KKB BERULAH, SEOLAH KONFLIK YANG TIADA HABISNYA


Oleh : Nikita Sovia, S.Pd

Teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kembali melakukan pembunuhan. Duka mendalam datang setelah datang kabar meninggalnya prajurit TNI di Papua. Pratu Miftahul Arifin gugur setelah menghadapi serangan kelompok kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Akibat serangan itu, panglima TNI menaikkan status operasi menjadi siaga tempur. Mengapa kasus di Bumi Cenderawasih tidak juga usai?

Dimungkiri atau tidak, kenyataannya KKB selalu berulah. Menyerang mulai dari rumah sakit, prajurit TNI, hingga masyarakat sipil. KKB merupakan Tentara Pertahanan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), gerakan pro kemerdekaan Papua. OPM pertama kali beraksi di Manokwari pada 26 Juli 1965. Mereka ingin merdeka dari Indonesia dan beranggapan bahwa Indonesia sama saja dengan Belanda pada masa silam.

Adriana Elisabeth selaku peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bidang Papua, menyatakan setidaknya ada empat penyebab konflik ini berlarut-larut. Di antaranya marginalisasi dan diskriminasi. Rakyat Papua merasa diperlakukan sebagai anak tiri dan merasa berbeda dari wilayah lain, seperti kota-kota besar. 

Begitu juga terkait pembangunan yang tidak merata antara Papua dan pulau-pulau lainnya, terutama Jawa, menjadikan Papua seakan provinsi terpinggirkan. Hal ini memunculkan gap dan memicu kekerasan negara, berawal dari agresi militer 1965 yang menimbulkan pelanggaran HAM.

Ujungnya, muncul dugaan bahwa konflik di Papua ini memang sengaja dipelihara. Sebagaimana kita ketahui, Papua merupakan wilayah dengan SDA melimpah. Ironisnya, selama ini, perusahaan-perusahaan asinglah yang bercokol di sana, seperti AS dan Inggris.

Agar cengkeraman mereka tidak goyah, tentu mereka harus menjaga kondisi, termasuk kondisi perpolitikan di sana. Walhasil, Australia yang merupakan kepanjangan tangan AS ikut terus menyuarakan isu HAM di Papua dan mendukung kemerdekaan Papua.

Jika Papua pisah dari Indonesia, mereka jelas mendapat keuntungan besar. Mereka bisa menguasai kekayaan alam hingga kebijakan politiknya, juga dapat mengontrol Papua sebagai timbal balik pemberian bantuan atas kemerdekaan Papua.

Padahal, sesungguhnya kemerdekaan yang diminta kelompok-kelompok di Papua merupakan kemerdekaan semu. Kemerdekaan berlandaskan nasionalisme atau kesukuan hanya akan membuat negara tersebut lemah. Papua akan menjadi kecil, tidak akan ada yang dapat menolong, pembangunan pun bisa jadi juga akan makin terhambat, mengingat kekayaan alam Papua dieksploitasi oleh negara-negara rakus.

Lebih dari itu, nasionalisme adalah paham yang memang sengaja ditanamkan oleh Barat ke negeri-negeri Islam untuk melemahkan kekuatan politik kaum muslim. Nasionalisme ataupun paham kesukuan itu sendiri sebenarnya bersifat sangat lemah. Keduanya berasal dari Naluri mempertahankan diri(eksistensi) yang bisa muncul dan tenggelam, tergantung dari ada tidaknya masalah yang memicu. Lebih parah lagi, kesukuan akan membuat pertikaian terus terjadi. Jadi, tidak ada jaminan setelah merdeka nanti, pertikaian di Papua akan berhenti, bisa saja muncul pergolakan.

Konsep bernegara yang dapat melindungi seluruh wilayah dan warganya (muslim atau nonmuslim), hanyalah Khilafah. Khilafah adalah negara universal yang menerapkan aturan Allah untuk seluruh rakyatnya. Terbukti, selama 13 abad, Khilafah mampu menyatukan 2/3 dunia.

Khilafah pun memastikan tugas pemimpin adalah mengurusi urusan seluruh rakyat. Tidak boleh ada perbedaan antara satu daerah dan daerah lainnya. Pembangunan harus merata. Pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lainnya juga harus sama. Khilafah pula yang akan mengambil kembali SDA yang dikuasai asing, mengelolanya dan mengembalikan sebaik-baik hasilnya untuk rakyat. 

Khilafah akan melindungi semua wilayah di pangkuannya dari intervensi asing. Juga bersikap tegas dan memutus hubungan diplomatik dengan negara-negara yang memusuhi Islam. Dengan gambaran seperti ini, jelas hanya sistem Khilafah yang bisa menyolusi problem sebagaimana terjadi di Papua. Wallahualam. 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar