bermental mujahid untuk melanjutkan perjuangan Islam. Wallahu A'lam bish-shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar