Si Paling Derita


Oleh : Tri Purwasih. P (C.L.F) 

"Gimana? Masih bocor?" 
"Masih kak. Semalam kami ndak tidur nampung bocornya" 

Duh, berasa paling susah. Berasa derita milik pribadi. Terkadang itulah yang kita rasakan saat Allah uji dengan musibah. Sampai kita lupa, bahwa bukan kita saja yang tertimpa musibah. Bahkan mungkin ada yang lebih berat musibahnya. 

Selama 3 hari Batam diguyur hujan. Terkadang hujannya lebat disertai angin. Beberapa ruas jalan banjir parah. Mengakibatkan banyak kendaraan bermotor tidak dapat melintas bahkan ada yang mogok. Ada juga jalanan yang mengalami longsor sehingga rawan untuk dilewati. Longsor pun memakan korban. Satu orang meninggal karena tertimbun longsoran. 

Saat hujan angin, ada beberapa atap rumah warga tertiup angin. Beredar juga video rumah dan kos-kosan terendam banjir. Si empunya terkaget, sepulang kerja, semua barang sudah terendam air. Tak lagi bisa diselamatkan. 

Tersadar, rumah bocor dan tak tidur semalaman bukan musibah besar. Masih banyak diluar sana yang lebih berat musibahnya. Setiap diri kita, pasti pernah tertimpa musibah maupun punya masalah. Hanya saja levelnya berbeda. Lupakan statamen "Si Paling Derita". 

Mengutip perkataan Ustad Cahyo dikanal youtube Yuk Ngaji. "Urusan akhirat lihat keatas, urusan dunia lihat kebawah. Yang punya mobil alhamdulillah, tetangga saya hanya naik motor kehujanan. Yang naik motor alhamdulillah, tetangga saya naik sepeda. Yang naik sepeda alhamdulillah, tetangga saya jalan kaki. Yang jalan kaki, alhamdulillah tetangga saya naik kursi roda nggak fkeksibel kemana-mana. Yang naik kursi roda alhamdulillah masih ada kursi rodanya. Yang sakit di rumah alhamdulillah tidak opname. Yang opname alhamdulillah masih bisa istighfar." 

Ada satu kisah yang syarat akan hikmah. Yakni kisah Abu Qilabah, sahabat terakhir Rasulullah saw. Di akhir hayatnya, Abu Qilabah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Itu menurut pandangan kita yang mendengar kisahnya dan siapapun yang melihat kondisinya saat itu. Beliau tidak memiliki kaki maupun tangan, sehingga hanya bisa terbaring. Penglihatannya sudah rabun dan pendengarannya sudah berkurang. Namun dengan kondisinya yang seperti itu, Abu Qilabah tetap bersyukur karena masih Allah berikan lisan untuk berdzikir. 

Suatu hari anak semata wayangnya sudah beberapa hari tidak pulang. Anak yang membantu dan merawatnya. Ternyata anak tersebut sudah meninggal diterkam binatang buas. Mendengar kabar tersebut, yang Abu Qilabah ucapkan adalah alhamdulillah. Beliau bersyukur karena dikaruniai anak yang tidak bermaksiat kepada Allah. 

Apapun kondisi kita. Apapun masalah kita. Apapun musibah yang sedang menimpa kita. Janganlah merasa kitalah yang paling menderita. Merasa kitalah yang paling layak dikasihani. Menutup telinga dan mata, membuat hati minim empati. Selalu ingat, bahwa diluar sana masih banyak yang lebih berat cobaannya. 

Wallahu'alam bishawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar