Pengerdilan Makna Pengajian


Oleh : Rismawati

Sungguh-sungguh terjadi agenda negara dalam pidato kenegaraan selaku pejabat negara feminis, melontarkan kalimat mempersoalkan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Dan berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak.(republika.co.id.19/2/2023)

Saat acara Kick Off Pancasila dalam Tindakan di The Tribrata, Jakarta Selatan, Kamis (16/2/2023). Megawati dalam kesempatan tersebut pertanyakan bagaimana nasib anak-anak dari ibu-ibu yang gemar ikut pengajian, ia tegaskan perlu adanya manajemen rumah tangga.(tribunnews.com.18/2/2023)

Dilansir dari Siddiq-news.com disebutkan bahwa Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, kembali menjadi sorotan setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos).

Beliau mengkritisi ibu-ibu yang rajin ikut pengajian. Sontak hal ini memicu respon luar biasa di tengah masyarakat.

Pernyataan Megawati tersebut jelas menyudutkan keberadaan ibu-ibu pengajian. Hadir di pengajian dianggap bentuk melalaikan tugas seorang ibu yakni mengasuh anak hingga tidak memperhatikan asupan gisi anak-anaknya. Tuduhan tersebut merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Sebab, kita pahami bersama bahwa tanggung jawab menuntaskan kasus stunting (tengkes) bukan hanya tanggung jawab keluarga untuk memberikan pola makan sehat. Namun juga tugas negara untuk menjaga kestabilan ekonomi.

Tuduhan bahwa mengikuti pengajian adalah bentuk melalaikan tugas untuk mengurus anak juga adalah salah satu bentuk salah paham terhadap aktivitas menuntut ilmu. Padahal menuntut ilmu agama hukumnya adalah fardhu a'in yakni kewajiban yang dibebankan kepada setiap individu manusia, baik muslim maupun muslimah.

Wujud nyata dari pemisahan agama dengan kehidupan yang dikenal fasluddin ‘anil haya’ dalam sistem kehidupan kapitalis.

Sehingga kehadiran ibu-ibu di pengajian dianggap melalaikan tugas peran seorang ibu rumah tangga, dalam mengasuh, mendidik, anak-anak dalam keluarga mereka. Tuduhan tiada dasar, betapa tidak ternyata ibu-ibu dalam majelis ilmu (pengajian) banyak manfaat ilmu sebagai bekal mendidik, mengasuh buah hati, mengurus rumah tangga serta mengurus suami hasil dari pengajian ibu-ibu.

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah, baik formal maupun nonformal. Ilmu agama menjadi prioritas utama untuk dipelajari. Namun, bukan berarti ilmu-ilmu lain bisa diabaikan. Sehingga, negara Islam memiliki sistem pendidikan yang berasas pada akidah Islam.

Selain itu, Rasulullah juga memerintah kepada umatnya untuk senantiasa menghadiri majlis-majlis ilmu karena majelis ilmu adalah tempat yang sangat baik yang ada di muka bumi. Bahkan Rasulullah pun mengibaratkannya sebagai taman surga.

Majelis-majelis ilmu juga merupakan bagian dari program pembinaan negara, di mana majelis-majelis ini sebagai salah satu tempat untuk membina individu masyarakat untuk memahami Islam kafah selain dunia pendidikan formal. Agar individu masyarakat menjadi masyarakat yang beriman dan menyandarkan segala perbuatannya hanya kepada Allah, serta senantiasa memiliki taraf berpikir yang tinggi dan kesadaran politik yang luas.

Bagi seorang ibu sendiri, majelis tersebut mampu untuk mengajarkan kepada perempuan bahwa rida mereka berada pada rida suami, tugas mulia mereka adalah sebagai ummu wa Rabbatul bait, serta mereka juga memiliki kewajiban lain yaitu senantiasa ber'amar ma'ruf nahi mungkar. 

Menuntut ilmu juga memiliki beberapa keutamaan, diantaranya: diangkat derajatnya oleh Allah. Dimudahkan jalan menuju surga. Orang berilmu akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Ilmu adalah pahala yang kekal, karena bisa menjadi amal jariyah.Ilmu adalah warisan para Nabi. Oleh karena itu, sungguh mulia orang-orang yang menuntut ilmu dan menjadikan ilmu sebagai cahaya dalam kehidupannya.

Sehingga kita tidak perlu merasa takut dengan stigma negatif yang disematkan para penuntut ilmu. Wallahua'lam bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar