Mengaji Menumbuhkan Kesadaran dan Tanggung Jawab Terhadap Keluarga Serta Lingkungan


Oleh: Tika Kartika (Aktivis Muslimah)

Pengajian adalah salah satu tempat dan aktivitas mencari ilmu, terutama ilmu agama. Allah telah memerintahkannya sebagai sebuah kewajiban. Kini pengajian digandrungi tak hanya oleh anak muda, namun emak-emaknya juga. Dan itu patut diapresiasi. Semangat mengikuti pengajian sejatinya sesuatu yang menggembirakan, karena bisa mendapatkan ilmu untuk modal menjalani kehidupan. 

Namun kini aktivitas mulia itu menjadi viral karena perkataan tokoh publik yang dianggap nyinyir oleh warganet. 

Melansir REPUBLIKA.CO.ID (6/2/2023), Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, menjadi sorotan kembali setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos). Pidato Megawati itu terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana' di Jakarta Selatan. 

Saya melihat ibu-ibu tuh ya maaf ya sekarang kan kayaknya budayanya beribu maaf, jangan lagi saya di-bully. Kenapa toh seneng banget ngikut pengajian ya? Iya lho maaf beribu maaf, saya sampai mikir gitu lho," kata Megawati di acara yang dihadiri Republika.co.id tersebut. 

Pengajian akan menjadikan seseorang yang mengikutinya paham terhadap agamanya, juga merupakan pemenuhan seruan Allah sebagaimana firman nya dalam surah At Taubah; 12:122 yang artinya: "Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya." 

Juga banyak hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yg shahih akan kewajiban menuntut ilmu agama.

Ketika hadir di pengajian dianggap melalaikan anak, itu adalah tuduhan yang tidak berdasar dan tanpa bukti. Apalagi sampai dikaitkan dengan stunting. Pernyataan tersebut adalah bentuk salah paham terhadap aktifitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu‘ain bagi setiap muslim termasuk muslimah. 

Lempar batu sembunyi tangan, itulah pribahasa yang cocok disematkan kepada seseorang yang pendapatnya menyalahkan pengajian dan mengira bahwa pengajian akan menyebabkan tidak terurusnya anak-anak. Sejatinya, sistem kapitalisme yang menjadi akar masalah lahirnya berbagai kebijakan penyebab terjadinya stunting pada anak. Kebijakan ekonomi yang pro oligarki sehingga harga-harga kian meroket tak tertahan. Sulitnya lapangan kerja bagi para suami mereka dan masih banyak permasalahan harus dihadapi oleh ibu-ibu. 

Pengajian menjadi tempat alternatif untuk menggali dan memahami berbagai hukum Allah secara kaffah. Dan itu sangat dibutuhkan oleh kaum ibu untuk mengarungi kehidupan. Termasuk modal untuk mendidik anak. Terkait bagaimana cara memberikan anak rizki yang halalan toyyiban agar anak terhindar dari stunting dan anak selalu dalam ridla Allah. 

Ilmu wajib itu yakni ilmu agama yang justru tidak didapatkan di bangku sekolah yang memiliki kurikulum sekuler. Ilmu agama bahkan dianggap tak penting sehingga hanya diberi waktu 2 jam perminggu, dan kini justru diwacanakan untuk dihapus dari kurikulum. 

Sejatinya, ilmu yang akan Allah pertanyakan nanti adalah ilmu agama. Sejauh mana ikhtiar untuk mendapatkannya, juga seperti apa pengamalan dari ilmu yang telah didapatkan. Apakah ilmunya tersebut bisa mendatangkan manfaat bagi orang banyak, atau justru malah membuat ia dan orang-orang disekelilingnya semakin jauh dari Allah. 

Dalam negara Islam, mengkaji Islam secara kaffah itu bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu, yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya,sehingga menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, tinggi taraf berpikirnya, kuat kesadaran politiknya  yang juga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan . 

Wallahu'alam bishawwab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar