Oleh: Nurmaya (Muslimah Peduli Umat)
Belakangan banyak beredar video viral tentang penculikan anak. Meskipun karena media sosial saat ini berkembang sangat pesat tidak sedikit dari video tersebut adalah hoak bus. Namun kita tetap harus waspada dan peduli terhadap lingkungan di sekitar.
Dari portal berita online TEMPO.CO, Selasa, 7 Februari 2023 kasus penculikan anak bertambah lebih banyak pada awal 2023. Total 28 kejadian terjadi sepanjang awal tahun menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) 2022, angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebanyak 15 kejadian. Dalam konferensi pers, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Nahar mengajak seluruh pihak, baik orang tua, masyarakat, sampai Pemerintah terlibat dalam pengawasan anak dari penculikan anak. “Sehingga ancaman yang berdampak lebih buruk bisa kita hindari,” kata Nahar di Jakarta, 3 Januari 2023.
Sebelumnya di penghujung tahun 2022 kita dihebohkan oleh berita penculikan Malika di Jakarta, anak berusia 6 tahun ini diculik oleh Iwan Sumarno seorang pemulung selama 26 hari. Malika ditemukan bersama pelaku di Tangerang Selatan. Hasil peyidikan menunjukan korban diculik untuk motif ekonomi. Selama penculikan korban diajak memulung serta mengemis, bila tidak mau korban ditendang atau disentil.
Adapun di tahun 2023 yang baru saja berjalan, kasus yang juga bikin geger adalah penculikan balita di Cilegon. Pada tanggal 2 januari seorang anak berusia 4 tahun yang bernama Andriana Syahfitri diculik di daerah Cilegon, dan baru ditemukan pada hari Rabu tanggal25 januari pada pukul 02.30 dini hari di daerah Jakarta Selatan atas informasi seorang warga Jakarta. Andriana ditemukan dalam kondisi lusuh dan kusam, karena selama penculikan korban dijadikan pengemis di kawasan Jakarta.
Kasus besar lainnya terjadi di Makasar. Penculikan yang berakhir pembunuhan menimpa seorang anak bernama M. Fadil Sadewa (11) pada selasa 17/1/2023. Korban adalah seorang pelajar dan biasanya sepulang sekolah menjadi juru parkir di sebuah minimarket untuk menambah uang saku. Korban berasal dari kalangan tidak mampu. Korban diculik dengan modus membantu membersihkan rumah dengan iming iming uang Rp 50 ribu. Saat itu korban sedang melakukan aktifitas juru parkirnya. Pelaku penculikan dan pembunuhan ini berjumlah 2 orang yang usianya masih remaja yaitu 17 dan 18 tahun. Pelaku mencari informasi terkait penjualan organ tubuh dan menemukan alamat surat elektronik lalu melakukan penawaran. Saat hendak menawarkan organ yang hendak dijual, pelaku tidak mendapat respons calon pembeli. Akhirnya korban yang telah dibunuh dengan cara dicekik dan dibenturkan ke lantai itupun dibungkus dan mayatnya dibuang di waduk Nipa-Nipa kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros tepatnya di bawah jembatan
Astaghfirullahal’adzim. Realita ini sungguh nyata terjadi. Kemiskinan menjadi motif utama dari ketiga kasus penculikan anak di atas . Makhluk tidak berdaya ini telah menjadi korban dari orang dewasa di lingkungannya sendiri. Orang-orang yang seharusnya memberi rasa aman dan melindunginya, karena himpitan ekonomi dan kurangnya penanaman agama justru menjadi musuhnya. Orang tua yang berkutat dalam kemiskinan, tidak bisa memberi tempat tinggal nyaman dan aman bagi anak – anaknya. Para ibu disibukkan membantu suaminya memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga anak keluar dari jangkauannya dan dengan mudah menjadi santapan para pelaku kejahatan.
Indonesia dilanda krisis multidimensi, baik ekonomi, moralitas dan ketakwaan. Tatakelola negara yang diterapkan, telah melahirkan berbagai macam krisis. Indonesia yang berpotensi menjadi negeri kaya karena sumber daya alam (SDA) melimpah, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya. Peraturan yang ada yang lahir dari sistem pemerintahan yang keliru memudahkan SDA dijarah para pemodal swasta lokal maupun asing. Dengan mudah negara menyerahkan pengelolaan harta kekayaannya kepada pihak yang nyata-nyata hanya akan memperkaya dirinya sendiri. Rakyat hanya jadi penonton tanpa menikmati kekayaan negerinya. Bahkan sebagian kekayaan itu telah tergadai kepada asing.
Sistem ini juga nyata telah menjauhkan agama dari kehidupan. Melahirkan manusia yang tidak takut kepada Tuhannya. Para pejabat tidak takut korupsi, orang miskin tidak takut berbuat jahat dan kriminal. Semua hanya fokus pada kepentingannya masing-masing. Adapun sanksi kejahatan buah sistem ini tidak mampu membuat efek jera bagi para pelaku kejahatan. Tidak aneh bila ada yang disebut penjahat kambuhan. Kita sering menjumpai narapidana yang kembali berbuat kejahatan. Di sisi lain, ada istilah hukum yang bisa dibeli. Artinya bila pelaku kejahatan memiliki uang, maka memungkinkan pelaku kejahatan terbebas dari hukuman. Na’udzubillaah.
Jadi, dapat kita rumus dan simpulkan bahwa krisis multidimesi yang terjadi di Indonesia, yang juga menjadi penyebab banyaknya kejahatan penculikan akhir-akhir ini adalah buah penerapan sistem kehidupan (ideologi) yang salah yang diterapkan negeri ini. Kita harus menerapkan sebuah sistem yang di dalamnya melahirkan manusia yang takut kepada Tuhannya, sekaligus para pemimpin yang akan serius mengurusi kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. Bersedia menjadi perisai bagi rakyat.
Berdasarkan ciri – ciri tersebut di atas, dipastikan hanya sistem Islamlah yang bisa menjadi solusi. Melalui Islam kehidupan yang madani bukanlah ilusi. Ketika Islam diterapkan makna rahmatan lil’aalamiin mejadi jaminannya. Bukan hanya bagi umat muslim, tapi bagi seluruh warganya sekalipun mereka non muslim. Islam bukan hanya sekedar agama. Islam lahir bersama syariatnya (aturan/hukum). Islam akan amenjadi sebuah sistem sempurna karena bukan hasil rancangan manusia yang akalnya terbatas dan memiliki hawa nafsu, melainkan diciptkan langsung oleh penciptaNya.
Para ulama mengatakan bahwa sebagaimana manusia dituntut untuk meyakini bahwasanya hanya Allah yang mengatur alam semesta, maka tugas manusia juga dituntut meyakini bahwasanya hanya Allah yang berhak membuat hukum di antara manusia, dan wajib berhukum dengan hukum tersebut. Allah SWT berfirman, yang artinya “Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya, dan Dia Mahacepat perhitungan-Nya.” (QS.Ar-Ra’d : 41). Lalu Allah SWT juga berfirman yang artinya, “Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.” (QS. Al-An’am : 57).
Wallohu’alam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar