Menakar Keseriusan Pemerintah Bekasi dalam Mengatasi Kemiskinan Ekstrem Di Kawasan Industri Terbesar


Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Miris, begitulah kata yang terucap ketika melihat data yang ditunjukkan oleh pihak Dinas Sosial (Dinsos) terkait warga di Kabupaten Bekasi yang mengalami kemiskinan ekstrem. Menurut data dari Dinsos Kabupaten Bekasi ada ribuan tepatnya 3.961 jiwa warga yang masuk kategori penduduk miskin ekstrem.

Data ini berdasarkan hasil pencocokan data lapangan yang dilakukan pihak Dinsos. Angka ini tentu miris mengingat Kabupaten Bekasi dikenal sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara atau ASEAN. Menurut Kadinsos Kabupaten Bekasi, Endin Samsudin, pencocokan data dilakukan petugas dari tenaga kesejahteraan sosial kecamatan dan pekerja sosial masyarakat dengan mengacu data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022. (Suarabekaci.id, 28/01/2023)

Data lain juga mengungkap fakta yang sama, yakni di Cikarang salah satu bagian dari wilayah Bekasi yang kini  berkembang dan dikenal sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Hal tersebut bisa dilihat mulai dari Cikarang Barat hingga Cikarang Selatan yang penuh dengan kawasan industri. Setidaknya ada ribuan pabrik yang berasal dari puluhan negara ada di sana.

Mengapa lagi-lagi kemiskinan ekstrem terjadi di Bekasi? Apakah pesatnya perkembangan kawasan industri tidak berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja? Atau memang penguasa tidak serius dalam upaya mengentaskan kemiskinan yang kian ekstrem ini?

Sejatinya kemiskinan selalu saja menjadi PR besar bagi tiap rezim pemerintahan. Bahkan keberadaannya menjadi ciri khas jualan pesta politik jelang 5 tahunan. Dalam upayanya membius masyarakat dengan angin kesejahteraan mereka tidak sungkan-sungkan berjanji akan serius mengentaskan kemiskinan. Namun pada akhirnya fakta kembali berbicara, menegaskan keadaan yang secara alami tercipta di iklim kapitalis yang membuat kemiskinan terjadi secara struktural. Dari rezim ke rezim, tsunami kemiskinan tidak juga reda. Jikapun terjadi penurunan hanya sebatas klaim dan tidak sesuai dengan kenyataan. Apalagi standar kemiskinan yang digunakan tidak sejalan dengan nilai kemanusiaan sebab indikator kemiskinan ditentukan dari rata-rata pengeluaran masyarakat, bukan dengan semestinya. Hal ini menghantarkan pada kesimpulan bahwa angka kemiskinan yg sebenarnya lebih tinggi dibandingkan klaim pemerintah. 

Kondisi kemiskinan yang kian ekstrem ini diperburuk dengan fakta bahwa penguasa yang seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya justru tersandung kasus korupsi. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi menetapkan AK selaku mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pemanfaatan barang milik daerah (BMD).

Kemiskinan adalah problem yang sejatinya berakar dari penerapan sistem politik ekonomi yang asasnya rusak sehingga meskipun berupaya memproduksi solusi, tetap bermuara pada kerusakan. Sistem ini tidak lain adalah sistem kapitalisme neoliberal yang tegak di atas asas sekularisme dan dibidani negara-negara adidaya, lalu dipaksakan untuk diterapkan di negeri-negeri lain termasuk Indonesia.

Sistem ini diterapkan secara global dan meniscayakan munculnya berbagai kezaliman struktural dan mondial. Sistem ini telah mencabut kemandirian serta melumpuhkan kemampuan negara lemah untuk menyejahterakan rakyatnya dengan segala sumber daya yang ada di tanah airnya. Sistem ini membidani lahirnya individu-individu rakus yang buta halal haram. Dari merekalah lahir kolaborasi kelompok pemilik modal dan korporasi internasional yang siap menyetir kekuasaan untuk melegalisasi perampokan besar-besaran terhadap kekayaan milik masyarakat.

Mereka bahkan menggunakan semua alat dan cara apa pun untuk menyukseskan target-targetnya, mulai dari lembaga internasional (PBB, WTO, IMF, WB, dan lain-lain), hingga perjanjian-perjanjian internasional. Mereka gunakan sistem moneter dan liberalisasi pasar untuk mendikte negara-negara kecil berstatus “jajahan” ala-ala kekinian. Lalu pada saat sama, mereka bungkus wajah buruknya dengan jargon-jargon kebaikan. Mereka seakan terdepan memimpin perang melawan kemiskinan dengan segala dampak yang ditimbulkan. Mereka pun seakan "santuy" mengawal negara-negara lemah menyolusi problem ekonomi dalam negerinya. Padahal sejatinya, merekalah biang keladi kemiskinan global.

Di Indonesia sendiri korporatokrasi juga nyata adanya. Nyaris semua sumber-sumber kekayaan alam milik rakyat dikuasai oleh mereka hingga negara pun tidak punya modal untuk menyejahterakan rakyatnya. Bahkan pengusaha dan penguasa tega saling berkongsi mengambil untung dari rakyatnya. Dan ndilalahnya kondisi ini diniscayakan oleh sistem politik demokrasi yang terus dikukuhinya.

Harus ada upaya serius dari penguasa untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini terutama di Bekasi. Berharap pada sistem kapitalisme untuk memberantas kemiskinan adalah harapan palsu. Butuh sistem jitu agar solusi mengentaskan kemiskitnan semakin bermutu. Sistem tersebut adalah sistem yang bersumber dari wahyu Allah yaitu sistem Islam. Sistem Islam selama 14 abad terbukti mampu mengatasi problem kemiskinan.


Sistem Islam Mengatasi Problem Kemiskinan

Kemiskinan berasal dari bahasa Arab yang sebenarnya menyatakan kefakiran yang sangat. Allah SWT menggunakan istilah itu dalam firman Nya: "atau orang miskin yang sangat fakir" (QS. al balad: 16)

Sedangkan kata fakir yang berasal dari bahasa Arab; al faqru berarti membutuhkan. Firman Allah SWT; "Lalu dia berdoa; "Ya Rabbi, sesungguhnya aku sangat membutuhkan sesuatu kenaikan yang Engkau turunkan kepadaku" (QS. Al qashash; 24).

Dalam pengertian yang lebih definitif syaikh Taqiyuddin An Nabhani mengkategorikan orang yang mempunyai uang atau harta tapi tidak mencukupi kebutuhannya maka disebut fakir. Sedangkan orang miskin adalah orang yang tidak punya uang atau harta sekaligus tidak punya penghasilan.

Berikut cara Islam dalam mengatasi kemiskinan:
1. Mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada diri dan keluarganya.
Hal ini sebagaimana firman Allah SWT: "Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik" (QS. Al Baqarah: 233).

2. Mewajibkan kerabat dekat untuk membantu saudaranya.
Realitasnya tidak semua laki-laki dapat bekerja untuk mencukupi nafkah keluarganya. Mereka ada yang cacat mental, sakit, usia lanjut, dan lain sebagainya. Dalam kasus semacam ini Islam mewajibkan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah untuk membantunya. 

3. Mewajibkan negara untuk membantu rakyat miskin.
Jika saudaranya pun tidak mampu maka kewajiban memberi nafkah pada seseorang ini jatuh ketangan negara. Negara melalui baitul maal berkewajiban untuk memenuhi kebutuhannya. Rasulullah SAW bersabda: "Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan 'kalla' maka dia menjadi kewajiban kami" (HR. Imam Muslim).
Yang dimaksud 'Kalla' adalah orang yang lemah, tidak mempunyai anak, dan tidak mempunyai orang tua.

4. Mewajibkan kaum muslimin untuk membantu rakyat miskin.
Apabila di dalam Baitul Maal tidak ada harta sama sekali, maka kewajiban menafkahi orang miskin beralih kepada kaum muslimin secara kolektif. Allah SWT berfirman: "Di dalam harta mereka terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian" (QS. Adz-Dzariyat: 19)

Secara teknis hal ini dilakukan dengan 2 cara. Pertama, kaum muslimin secara individu membantu orang-orang miskin. Kedua, negara mewajibkan pajak (dharibah) kepada orang kaya hingga mencukupi kebutuhan untuk membantu orang miskin. Jika dalam waktu tertentu pajak tersebut tidak diperlukan lagi, maka pemungutannya oleh negara harus dihentikan.

5. Pengaturan kepemilikan
Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini sedemikian rupa sehingga dapat mencegah munculnya masalah kemiskinan. Bahkan pengaturan kepemilikan dalam Islam, memungkinkan masalah kemiskinan dapat diatasi dengan sangat mudah. 

6. Penyediaan lapangan pekerjaan.
Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandarkan pada keumuman hadits Rasulullah SAW: "Seorang iman (pemimpin) adalah bagaikan pengembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya)". (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulllah SAW, pernah dua dirham kepada seseorang. Kemudian Beliau SAW bersabda: "Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kapak lalu gunakan ia untuk bekerja".

Begitulah cara sistem Islam dalam mengatasi kemiskinan. Dengan cara tersebut akan menekan angka kemiskinan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar