PENCULIKAN ANAK KIAN MARAK, NEGARA GAGAL MENJAMIN KEAMANAN ANAK


Oleh : Ade Rosanah

Saat ini para orang tua harus lebih waspada dalam menjaga anak-anaknya. Pasalnya, isu penculikan anak kembali viral di media sosial. Korban penculikan ada yang dijadikan pengemis, menjadi korban penyimpangan seksual sampai penjualan organ tubuh. Akan tetapi pihak kepolisian menyatakan bahwa kasus penculikan itu merupakan berita bohong. Sedangkan Jasra Putra sebagai Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menghimbau agar masyarakat tetap waspada meskipun pihak kepolisian menyatakan hal tersebut sebagai berita hoak, (tirto,id, 4/2/2023).

Terlepas isu penculikan yang viral di media sosial itu berita hoak ataupun bukan nyatanya membuat para orang tua serta anak-anak panik dan ketakutan. Sebab, para orang tua masih percaya bahwa lingkungan di luar rumah tidaklah aman dan ramah bagi anak-anak. Para orang tua masih khawatir akan adanya bahaya yang mengintai keselamatan anak ketika berada di luar rumah. 

Anak menjadi target penculikan, entah motif penculikan akibat dari tekanan ekonomi ataupun orientasi seksual yang menyimpang menjadi beban orang tua tersendiri untuk keselamatan anak di saat ini. Karena faktanya, dari tahun ke tahun kasus penculikan kian meningkat. 

Selain itu, model penculikan pun saat ini kian beragam untuk mengelabui masyarakat. Mereka menggunakan trik-trik baru supaya lebih mudah mendapatkan targetnya. Lalu, apakah dengan penjagaan ketat para orang tua serta masyarakat saja cukup untuk menyelesaikan problem tersebut? 

Nyatanya, kasus tersebut tidaklah dapat dihentikan hanya dengan penjagaan dan perlindungan dari pihak orang tua serta masyarakat saja. Sebab, faktor pemicunya harus terlebih dahulu diatasi.

Kebanyakan motif pelaku penculikan ialah dari desakan faktor ekonomi. Kondisi perekonomian masyarakat yang yang kian sulit membuat seseorang kewalahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemerintah selaku pemangku kebijakan saat ini bertindak nirempati terhadap kondisi rakyatnya. Pemerintah acapkali mengeluarkan kebijakan yang tumpang tindih yang akhirnya kesejahteraan tidak dapat dirasakan oleh rakyat.

Sedangkan kondisi perekonomian rakyat saat ini tidak terlepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi negara. Sistem ekonomi Kapitalisme nyatanya telah mengabaikan rakyat kecil bak anak tiri. Namun berbeda dengan kaum pemilik modal, mereka layaknya anak emas, lebih diutamakan kesejahteraannya. Mereka mendapat keuntungan dari setiap kebijakan yang pemerintah keluarkan. 

Ketambah, hilangnya ketakwaan dalam diri seorang pemimpin menjadikan mereka bertindak sesuka hati. Mereka bisa berbuat apa saja tanpa berpikir apakah yang diperbuatnya itu terpuji atau tercela, halal atau haram karena semuanya dilakukan tanpa perspektif agama. Akidah yang seharusnya menjadi pondasi kehidupan telah hilang dalam pikiran para pemimpin saat ini. 

Peranan agama sengaja dihilangkan dari benak mereka. Itu karena asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, khususnya kehidupan dunia yang berlaku dalam sistem kehidupan kapitalisme. Sedangkan manusia lahir dengan kebutuhannya dan manusia dituntut untuk memenuhinya. Namun, ketika agama tak dilibatkan untuk mengatur kehidupan manusia, maka segala macam carapun akan dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk cara yang diharamkan agama seperti menculik anak.

Faktor selanjutnya adalah lemahnya pengawasan orang tua. Seringkali kita melihat orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sampai lupa meluangkan waktu tuk memperhatikan anak-anaknya. Sehingga, anak pun lebih senang dan betah berada di luar rumah, tempat yang rawan bagi penculikan anak. 

Meski, di rumah pun tak menjamin seutuhnya anak aman dari bahaya. Ini berarti tak terelakan rendahnya keamanan dan jaminan dari negara. Kasus penculikan merupakan salah satu bagian kejahatan yang menimpa anak di hari ini. 

Padahal sesungguhnya, keamanan merupakan kebutuhan komunal yang wajib diwujudkan negara, termasuk jaminan keamanan tuk anak-anak. Apalagi anak-anak juga bisa disebut kelompok lemah yang rentan tak bisa melindungi dirinya sendiri dari tindak kejahatan. Maka, peran negara yang mesti dikerahkan agar faktor-faktor pencetus kejahatan anak bisa terminimalisir.

Namun sepertinya hal tersebut belum jadi prioritas negara dalam mengurus rakyat. Meskipun ada Undang-undang Perlindungan Anak, namun tak mampu mengurangi tindak kejahatan pada anak. Tindak kejahatan pada anak di hari ini malah bertambah.

Maka, ini menandakan hukum yang diberlakukan negara saat ini tak membuat jera para pelaku kejahatan. Negara bersistem kapitalis nyatanya gagal mewujudkan keamanan serta perlindungan bagi rakyatnya. Namun, tidak demikian ketika Islam hadir dengan syariatnya yang berguna mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam memandang bahwa keamanan sebagai kebutuhan komunal yang mana negara wajib menjaminnya. Oleh karenanya, keselamatan semua individu merupakan salah satu hal yang harus diutamakan dan diwujudkan oleh negara. Negara berfungsi sebagai pelindung serta pengurus rakyat. Negara menjadi garda terdepan melindungi rakyatnya dari berbagai macam bahaya yang mengancam.

Sebagai upaya preventif, negara akan menjatuhkan hukuman yang setimpal bagi pelaku tindak kriminal agar menjerakan. Pelaku penculikan akan dijatuhi sanksi takzir, yaitu sanksi yang telah ditetapkan khalifah. Selain itu, dengan penerapan sistem ekonomi syariah, negara dituntut memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, seperti sandang, pangan dan papan. Artinya, rakyat akan mendapat kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Maka, tidak akan terjadi ketimpangan hidup seperti sekarang. Sebab faktanya tekanan ekonomilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya tindakan kriminalitas.

Anak merupakan aset berharga bagi orang tua dan bangsa. Sejatinya mereka yang akan meneruskan kepemimpinan di masa mendatang. Selayaknya orang tua, masyarakat serta negara berupaya dalam menghalau segala hal yang mengancam keamanan dan keselamatan generasinya. Dengan penerapan Islam beserta syariatnya secara kaffah akan mampu mewujudkan keamanan bagi anak.

Wallahu'alam...




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar