Oleh : Riza Maries Rachmawati
Seolah tidak ada ujungnya lagi-lagi kasus kekerasan yang dilakukan pemuda menghiasi pemberitaan diberbagai media. Salah satu diantaranya adalah kasus penganiayaan D (17 tahun) putra petinggi GP Ansor oleh anak pejabat pajak MDS (20 tahun) dikerenakan seorang gadis bernama AGH (15 tahun). Akibat penganiayaan ini D mengalami koma selama 4 hari. MDS menjadi tersangka dengan beberapa rekannya, AGH dikeluarkan dari sekolahnya dan MDS dikeluarkan dari kampusnya. Selain kasus penganiayaan juga terjadi kasus rudapaksa yang berujung pada kematian. Mirisnya baik pelaku maupun korban masih duduk dibangku SMP. Fakta miris ini terjadi pada siswa SMP di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Korban yang masih berusia 14 tahun akhirnya meninggal usai diperkosa oleh empat temannya. Sementara di daerah Purwakarta, Polsek Pesawahan mengamankan 5 orang pemuda yang melakukan percobaan pencurian dengan kekerasan. Rentang usia pelaku masih 17 hingga 19 tahun.
Makin banyaknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pemuda menggambarkan ada yang salah dalam sistem kehidupan saat ini. Mulai lemahnya peran keluarga dalam meletakkan dasar perilaku terpuji, rusaknya masyarakat, hingga gagalnya sistem pendidikan dalam membentuk anak didik yang berkepribadian Islam. Semua itu adalah buah dari kehidupan berdasarkan paham sekularisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama hanya dikerdilkan untuk urusan personal sedangkan urusan kehidupan umum berasal dari akal manusia yang terbatas. Alhasil tatkala akan dijadikan penentu hukum tentu aturan yang terbentuk sarat dengan kepentingan manusia.
Kesibukan orang tua berkerja termasuk kaum ibu dan abainya negara dalam membekali ilmu pengasuhan kepada calon orang tua menjadi salah satu faktor penyebab kenakalan remaja. Remaja yang jauh dari orang tua atau terlalu dimanja oleh orang tua cenderung mengedepankan ego sehingga mereka akan mudah berbuat anarkis untuk memuaskan rasa ego tersebut. Di bidang pendidikan, sistem pendidikan yang berbasis sekularisme menjadikan orientasi sekolah bukan menimba ilmu namun bagaimana bisa mencetak buruh terdidik. Kebijakan ini akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Maka tak heran anak-anak minus pemahaman agama sehingga sering bertindak amoral untuk menyelesaikan masalah. Negara hanya menindak pelaku kriminalitas tanpa ada upaya pencegahan, bahkan negara sekuler kapitalisme mempersilahkan paham liberalisme maupun permisif menggerogoti jiwa pemuda. Maka tak heran semakin hari kasus amoralitas remaja semakin marak.
Sangat berbeda dengan kualitas generasi yang dididik dengan sistem Islam yang didasari oleh akidah Islam yang akan menuntun pemeluknya menyadari bahwa dunia adalah tempat menanam kebaikan untuk di panen di akhirat kelak. Pemahaman seperti ini akan menjaga setiap individu untuk selalu menjaga perilaku sesuai dengan aturan Allah dan Rosulnya. Karena itu Islam memandang bahwa menjaga kualitas generasi merupakan hal penting. Semua elemen dilibatkan untuk membentuk kualitas generasi terbaik.
Dimulai dari benteng pertama yaitu pihak keluarga. Islam memerintahkan orang tua untuk mendidik anak-anak mereka dengan akidah Islam bukan nilai-nilai materialistik yang meninggikan egonya. Akidah Islam ini akan menuntut menjadi pribadi yang memiliki akhlakul kharimah. Sehingga baik mereka anak pejabat atau rakyat biasa tidak ada yang merasa rendah diri atau tinggi hati. Karena keimanan adalah satu-satunya pembeda diantara keduanya.
Kedua masyarakat, ciri khas masyarakat Islam yaitu mereka memiliki budaya amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat yang demikian akan menjadi lingkungan yang baik untuk anak-anak. Sebab mereka bisa melihat praktik dan menerapkan aturan agama secara langsung. Masyarakat Islam akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran dan menjaga aturan pergaulan dimasyarakat sesuai dengan syariat. Dengan budaya amar makruf nahi munkar yang dihidupkan setiap orang akan merasa sungkan untuk melakukan maksiat.
Ketiga negara, negara Islam wajib menjadi perisai bagi anak-anak agar tidak salah tujuan hidupnya. Mekanismenya dengan cara menerapkan sistem pendidikan dan mengatur sistem sosial. Kurikulum pendidikan Islam disusun dalam rangka membentuk kepribadian Islam yang utuh pada siswa baik dari sisi akidah, tsaqofah, maupun penguasaan IPTEK. Konsep ini akan membuat suasana keimanan generasi semakin kuat. Mereka akan dengan sendirinya menghindari perbuatan anarkis, penganiayaan, pelecehan dan sejenisnya. Dalam sistem sosial negara Islam akan menjaga agar interaksi antara laki-laki dan perempuan terjalin interaksi yang produktif dan saling tolong menolong dalam membangun umat yang dilandasi keimanan kepada Allah. Dengan demikian tidak akan terjalin hubungan-hubungan yang dilarang oleh hukum syara seperti pacaran. Selain itu negara juga mengatur media, dalam khilafah media memiliki fungsi strategi sebagai sarana edukasi masyarakat agar mereka semakin paham syariat.
Jika ada pelanggaran hukum syariat Islam, para pelaku akan dikenai sanksi Islam. Dalam sistem Islam hukum akan diterapkan kepada mereka yang telah mencapai usia baligh. Sehingga jika para pelaku dibeberapa kasus yang disebutkan telah baligh, uqubat Islam wajib diberikan kepada mereka. Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitabnya sistem hukum Islam menjelaskan untuk kasus penganiayaan, sanksinya berupa jinayah yaitu hukuman setimpal (qisas) karena sudah membahayakan nyawa yang lain. Sedangkan untuk kasus kekerasan, qadhi akan memutuskan perkaranya dengan sanksi ta’zir. Sedangkan untuk kasus rudapaksa, pelaku akan dikenai hudud zina ghairu muhsan yakni 100 kali cambuk dan diasingkan selama satu tahun.
Dengan mekanisme ini negara Islam mampu menyelesaikan akar masalah penyebab kenakalan remaja. Akhirnya anak-anak akan tumbuh dan berkembang sebagai pribadi muslim berakhlak mulia. Untuk itu sudah saatnya kita meninggalkan sistem kapitalisme dan mengganti dengan sistem Islam.
Wallahu ‘alam bi shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar