KHUTBAH JUM'AT : KRITERIA PEMIMPIN DALAM ISLAM


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَامَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا
 وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى 
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَّفْتِنُوْكَ عَنْۢ بَعْضِ مَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ اِلَيْكَۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّصِيْبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوْبِهِمْ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ لَفٰسِقُوْنَ‏
(QS Al-Ma’idah [5]: 49)


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Dia-lah Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan. Yang Mengaruniai makhluk-Nya rezeki tanpa pandang bulu. Shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Bertakwalah kepada Allah. Taati perintah-Nya dan jauhi seluruh larangan-Nya, dalam kondisi berat maupun ringan, susah atau pun senang. Ingatlah, ketakwaan kita menentukan derajat kita di sisi Allah.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ada seorang tokoh  bilang; pemimpin ahli maksiat harus tetap ditaati sepanjang tidak melarang kebebasan beragama. Pemimpin tidak perlu shalih atau tidak, yang penting kualitas dan kapasitas kepemimpinannya.

Pertanyaannya, benarkah seperti itu dalam pandangan Islam? Betulkah calon pemimpin tidak harus shalih? Artinya, ia boleh berasal dari kalangan orang fasiq atau yang gemar bermaksiat (misal: suka nonton film porno), karena yang penting dia punya kapasitas kepemimpinan?
Lalu, sejauh mana seorang pemimpin wajib ditaati. Betulkah pemimpin fasiq atau ahli maksiat tetap wajib ditaati?

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah, 
Kita ini seorang Muslim. Hidup di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Maka semestinya, kita menjadikan Islam yakni al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya standar dalam menetapkan calon pemimpin, juga dalam menyikapi perilaku dan kebijakan pemimpin.

Dalam banyak kitab fiqih siyaasah, termasuk Kitab Al-Ahkaam as-Sulthaaniyyah karya Imam al-Mawardi yang amat terkenal, telah banyak dibahas sejumlah kriteria yang wajib ada pada diri calon pemimpin. Secara umum kriterianya sama. Yang berbeda hanya dalam aspek tertentu dan rinciannya. Kriteria umum pemimpin (kepala negara) dalam Islam yang dimaksud adalah: (1) Muslim; (2) Laki-laki; (3) Baligh; (4) Berakal; (5) Merdeka (bukan budak/berada dalam kekuasaan pihak lain); (6) Adil (bukan orang fasiq/ahli maksiat); (7) Mampu (punya kapasitas untuk memimpin). Semua ini disebut sebagai syarat iniqaad, syarat pengangkatan. 

Di antara kriteria calon pemimpin atau kepala negara adalah harus orang yang adil. Artinya, ia bukan orang fasiq atau ahli maksiat atau orang zalim. Sebab, kata adil memang sering dilawankan dengan kata fasiq atau zalim. Di antara ciri utama orang fasiq atau zalim adalah enggan berhukum dengan hukum-hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Dasarnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah, mereka itulah kaum yang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).

وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
Siapa saja yang tidak berhukum dengan hukum-hukum Allah, mereka itulah kaum yang fasiq (TQS al-Maidah [5]: 47).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Karena itu meski secara personal seorang calon pemimpin tampak baik, santun, ramah, cerdas, punya jiwa kepemimpinan, jika ia enggan berhukum dengan hukum-hukum Allah subhanahu wa taala dalam memimpin dan mengurus rakyat, atau tidak mau menerapkan syariah Islam dalam mengelola negara/pemerintahan, pada dasarnya ia terkategori zalim atau fasiq. 

Apalagi, sudahlah secara personal ahli maksiat, ia pun menolak hukum-hukum Allah atau terindikasi anti syariah Islam. Orang-orang fasiq atau zalim semacam ini jelas tidak layak menjadi pemimpin (kepala negara) karena berarti mereka bukan orang-orang yang adil. Apalagi, dalam Islam tugas utama kepala negara (Imam/Khalifah) adalah menerapkan hukum-hukum syariah. 

Demikian sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Abdul Qadim Zallum:
اَلْخَلِيْفَةُ هُوَ الَّذِيْ يَنُوْبُ عَنِ اْلأُمَّةِ فِي الْحُكْمِ وَالسُّلْطَانِ وَفِيْ تَنْفِيْذِ أَحْكَامِ الشَّرْعِ
Khalifah (kepala negara) adalah orang yang mewakili umat Islam dalam urusan kekuasaan atau pemerintahan dan penerapan hukum-hukum syariah (Zallum, Nizhâm al-Hukmi fii al-Islâm, hlm. 49).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Memang benar, Allah subhanahu wa ta’ala mewajibkan kaum Muslim untuk menaati pemimpin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) serta Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kalian (TQS an-Nisa’ [4]: 59).

Ada yang menafsirkan ketaatan kepada penguasa bersifat mutlak dan berlaku umum untuk setiap pemegang kekuasaan (penguasa). Tidak dilihat lagi apakah Ulil Amri itu Khalifah dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), ataukah penguasa dalam sistem pemerintahan sekuler, seperti presiden dalam sistem republik, atau raja dalam sistem kerajaan (monarki).

Padahal yang dimaksud bukanlah sembarang penguasa, melainkan penguasa dalam sistem pemerintahan Islam. Itulah Imam atau Khalifah dan para wakilnya (Al-Masari, Thâat Ulil Amri Hudûduhaa wa Quyûduhâ, hlm. 17). 

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah, 
Ketahuilah, yang dituntut atas kaum Muslim sesungguhnya bukan sekadar memilih dan mengangkat pemimpin (kepala negara). Kita pun dituntut untuk menegakkan sistem pemerintahan Islam (Imamah/Khilafah). 

Imam an-Nawawi menyatakan, “Umat wajib mempunyai seorang Imam yang menegakkan agama, membela Sunnah, menolong orang-orang yang dizalimi, serta memenuhi hak dan mengembalikannya pada posisinya. Saya tegaskan, pengangkatan Imamah atau Khilafah hukumnya fardhu kifayah.” 

Imam yang dimaksud ini adalah khalifah atau amirul mukminin. Bukan presiden atau raja. Inilah yang dibahas oleh para fuqaha termasuk Imam Mawardi, Al Ghazali, hingga Imam Nawawi. Jadi mereka membahas masalah kepemimpinan ini, konteksnya kepemimpinan Islam. Bukan kepemimpinan dalam sistem sekuler. []


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar