Oleh: Habsah
Bullying merupakan bentuk kekerasan dan agresi. Bullying bisa datang dari teman sebaya, orang tua, bahkan senior di lingkungan. Perilaku agresif dan jahat bullying ini dapat menyebabkan kerugian psikologis atau fisik terhadap target (korban). Korban bullying mengalami banyak emosi negatif seperti marah, dendam, shock, depresi, takut, malu dan sedih. Dampak psikologis yang paling ekstrim adalah potensi masalah psikologis pada korban bullying, seperti gangguan obsesif-kompulsif, kecemasan yang berkepanjangan, depresi, dan bunuh diri. pikiran dan gejala depresi-trauma (gangguan stres pasca-trauma).
Berdasarkan databoks.Katadata.co.id di tahun 2018 Indonesia menempati urutan kelima tertinggi untuk kasus bullying. Sangat mengejutkan, karena sejauh yang kita ketahui masyarakat di Indonesia terkenal akan keramah tamahan dan sikap saling menolongnya. Namun ada apa dengan fakta tersebut terlebih sudah di tahun 2023 kasus bullying bukan menyusut malah semakin bertambah. Banyak yang mengartikan bullying hanyalah ejekan biasa antara teman sebaya agar terlihat akrab, namun bagi yang tidak terbiasa akan merusak mental bagi yang menerima bullyingan tersebut. Yang lebih parahnya lagi mereka si pelaku tidak tanggung-tanggung untuk melakukan serangan fisik terhadap korban.
Bullying makin marak bahkan di sekolah dasar, bahkan makin sadis dan bengis. Fakta berikut barangkali cukup membuktikan dampak bullying yang begitu serius dan mengkhawatirkan. Dikutip dari kompas.com dan tribuntanggerang.com anak kelas 2 SD di sukabumi (MHD/9 tahun) meninggal dunia diduga dikeroyok kakak kelasnya. Awalnya MHD tidak mengaku dan hanya diam saja, namun seiring waktu MHD mengeluh kesakitan di tubuhnya pada kakeknya hingga di bawa kerumah sakit. MHD mengaku telah dikeroyok oleh kakak kelasnya pada dokter yang menanganinya, hingga akhirnya MHD menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit itu. Hal tersebut merupakan salah satu kasus yang terjadi baru-baru ini, masih banyak kasus bullying yang terjadi pada anak-anak di ranah pendidikan. Sangat miris bukan jika kita melihat fakta tersebut.
Mengapa kasus bullying di sekolah ini kurang banyak mendapat perhatian hingga akhirnya jatuh korban? Pertama, efeknya tidak tampak secara langsung, kecuali bullying dalam bentuk kekerasan fisik. Ini pun sebagian besar tidak terendus karena banyak korban yang tidak mau melaporkan kekerasan yang dialaminya, entah karena takut, malu, diancam atau karena alasan-alasan lain. Kedua, banyak kasus bullying yang secara kasatmata tampak seperti bercandaan biasa khas anak-anak sekolah atau remaja yang dikira tidak menimbulkan dampak yang serius. Ejekan-ejekan dan olok-olokan verbal termasuk dalam kategori ini. Banyak orangtua dan guru yang mengira bahwa teguran saja mungkin sudah cukup untuk menyelesaikan bercandaan bocah-bocah itu. Padahal luka psikis dan emosional yang dialami korban kekerasan verbal itu jauh lebih dalam dan menyakitkan. Ketiga, sebagian orangtua dan guru masih belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bullying dan dampaknya bagi kehidupan anak. Sehingga sebagian orangtua dan guru benar- benar tidak tahu bahwa ada masalah serius di sekitar mereka. Banyak hal yang berpengaruh,baik kurikulum pendidikan maupun pola asuh baik di keluarga maupun di masyarakat maupun dari tontonan.
Memang dalam negara demokrasi sekuler serta liberal kebanyakan generasi muda saat ini akan mudah sekali terjerumus menjadi generasi yang alay, amoral dan pembebek. Tidak heran jika tidak adanya kontrol dari masyarakat bahkan pemerintah dengan keadaan seperti sekarang ini. Kalaupun ada pemberantasan, hal tersebut bukanlah akar dari solusi permasalahan yang menimpa moral generasi muda dalam melakukan perbuatan tercela pembullyan tersebut.
Anak-anak ibarat sebuah spons yang menyerap apa yang mereka terima, anak-anak yang menjadi pembully biasanya mereka mempelajarinya dari orang-orang disekitranya, bahkan dari tontonan yang mereka konsumsi karena tidak adanya kontrol dari orang tua. Selain itu keadaan psikologi anak-anak yang labil ini juga diperparah dengan kehidupan kapitalis sekuler-liberal, yang memang tidak pernah mengarahkan anak-anak pada figur yang patut di contoh dan terus membuka tayangan media yang mempertontonkan kekerasan kehadapan mereka serta tidak mampu membentuk individu, keluarga dan masyarakat yang bertaqwa. Sehingga kekacauan dan kejahatan terus terjadi dan tak usai teratasi.
Hanya dengan sistem Islam yang mampu mewujudkan generasi cerdas, tangguh dan bertakwa. Islam menjadikan keimanan sebagai landasan dalam setiap perbuatan, sehingga menjadi benteng dari perilaku jahat/sadis. Islam memiliki mekanisme komprehensif dalam membangun kepribadian rakyatnya pada semua lapisan usia sehingga terwujud individu beriman berakhlak mulia dan terampil. Sehingga kasus seperti bullying dapat diatasi jika kita menerapkan sistem Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar