Demi Eksistensi, Konten Bunuh Diri Dilakoni


Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Maraknya media sosial yang bisa digunakan sebagai ajang eksistensi diri, membuat hampir setiap individu memanfaatkannya, membuat berbagai konten yang menarik sehingga meningkatkan viewer dan follower yang berdampak pada diperolehnya pendapatan dari konten yang di buat, terlepas dari baik dan buruknya isi konten, dan dampak konten  yang dibuatnya. Oleh karena itu tidak heran jika banyak yang membuat konten pamer kekayaan atau berpura-pura kaya, hingga konten berbahaya yang diluar nalar.

Konten berbahaya hingga berujung maut dipertontonkan oleh seorang perempuan berinisial W dari Bogor dan mirisnya, konten yang berisi aksi bunuh diri itu disaksikan oleh teman-temannya yang saat itu melakukan video call dengannya. Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto menyampaikan keterangan saksi, bahwa saat pembuatan konten bunuh diri, W terpeleset dari kursi yang digunakan sebagai pijakan untuk gantung diri, salah satu temannya yang ikut menyaksikan life streaming melalui video call tersebut segera berlari menuju rumah kontrakan W, namun tak tertolong. Hasil visum dari RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) menunjukkan W tewas karena gantung diri, tidak ditemukan kekerasan pada tubuh W (https://www.cnnindonesia.com : 3 Maret 2023)

Konten negatif lain yang sering muncul dan dijadikan sebagai ajang eksistensi diri adalah flexing. Flexing merupakan istilah yang mengacu pada pamer kekayaan dengan mempertontonkan gaya hidup yang memberikan kesan mampu pada orang lain. Istilah yang mulai muncul di tahun 1899 pada buku The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institutions karya Thorstein Veblen dan menjadi tenar ini dianggap buruk karena membuat para konten creator harus rela mengeluarkan banyak uang untuk memenuhi hasrat pamer ke medsos seperti barang mewah, fasilitas mewah dan hal-hal mewah lainnya (https://www.suara.com : 26 Mei 2022).

Perilaku-perilaku tersebut mencerminkan cara pandang sekulerisme yang sudah mendarah daging di masyarakat. Paham sekulerisme merupakan paham yang memisahkan agama dengan kehidupan sehingga membuat masyarakat tak perduli perbuatan yang dilakukannya tidak sesuai dengan syariat. Asas kebebasan yang menjadi dasar dalam sistem kapitalis semakin menjerumuskan individu kedalam taraf berpikir yang rendah. Taraf berpikir yang dikendalikan oleh hawa nafsu semata, seperti binatang yang hanya memikirkan diri sendiri untuk memenuhi hasrat berkuasa dan eksistensi diri dalam komunitas.

Paham sekulerisme melahirkan sistem kapitalis yang hanya mengutamakan materi dan mengukur segala sesuatunya dengan untung dan rugi saja maka tak pelak negara bersistem kapitalis yang seharusnya sebagai periayah, pengurus, dan pelindung rakyat tak peduli dengan segala akibat dari regulasi yang diluncurkan karena hanya berorientasi pada kemanfaatan dan keuntungan para kapitalis dan keuntungan pribadi. Sehingga media-media dengan leluasa menyuguhkan iklan-iklan produk dan informasi-informasi gaya hidup mewah milik para kapitalis yang memang di desain sedemikian rupa untuk memunculkan gaya hidup hedonis dan budaya konsumtif pada masyarakat, yang merupakan cikal bakal munculnya konten-konten flexing dan membahayakan.

Pendidikan sekuler yang diterapkan di sekolah-sekolah semakin memperkokoh pola pemikiran materialis karena porsi pendidikan agama hanya dua jam saja dalam satu pekan dan tak pernah sekalipun dijadikan patokan dalam pembuatan regulasi. 

Berbeda halnya sistem Islam yang memandang individu sebagai hamba Allah yang harus taat dan patuh pada aturan Allah sehingga segala perbuatan yang dilakukannya adalah ibadah dan nantinya akan diminta pertanggungjawaban.

Kesadaran inilah yang dapat menciptakan taraf berpikir tinggi dan menjadikan setiap muslim hanya fokus pada mencari ridho Allah, memaksimalkan kemampuan diri untuk kemuliaan Islam dan kaum muslim. Suasana demikian hanya mampu dilakukan oleh negara yang menggunakan sistem Islam secara kaffah dalam menjalankan roda pemerintahannya dan dalam segala aspek kehidupan.

Sistem Islam yang diterapkan dalam pendidikan, melahirkan pelajar yang sikap dan perilakunya sesuai dengan syariat Islam, mampu mengembangkan ilmu, mampu menyelesaikan masalah umat, dan berinovasi. Penerapan sistem Islam dalam kehidupan sosial membuat masyarakat mampu beramar ma’ruf nahi mungkar dan membangkitkan semangat untuk melakukan amal kebaikan. Fungsi media dalam negara bersistem Islam adalah untuk mengedukasikan syariat pada masyarakat, politik, sains dan kemuliaan Islam. Sehingga suasana indah penuh kemuliaan dengan sikap tawadhu atau rendah hati dapat tercipta. Demikianlah Islam memuliakan manusia dengan taraf berpikirnya yang tinggi.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar