Oleh : Sukma Lima Putri (Aktivis Dakwah).
Beberapa hari ini kita dikejutkan berita kasus pembunuhan dan mutilasi secara sadis. Motif pelaku beragam, dari asmara, ekonomi, hingga berusia muda. Nyawa begitu murah dan tidak berharga. Nurani dan logika raib entah ke mana. Generasi muda pun dibayangi berbagai kejahatan sadis di sekelilingnya, baik sebagai pelaku ataupun korban kriminal.
Seperti kasus pembunuhan disertai mutilasi yang terjadi di Slaman,Yogyakarta, menyita perhatian publik. Pelaku membunuh dan memutilasi korban hingga 65 bagian. Lebih miris lagi, ternyata usia pelaku masih sangat mudah yaitu 23 tahun.
Tidak hanya, pembunuhan, pembacokan juga terjadi pada generasi muda kita. Tiga remaja SMP membacok seorang remaja SMP hingga tewas sambil ditayangkan secara langsung melalui siaran Instagram. Diketahui, ketiga pelaku sengaja menayangkan aksi keji itu lantaran tidak terima karena korban menuduh ketiga pelaku melakukan vandalisme di gedung sekolahnya.
Jika kita teliti lebih dalam, generasi hari ini tumbuh dan berkembang dalam asuhan sistem sekuler kapitalisme yang tidak menjadikan agama sebagai aturan dasar dalam kehidupan. Jadilah mereka tumbuh menjadi generasi yang lemah iman sehingga tidak memiliki perisai kuat dalam mencegahnya berbuat maksiat. Generasi lemah iman akan mudah terpengaruh pada perilaku, tontonan, dan konten negatif. Apalagi generasi hari ini lebih dekat dengan smartphone yang sangat mudah dalam mengakses apa pun serta berkomunikasi dengan siapa pun.
Generasi lemah iman juga akan mudah dikontrol hawa nafsunya tanpa batas. Walhasil, mereka menjadi generasi yang selalu memperturutkan hawa nafsu dengan gaya hidup sekuler, liberal, dan hedonis.
Banyak di antara generasi muda terjebak pada lingkaran hidup materialis kapitalistik. Dengan cara apa pun, tuntutan materi ini harus terpenuhi. Mereka melakukan kejahatan demi memenuhi tuntutan gaya hidup, bahkan rela membuat konten berbahaya demi mendapat ketenaran dan uang.
Ada pula yang terlibat kejahatan karena tuntutan ekonomi yang kini kian sulit mendapat pekerjaan layak. Tidak jarang pula kita temukan mereka berbuat kriminal karena untuk melunasi utang sehingga membuang rasa kemanusiaannya.
Kita butuh generasi berkualitas dan mulia, yaitu generasi yang cerdas pemikirannya dan mulia akhlaknya. Generasi seperti ini mustahil lahir dari rahim kapitalisme. Fakta sudah membuktikannya, tatkala makin jauh dari Islam, generasi kian rusak dan amburadul. Makin tinggi nilai-nilai sekuler yang diterapkan, kejahatan pun kian merajalela. Artinya, peran sistem sangat mendukung dan berpengaruh besar dalam pembentukan generasi.
Islam menjawab semua itu dengan peran besar tiga pilar. Pertama, ketakwaan individu dalam pendidikan keluarga. Sekolah pertama bagi anak adalah pola didik dan asuh kedua orang tuanya. Wajib bagi setiap keluarga muslim menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam mendidik anak. Pendidikan berbasis akidah Islam akan membentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegah seseorang berbuat maksiat.
Kedua, kontrol masyarakat melalui amar makruf nahi mungkar. Budaya saling menasihati akan mencegah individu berbuat kerusakan. Masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar tidak akan memberi kesempatan perbuatan mungkar menyubur. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.
Ketiga, negara menerapkan sistem Islam kafah di segala aspek kehidupan. Negara menyelenggarakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam untuk membentuk generasi berkepribadian Islam. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat sehingga masyarakat terhindar dari berbagai kejahatan.
Ketiga pilar ini hanya akan berfungsi optimal dan berkesinambungan jika aturan Islam diterapkan dalam sebuah negara berasaskan islam.
Wallahua'lam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar