Pengusaha Senang, Buruh Tidak Tenang


Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Pada Selasa, 21 Maret 2023, buruh menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Jakarta Selatan dalam rangka menolak aturan pemotongan upah 25 persen. Aturan pemotongan upah buruh itu tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 pasal 8 ayat 1 berisi bahwa "Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah yang biasa diterima". Hal ini berarti Kemnaker mengizinkan pengusaha untuk memangkas gaji buruh hingga 25 persen. Beleid ini ditetapkan pada 7 Maret dan diundangkan pada tanggal 8 Maret 2023.  (cnnindonesia.com, 21/03/2023)

Selanjutnya, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan bahwa Partai Buruh bersama Organisasi Serikat Buruh akan  melakukan mogok kerja nasional sebagai bentuk protes dari Permenaker nomor 5 tahun 2023 dan UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR tersebut antara bulan Juli-Agustus 2023. (kumparan.com, 24/03/2023)

Di sisi lain dari kalangan pelaku usaha, Wakil Ketua Umum Apindo Bidang Ketenagakerjaan Anton J. Supit menilai aturan ini memiliki tujuan yang lebih luas, yakni menyelamatkan perusahaan dari meledaknya pemutusan hubungan kerja massal. (cnbcindonesia.com, 19/03/2023)

Pemotongan gaji pada industri padat karya jelas akan memberatkan pekerja, apalagi potongannya cukup besar hingga 25 persen dan bisa berlangsung selama enam bulan. Hal ini akan menurunkan daya beli di tingkat bawah dalam jumlah yang cukup besar. Terlebih lagi, saat ini tengah memasuki bulan Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Harga-harga kebutuhan pokok naik dan pekerja pada umumnya perlu mengeluarkan konsumsi lebih ketika Ramadan dan Idul Fitri.

Dalam sistem kapitalisme, berlaku prinsip ekonomi, dimana meminimalisir biaya untuk mendapatkan profit yang sebesar-besarnya. Salah satu caranya adalah menekan biaya gaji buruh supaya ada efisiensi, yang sejatinya itu adalah ketidakadilan yang sebenarnya. Dengan semakin naiknya harga-harga kebutuhan pokok, tentu para buruh juga membutuhkan penghasilan yang lebih banyak lagi artinya perlu ada kenaikan gaji untuk mengimbangi kenaikan harga-harga tersebut. Tetapi yang terjadi justru pengusaha ingin menekan gaji buruh, sehingga terjadi konflik antara pengusaha dan buruh.  Berharap negara akan menyelesaikan konflik tersebut, tapi nyatanya negara hanya sebagai regulator dan fokus negara adalah untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi, karena itu keberpihakannya hanya kepada para pemilik modal. Jika pemerintah tidak berpihak kepada pengusaha maka  pertumbuhan ekonomi akan terlambat karena investasi menurun atau pengusaha akan memindahkan investasi ke negara lain.

Para pekerja dalam pandangan kapitalisme hanya sebatas sebagai faktor produksi atau buruh, tidak dipandang sebagai manusia yang membutuhkan kesejahteraan dalam hidupnya. Upah hanya bermakna sebagai ongkos yang dikeluarkan perusahaan untuk bisa menggerakkan manusia untuk bekerja. Upah ditetapkan berdasarkan kebutuhan hidup minimum yang sekedar hanya bisa dipakai untuk hidup layak secara fisik dalam satu bulan, padahal disaat yang sama, pemenuhan kebutuhan hidup rakyat tidak hanya sebatas itu, namun ada biaya pendidikan, kesehatan dan seterusnya. Sementara pengurusan hajat publik termasuk buruh  diserahkan kepada swasta, yang berarti negara memindahkan beban jaminan kesejahteraan buruh kepada pengusaha.

Berbeda dengan sistem Islam, standar pengupahan dalam sistem Islam berdasarkan pada manfaat yang diberikan. Sistem pengupahan dalam Islam adalah sistem yang adil karena memperhatikan hak dan kewajiban pekerja (ajir) dan pemberi kerja (musta'jir). Jika upah dari pekerjaan tidak mencukupi kebutuhan hidup pekerja beserta orang yang dalam tanggungan nafkahnya, atau ketika dia memiliki ketrampilan yang rendah atau fisik yang lemah, maka negara yang akan memberi solusi. Majikan atau pengusaha tidak punya tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja. Majikan hanya wajib memberi upah sesuai dengan pekerjaannya. Ketika pekerja tersebut sudah mendapat upah, tapi tidak cukup untuk kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan dan papan, maka dia dikategorikan fakir yang berhak mendapat zakat yang dikumpulkan negara dari para muzakki. Bila ternyata masih belum cukup maka negara akan menyediakan kursus gratis untuk meningkatkan ketrampilannya.

Untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan, keamanan dan rekreasi disediakan oleh negara bagi seluruh rakyat baik yang kaya maupun yang miskin tanpa dipungut biaya. Karena itu para pekerja tidak akan risau akan kebutuhan hidupnya dan bisa bekerja dengan tenang.

Demikianlah sistem Islam dalam mewujudkan kesejahteraan bagi para pekerja. Dan kesejahteraan itu telah terwujud pada masa kegemilangan peradaban Islam selama 13 abad lamanya. Karena itu, marilah kita kembalikan sistem kehidupan Islam yang penuh keadilan dengan menerapkan Islam secara kafah.

Wallahu a'lam bi ash-shawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar