Pilih Iming-iming Dunia Apa Janji Sang Pencipta?


Oleh : Ulianafia Ummu Taqiyuddin

Ngonten, viral, terkenal dan kaya nampaknya telah menjadi opini yang telah menghipnotis banyak manusia hari ini. Hingga, banyak manusia yang melakukan banyak adegan yang aneh dan nyeleneh sampai menjijikan dan berbahaya demi viralnya konten.  Seperti, challenge cekik leher, mandi lumpur dan yang terbaru saja wanita berinisial W (21) tewas tergantung kain, Ia tewas akibat ulahnya membuat konten berpura-pura gantung diri (5/3/2023, Baperanews.com)

Disisi yang lain para pengejar dunia artispun nampak masih masif. Sebab, media begitu menampakkan kekayaan dan keglamoran kehidupan para artis sehingga yang nampak adalah aura kebahagiaan dan kenyamanan. Meski dibelakang itu banyak kerusakan dan berbagai permasalahan yang tidak dinampakkan. 

Faktanya saja banyak artis yang sedang naik daun malah justru terkena kasus narkoba karena ingin menenangkan diri sampai pada bunuh diri. Ada juga kisah model yg harus menahan lapar dengan hanya makan tissu demi menjaga berat badan. Begitupun dengan daftar orang kaya yang bunuh diri, seperti  Adolf Merckle yang sempat menyandang gelar orang terkaya di Jerman itu membunuh dirinya sendiri dengan menabrakkan badannya ke kereta api.

Berbagai kasus di atas menjadi bukti bahwa ketenaran dan kekayaan yang selama ini mereka idam-idamkan tidaklah mampu memberikan kebahagian dan ketenangan hidup namun justru sebaliknya memberikan tekanan dan sempitnya kehidupan. 

Jika mau flashback gaya hidup seperti ini tidaklah lahir secara alamiah. Namun, ia merupakan bawaan dari sistem yang ada saat ini. Dimana sistem kapitalis sekuler menstandarkan kebahagian pada materi semata. Sehingga, melahirkan manusia-manusia yang hedonis dan liberal, yang artinya hanya mencari  kebahagiaan dan kesenangan hidup belaka dengan melepaskan dan menghilangkan tatanan agama. 
 
Padahal menghilangkan tatanan agama dari kehidupan adalah praktik pembunuhan fitrah manusia. Sedangkan fitrah itu tidak bisa dibunuh melainkan harus dipenuhi. Sehingga nampaklah fitrah mengangungkan (naluri beragama) yang seharusnya kepada Sang Pencipta alam malah teralihkan kepada benda-benda dan idola-idola mereka. Jadilah pikiran, perasaan dan tindakan mereka tertuju dan meniru para idola.

Jelas sekuler menjadikan manusia berfikir instan dan rendah. Karena menyandarkan tindakan hanya pada kesenangan sesaat. Sedang sistem kapitalis sendiri menjadikan tuntutan kehidupan begitu tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder atau bahkan tersier. Ini disebabkan karena negara lepas tangan dari tanggungjawab dalam meriayah rakyatnya. Dengan kata lain hanya sebatas regulator belaka. 

Tentu tuntutan kehidupan tinggi yang tidak dibarengi dengan taraf berfikir yang tinggi pula hanya akan memunculkan jiwa-jiwa yang sakit alias stres. Yang pada akhirnya banyak orang yang mengalami gangguan jiwa sampai angka bunuh diri yang semakin tinggi.  

Dimana Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.

Selain itu berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun 2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif.

Fenomena buruk ini tentu akan terus meningkat dan semakin mengerikan jika tidak segera dirubah dalam pandangan hidup manusia. Tentu, ini hanya bisa dilakukan dengan mengembalikan fitrahnya, yaitu mengembalikan kehidupan kepada tatanan sistem Islam. 

Islam menjaga setiap fitrah (naluri) manusia. Baik naluri beragama (gharizah tadayun), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa'), maupun naluri melestarikan keturunan (gharizah nau'). Dengan penjagaan ini tentu manusia akan tetap berada dalam rel kemuliaannya sebagai hamba Allah SWT.

Penjagaan ini hanya bisa dilakukan dengan menjalankan fungsi dari ketiga komponen, yaitu individu, masyarakat dan negara.  Sebab, ketiganya bagaikan circle kehidupan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Misalnya saja jika individu dibiarkan melakukan kerusakan tentu akan berdampak pula pada masyarakat dan negara.

Sebagaimana hadits Rasulullah Saw, "Kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah perahu. Nantinya, ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah perahu tersebut. Yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air, tentu dia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, "Andai kata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita."Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu."(HR Imam Bukhari)

Disinilah Islam mewajibkan setiap komponen untuk saling menjaga, mengingat, dan menasehati dalam ketaatan. Yang dengannya akan terwujud kehidupan yang sejahtera dan berperadaban.

Tentu terwujudnya fungsi ketiga komponen ini hanya bisa diraih dengan mengembalikan taraf berfikir umat kepada taraf berfikir yang tinggi. Yaitu mengenal Pencipta, hakikat kehidupan ini dan kehidupan setelahnya. Dengan ini, masyarakat tidak hanya akan menjauhi perkara-perkara haram bahkan juga perkara-perkara yang sia-sia. Sebab taraf berfikir mereka sudah tinggi, yang tidak hanya sebatas kesenangan belaka melainkan pada kemuliaan dan keselamatan dunia dan setelahnya.

Sebab, kehidupan setelah ini adalah kehidupan yang sebenar-benarnya yang disana disediakan berbagai kenikmatan yang tidak pernah terbayangkan bagi hamba-hamba yang melakukan ketaatan secara totalitas. Dan inilah yang menjadi tujuan hidup atas manusia yang mampu berfikir tinggi. Wallahu'alam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar