Jangan Asal Pilih Pemimpin, Umat Mendamba Kepemimpinan Syar'i


Oleh : Anindya Vierdiana

Umat saat ini sesungguhnya sedang di bingungkan dengan berbagai citra calon pengampu jabatan, namun faktanya citra diri saja tak cukup di jadikan sebagai tolok ukur terpilihnya seorang pemimpin dalam memimpin sebuah wilayah ataupun negara. 

Dalam Islam ada banyak hal yang harus di perhatikan dan tidak sembarangan menunjuk seseorang untuk menjadi pemimpin.  

Melansir dari Detik Jateng bahwa putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep menyatakan berminat terjun ke politik. Namun,  Kaesang menolak saat diminta netizen menjadi Bupati Klaten. Apa alasannya? 

Adalah bunyi cuitan salah satu netizen yang mendukung Kaesang untuk menjadi Bupati Klaten. "Mas dadio bupati klaten wae,dadi nyen meh bolak-balik sleman-solo lumayan cedak,,," cuit @Aji*** seperti dikutip detikJateng, Senin (27/2/2023).

Cuitan itu dijawab Kaesang dengan penolakan. Ia beralasan karena Klaten tidak punya bioskop.

Banyak di antara tokoh yang memiliki citra diri yang baik namun menjadi pemimpin tidaklah cukup hanya dengan memiliki citra yang baik dan pribadi yang bersahaja, karena sejatinya letak dari keberhasilan dalam mengelola suatu wilayah ataupun negara ada pada sistemnya.

Klaten adalah salah satu dari sekian banyak wilayah di Indonesia yang butuh pemimpin yang amanah, dengan banyak persoalan dalam kehidupan masyarakat dan politik, semua butuh solusi. Sayangnya solusi yang di tawarkan dalam sistem saat ini tidaklah menyelesaikan. Mengapa? 

Di bawah naungan sistem kapitalis sekuler problematika dalam kehidupan masyarakat maupun politik di solusikan dengan ketidak adilan. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, yang kuat di perbolehkan menindas yang lemah, segala masalah akan di selesaikan dengan uang. Ada uang ada yang di jadikan kambing hitam tanpa ada rasa bersalah maupun takut berdosa. Sistem kapitalis sekuler adalah paket komplit dalam merusak tatanan kehidupan masyarakat Islam. Sistem kapitalis sekuler begitu banyak melahirkan ranting-ranting persoalan baru dari penyelesaian induk-induk permasalahan yang tidak di selesaikan secara tuntas. Lihat saja, kemiskinan semakin meningkat, tingkat kejahatan semakin tinggi, angka pengangguran merangkak naik belum lagi utang luar negeri yang kian waktu semakin bertambah. 

Umat teramat sangat mendamba kepemimpinan yang syar'i, semakin banyak mata melihat ketidakadilan, terlebih pada Islam. karenanya kesadaran umat akan aturan Islam semakin meningkat. Umat mulai menyadari pentingnya belajar Islam secara menyeluruh.

Berbicara tentang kepemimpinan syar'i ada dua hal yang harus di penuhi, adalah sosok pemimpin dan sistem kepemimpinan, yang keduanya harus sesuai syariah.

1. Pemimpin Syari
Sistem pemerintahan Islam, Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nizham Al-hukm fii Al-Islam menyebutkan syarat-syarat syar'i yang wajib pada seorang pemimpin (Khalifah) 
1. Muslim 
2. Laki-laki 
3. Dewasa(baligh) 
4. Berakal 
5. Adil 
6. Merdeka 
7.Mampu melaksanakan amanah kekhilafahan berdasarkan kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Kemudian juga ada syarat tambahan sebagai keutamaan namun bukan keharusan bagi pemimpin yakni
a. Mujtahid 
b. Pemberani 
c. Pandai berpolitik.
 
Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Afkar as Siyasiyyah juga menyebutkan beberapa karakter seorang pemimpin yaitu:
1. Berkepribadian kuat. 
Orang lemah tidak pantas menjadi pemimpin. Abu Dzar ra. pernah memohon kepada Rasululah saw, untuk menjadi pejabat, namun beliau bersabda:
يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيفٌ، وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
“Abu Dzar, kamu ini lemah, sementara jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Pembalasan amanah itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil amanah tersebut sesuai dengan haknya dan menunaikan kewajiban dalam kepemimpinannya.” (HR Muslim).

2. Bertakwa. 
Sulaiman bin Buraidah, dari bapaknya, menuturkan, “Rasulullah saw., jika mengangkat seorang pemimpin pasukan atau suatu ekspedisi pasukan khusus, senantiasa mewasiatkan takwa kepada dirinya.” (HR Muslim). Seorang pemimpin yang bertakwa akan selalu menyadari bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya dan akan selalu merasa takut untuk berbuat kedzaliman karena Allah maha melihat segala perbuatan. 

3. Memiliki sifat welas asih, bersikap lembut dan bijak dan tidak menyulitkan rakyatnya. Terkait hal ini Rasulullah Saw pernah berdoa:
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ وَمَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ فَارْفُقْ بِهِ
“Ya Allah, siapa saja yang diberi tanggung jawab memimpin urusan umatku dan menimbulkan kesulitan bagi mereka, maka persulitlah dia. Siapa saja yang memerintah umatku dengan sikap lembut (bersahabat) kepada mereka, maka lembutlah kepada dia.” (HR Muslim).

Abu Musa al-Asyari r.a., saat diutus menjadi wali/gubernur di Yaman, menyatakan bahwa Rasulullah saw. pun pernah bersabda:
بَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا وَيَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا
“Gembirakanlah (rakyat) dan jangan engkau hardik. Permudahlah (urusan) mereka dan jangan engkau persulit.” (HR al-Bukhari).

4. Penuh perhatian kepada rakyatnya. 
Maqil bin Yasar menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Siapa saja yang memimpin pemerintahan kaum Muslim, lalu dia tidak serius mengurus mereka, dan tidak memberikan nasihat yang tulus kepada mereka, maka dia tidak akan mencium harumnya aroma surga.” (HR Muslim).

5. Istiqamah memerintah dengan syariah. Diriwayatkan bahwa Muadz bin Jabal, saat diutus menjadi wali/gubernur Yaman, ditanya oleh Rasulullah saw., “Dengan apa engkau memutuskan perkara?” Muadz menjawab, “Dengan Kitabullah.” Rasul saw. bertanya lagi, “Dengan apalagi jika engkau tidak mendapatinya (di dalam al-Quran)?” Muadz menjawab, “Dengan Sunnah Rasululllah.” Rasul saw. bertanya sekali lagi, “Dengan apalagi jika engkau tidak mendapatinya (di dalam al-Quran maupun as-Sunnah)?” Muadz menjawab, “Aku akan berijtihad.” Kemudian Rasulullah saw. berucap, “Segala pujian milik Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah ke jalan yang disukai Allah dan Rasul-Nya.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Baihaqi).  


2. Sistem Kepemimpinan Syar'i

Sistem kepemimpinan syar'i adalah sistem kepemimpinan yang di bangun Rasulullah Saw dalam shirah nabawiyyah berdasarkan riwayat-riwayat yang terpercaya dan telah disebutkan informasi akurat mengenai bentuk dan struktur kepemimpinan yang di bangun Rasulullah Saw. Di Madinah Rasulullah Saw membangun negara, melakukan aktivitas kenegaraan serta meletakkan landasan teoritis bagi Sistem pemerintahan yang maju bahkan banyak dari sistem ini yang di adopsi dan menjadi dasar pemerintahan modern.
 
Sayangnya pada masa Rasulullah Saw sistem dan struktur kenegaraan belum di lembagakan dalam buku khusus, namun praktiknya sudah di jalankan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat dan ini adalah perwujudan nyata dari sistem pemerintahan Islam. 

Pemerintahan Islam yang di bangun Rasulullah Saw meliputi asas negara, struktur, perangkat, mekanisme pemerintahan serta kelengkapan administratif. Pemerintahan Islam  di dasarkan pada prinsip kedaulatan di tangan syariah dan kekuasaan di tangan rakyat.

Dalam sejarah bahwa Rasulullah Saw membangun daulah Islam di Madinah al- Munawwarah berdasarkan akidah Islam dengan seluruh pilar dan strukturnya, termasuk membentuk pasukan/militer, menjalin hubungan ke dalam dan ke luar negeri, sesuai dengan tuntutan syariah Islam.

Dengan demikian agenda umat dan ulamanya saat ini sejatinya adalah bagaimana mewujudkan kepemimpinan syar’i dengan di terapkannya kembali hukum Islam agar keadilan yang sejati mampu di wujudkan serta kemaslahatan umat dapat di raih dalam naungan daulah khilafah.Rasulullah saw. bersabda:
أَوَّلُ الإِمَارَةِ مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلا مَنْ رَحِمَ وَعَدَلَ
Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan dan ketiga azab dari Allah pada Hari Kiamat nanti; kecuali yang (memimpin dengan) kasih sayang dan adil (HR ath-Thabarani)




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar