Putar Balik Fakta, Meninggal Jadi Tersangka


Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) geram atas tindakan yang dilakukan Satuan Lalu lintas Polres Metro Jakarta Selatan (Satlantas Polrestro Jaksel) yang menetapkan Muhammad Hasya Atallah Saputra (HAS) sebagai tersangka dan menganggap tindakan tersebut seperti kasus Sambo dalam kasus kematian Brigadir J. Pasalnya HAS adalah korban kecelakaan yang meninggal akibat terlindas mobil AKBP (Purn) Eko Setio Budi Wahono. Menurut Kronologi yang di buat BEM UI, Mantan Kapolsek Eko Setio Budi menolak ketika diminta teman korban yang berada di TKP (tempat kejadian perkara) untuk membawa HAS yang saat itu sedang meregang nyawa setelah terlindas mobil SUV yang dikendarai oleh Eko Setio Budi ke Rumah Sakit. Akibatnya HAS tidak segera mendapatkan pertolongan sehingga dinyatakan meninggal tidak lama setelah tiba dirumah sakit. Gita Paulina selaku kuasa hukum almarhumah mempertanyakan tidak adanya tes urine pada pelaku, karena pelaku tidak segera menghentikan mobilnya setelah melindas korban dan tak mau menolong korban. (https://m.republika.co.id : 29 Januari 2023)
Benny Josua Mamoto selaku Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) melakukan Klarifikasi setelah menerima laporan atas penyelidikan peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Mantan Kapolsek Eko Setio Budi tersebut. Pihaknya menyimpulkan setelah memeriksa 12 orang saksi, bahwa pensiunan anggota polri tersebut tidak memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka. Pihaknya juga menyebutkan bahwa penetapan korban menjadi tersangka menjadi sensitif karena korban telah meninggal dunia. Oleh karena itu Benny menghimbau agar pihak kepolisian memaparkan proses pembuktiannya melalui fakta-fakta yang ditemukan, saksi-saksi peristiwa, hasil olah TKP yang diharapkan dapat meluruskan kesimpang-siuran dengan mengundang pengacara dari pihak keluarga korban (https://www.kompas.tv : 29 Januari 2023)
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengungkapkan alasan korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal pada kecelakaan 6 Oktober 2022 menjadi tersangka adalah akibat kelalaiannya sendiri yang dapat menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri bukan karena kelalaian pelaku yang dalam hal ini adalah Purnawirawan Polri AKBP Eko Setio Budi Wahono. Kondisi hujan saat itu menyebabkan jalan menjadi licin, sehingga motor yang dikendarai dengan kecepatan 60 km/jam oleng ketika mengerem mendadak karena secara tiba-tiba motor didepan korban belok kekanan. Akibatnya korban yang oleng ini jatuh ke sebelah kanan dan secara kebetulan dari arah berlawanan melaju kendaraan Pajero yang dikendarai Eko Setio Budi yang menurut kepolisian melaju dengan kecepatan 30 km/jam tak memungkinkan untuk menghindar sehingga terjadilah peristiwa tabrakan tersebut. Namun Pihak keluarga korban masih tetap bersikukuh melanjutkan proses hukum meski telah beberapa kali dilakukan mediasi yang diprakarsai kepolisian. (https://www.cnnindonesia.com : 28 Januari 2023)
Kembali lagi ditunjukkan lemahnya sistem Hukum buatan manusia dalam balutan sistem Demokrasi kapitalis yang sangat mudah dimanipulasi bahkan diperjualbelikan. Pemisahan agama dengan kehidupan dalam sistem bathil ini menganggap bahwa agama hanyalah berhubungan dengan ibadah atau ritual-ritual keagamaan bukan mengatur kehidupan. Akibatnya aturan kehidupan yang digunakan adalah aturan hukum buatan manusia yang sarat dengan hasrat dan kepentingan individu sehingga bukanlah sesuatu hal yang mengagetkan jika hukum yang berlaku menjadi tumpul keatas dan tajam kebawah. Hukum buatan manusia ini pun menjadi mandul jika berbenturan dengan pangkat dan jabatan. Sesuatu hal yang mustahil mewujudkan hukum yang adil dalam sistem kapitalis.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang meletakkan kedaulatan hukum-nya ditangan Allah SWT. Sebagaimana disebutkan di dalam Al qur’an “Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah : 50). Dalam hukum Islam, kasus kecelakaan yang menimpa HAS akan mendapatkan keadilan. Keputusan peradilan Islam bersifat mutlak, mengikat dan siapapun tidak bisa membatalkannya, tidak dapat melakukan banding ataupun peninjauan kembali. Sehingga tidak ada celah sedikitpun untuk tindakan curang.

Kasus yang dialami oleh HAS tersebut masuk kedalam ranah pembunuhan tersalah yaitu pembunuhan yang terjadi bukan karena disengaja. Kasus seperti ini ditangani oleh Qodhi Muhtasib yaitu lembaga peradilan dalam sistem Islam yang menangani masalah pelanggaran yang bisa membahayakan hak masyarakat yang bertugas mengkaji semua masalah yang berkaitan dengan hak umum tanpa adanya penuntut. Namun ketiadaan penuntut ini tidak berlaku pada hukum Hudud dan Jinayat. Setelah menerima laporan kasus, maka Qodhi Muhtasib mengumpulkan fakta, bukti dan saksi peristiwa. Ketika pelaku terbukti bersalah, maka dikenakan hukum jinayat yaitu membayar diyat mukhafafah atau denda ringan yang diambil dari harta keluarga pelaku. Denda tersebut berupa 5 macam hewan yaitu 20 ekor unta berumur empat tahun, 20 ekor unta berumur lima tahun, 20 ekor unta betina berumur 1 tahun, 20 ekor unta betina berumur dua tahun, dan 20 ekor unta jantan berumur dua tahun dan dapat dibayarkan secara bertahap pada keluarga korban selama tiga tahun, setiap tahunnya membayar 1/3 dari denda keseluruhan. Selain itu pelaku pembunuhan juga dikenakan kafarat. Sebagaimana firman Allah “dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendaklah)harus memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (yang terbunuh)”. (QS.  An-Nisa : 92).

Demikianlah Islam memberikan keadilan kepada seluruh pihak baik pelaku maupun korban dan hukum Islam tidak mengenal hak istimewa, golongan semuanya warga memiliki hak yang sama sehingga tidak akan muncul kesenjangan dan kecemburuan sosial.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar