Oleh : Ayu Annisa Azzahro (Aktivis Dakwah Muslimah)
Miris, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ada 4,59% bayi di Indonesia yang terlantar pada tahun 2022. Sementara itu pada tahun 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orang tuanya di Banjarmasin. Salah satunya adalah seorang balita yang sudah dikembalikan kepada orang tuanya yang berstatus belum menikah.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bergerak cepat melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah terkait kasus penelantaran bayi di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kemen PPPA menilai perlu gerakan masif bersama agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat, hingga keluarga harus bersinergi memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orang tua.
Kasus penelantaran bayi di Banjarmasin, menunjukkan masih adanya pengasuhan tidak layak anak, terlebih diduga akibat hubungan di luar pernikahan. Penelantaran anak dimungkinkan juga banyak terjadi mengingat banyak kasus dispensasi menikah yang disebabkan karena hamil di luar nikah.
Perhatian ini menunjukkan perhatian terhadap masalah cabang, dan bukan pada akar masalah, yaitu pergauan bebas remaja,yang memicu kehamilan tak diinginkan. Cara pandang terhadap kehidupan yang berlandaskan sekulerisme meniscayakan hal ini,mengingat kebebasan perilaku justru di biarkan oleh negara.
Sekulerisme sendiri telah lama dipropagandakan sejak islam mulai runtuh tahun 1924 silam oleh Mustafa Kemal Atatturk. Mulai dari pelarangan bahasa arab, adzan harus menggunakan bahasa turki dan salah satunya lagi adalah ditutupnya pintu ijtihad. Sehingga kaum muslim tidak dapat mengetahui hukum dari persoalan-persoalan yang baru.
Sudah hampir satu abad sekularisme ini telah menghinggapi kaum muslim. Pemisahan agama dari kehidupan membuat kaum muslim sendiri jauh dari agamanya, jauh dari islam. Islam dikatakan cukup untuk dimasjid saja, hanya cukup untuk seputar ibadah mahdoh saja seperti salat, puasa, zakat, haji dan umrah. Bukan untuk mengatur kehidupan.
Ancaman dan propaganda sekularisme ini merusak aqidah generasi kaum muslim bahkan sampai ke rumah-rumah. Barat dengan halus memasuki dan mencuci otak kaum muslim dengan cara-cara yang dapat melenakan. Semisal melalui tayang-tayangan film yang menyebarkan paham-paham sekuler. Tak lupa dengan memasuki nilai-nilai liberalisme juga pluralisme. Bahkan jika kita tidak menelitinya mungkin saja kita akan ikut terbawa suasana film tersebut. Barat sangat lihai memainkan perannya dalam menghancurkan kaum muslim.
Suatu hal yang wajar bagi Barat menerapkan sistem sekularisme ini. Mereka menggunakan asas manfaat untuk meraih segala apa yang diinginkannya. Kita tahu betul mereka sangat ingin menguasai kembali dunia dan tidak rela kaum muslim bangkit.
Kehidupan yang tidak diatur berlandaskan al-quran membuat kehidupan tersebut rusak. Agama hanya jadikan identitas saja tidak untuk mengatur kehidupan. "Selama di dada pemuda-pemuda islam masih tertanam al-quran. Tugas kita adalah mencabut al-quran dari hati mereka. Barulah kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat nabi Muhammad dari pada seribu meriam. Oleh karena itu tanamkan dihati mereka rasa cinta kepada materi dan seks." Willian Ewart Gladstone (1809-1898), mantan perdana menteri Inggris.
Begitulah Barat telah mengetahui kekuatan kaum muslim ada pada al-qurannya. Maka ketika al-quran dijauhkan dari mereka akan mudah dihancurkan. Selama ini kita melihat pemerintah hanya fokus pada masalah cabang dan hanya memberikan solusi jangka pendek seperti melakukan seminar-seminar terkait kesehatan reproduksi, bahayanya pergaulan dan seks bebas serta pernikahan dini. Apa cukup memberikan solusi dengan mengadakan seminar? Tentu tidak.
Islam sendiri memandang masalah ini sebagai sebuah masalah akar yakni buah dari sistem kapitalisme yang menerpakan sekularisme tersebut. Islam memiliki tiga pilar yang dapat menyelamatkan negeri juga generasi muda kini khususnya dari pergaulan bebas.
Pertama, individu yang bertakwa. Ketika suatu individu itu bertakwa kepada Allah Swt kemudian merasa bahwa Allah selalu mengawasi dirinya maka individu tersebut akan berusaha menjauhi dirinya dari kemaksiatan sekecil apapun. Hidupnya dipersembahkan hanya untuk Allah semata. Ia senantiasa paham tujuan ia diciptakan yakni hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Sehingga setiap aktivitas ia menghadirkan 'ruh' atau kesadaran akan hubungannya dengan Allah swt. Ia juga pahan setiap apa pun yang dikerjakan akan dimintai pertanggungjawaban. Ini berkaitan dengan aqidah yang perlu untuk selalu diperbaiki terus dengan belajar islam.
Kedua, masyarakat yang beramar ma'ruf nahi munkar. Ibarat masyarakat itu tinggal di kapal ada yang diatas ada pula yang dibawah. Ketika yang dibawah bolak-balik naik keatas kapal untuk mengambil air mereka kelelahan dan memutuskan untuk melubangi kapal bagian bawah. Jika yang diatas tidak mencegah perbuatan yang ada dibawah maka semuanya pasti akan tenggelam.
Begitulah ketika satu bermaksiat maka semua kena imbasnya. Maka disini perlunya masyarakat yang beramar ma'ruf nahi mungkar salah satunya berdakwah. Agar ketika ada yang berbuat maksiat ada pula yang akan mencegahnya. Karena ketakwaan tidak dapat istiqomah jika sendiri, akan lebih mudah jika berjamaah. Sehingga diharapkan dari sini pergaulan bebas pun tidak ada sebab adanya dakwah ditengah-tengah masyarakat.
Ketiga, Negara berlandaskan dan berasaskan islam. Sistem pemerintahanannya bernama khilafah. Dalam kitab Syeikh Taqiyyudin An-Nabhani, Khilafah adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum muslimin untuk menerapkan hukum islam dan menyebarkan dakwah islam.
Dengan adanya peran negara yang berasaskan islam maka setiap perbuatan masyarakat akan disesuaikan dengan aturan Allah swt dengan melihat halal dam haramnya, manfaat dan mudharatnya. Khilafah akan mengadopsi syariat islam dan menerapkan seutuhnya sehingga dapat mewujudkan kehidupan islam yang rahmatan lil alamin.
Wallahu a'lam bishowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar