Oleh: Marwah (Aktivis Remaja Andoolo, Sulawesi Tenggara)
Momen lebaran biasanya dimanfaatkan oleh kaum muslim untuk berkumpul dan bersilaturahmi dengan sanak saudara. Khususnya bagi mereka yang merantau ke tempat yang jauh, mudik adalah salah satu cara yang ditempuh untuk kembali ke kampung halaman ketika lebaran tiba.
Sayangnya, berita tak mengenakkan kembali mencuat di khalayak ramai. Pasalnya telah terjadi banyak sekali kasus kecelakaan selama arus mudik menjelang lebaran tahun ini.
Seperti yang dilansir oleh Merdeka.com - Korlantas Polri mencatat 273 kecelakaan terjadi pada Hari Raya Idul Fitri 1444 H, Sabtu (22/4).Total 30 orang meninggal dunia akibat sejumlah peristiwa itu.
"Data kecelakaan lain pada 22 april 2023, sebanyak 273 kejadian. Dengan rincian 30 orang meninggal dunia, 45 orang luka berat dan 378 orang luka ringan," kata Juru Bicara Polri dalam Operasi Ketupat 2023 Kombes Pol Erdi Adrimurlan Chaniago saat jumpa pers, Minggu (23/4).
Perlu diketahui, menangani arus mudik dan arus balik lebaran tahun 2023, Kapolri menerapkan kebijakan rekayasa lalu lintas berupa contra flow, one way, hingga ganjil genap. Tapi nyatanya kebijakan tersebut belum bisa mencegah terjadinya kecelakaan.
Hal ini menunjukkan bahwa keseriusan pemerintah dalam menyediakan fasilitas publik seperti jalan raya yang aman dan nyaman masih setengah hati. Pengguna jalan raya dalam hal ini masyarakat belum merasakan riayah penguasa yang sudah menjadi kewajibannya, buktinya masih banyak peringatan yang terpampang di jalan agar pengguna jalan berhati-hati karena jalan bergelombang, tidak rata, dan berlubang.
Tentu yang menjadi dalang dari permasalahan diatas adalah penerapan sistem pemerintahan yang tidak lagi merujuk kepada Islam, melainkan merujuk pada ide kapitalis sekulerisme. Para penguasa yang menganut ideologi ini, tidak akan mampu melayani masyarakatnya, justru akan melalaikannya. Kenapa? Karena mereka tidak meyakini akan adanya pertanggungjawaban di akhirat kelak. Sehingga rakyat senantiasa dinomorduakan diatas kepentingan pribadi para penguasa kapitalis.
Penyelenggaraan Mudik dalam Islam
Dalam penerapan sistem Islam, negara bertugas sebagai pelaksana syariat Islam. Negara Islam sangat memahami arti penting dari mudik, yakni dengan tidak memosisikan mudik hanya sebagai ritual tahunan saja. Melainkan menganggapnya sebagai suatu bentuk aktivitas birrul walidain dan silaturahmi setelah sekian lama seorang muslim jauh merantau.
Pada momen tersebut, negara merasa sangat berkepentingan untuk menyelenggarakan proses mudik dengan sebaik-baiknya, yakni aman, nyaman, bahkan gratis. Negara juga akan menyediakan infrastruktur jalanan raya yang memadai untuk menjaga para pemudik dari resiko kecelakaan.
Pada titik ini juga, para pemudik yang tidak lain termasuk golongan musafir, memiliki posisi penting dalam Islam. Doa seorang musafir adalah doa yang diijabah oleh Allah sehingga tidak semestinya seorang musafir menjadi korban kezaliman. Bayangkan, jika infrastruktur jalan dan harga tiket mudik melambung tinggi, bukankah ini malah sengaja menjadikan para musafir itu sebagai korban kezaliman?
Demikianlah semestinya penyelenggaraan mudik jelang Lebaran, yakni sebagaimana yang diselenggarakan oleh negara yang mengambil Islam secara kaffah, agar perayaan Idulfitri menjadi sempurna dan terasa bermakna sebagai buah takwa pasca-Ramadan. Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar